Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi yang Mustahil
"Bibi Serra!" Alexa memanggil, wajahnya memelas, menunjukkan betapa lelah ia dengan hukuman yang diberikan.
Wanita bersurai hitam panjang berjalan mendekat, meraih tumpukan kertas hasil terjemahan Alexa. Serra memperhatikan dengan seksama, mengangguk saat hasil pekerjaan Alexa sangat memuaskan.
"Kalau kau bosan, daripada menghabiskan waktu menjadi pemeran figuran di banyak tempat, bukankah lebih baik menerjemahkan novel seperti sekarang?" Serra duduk di sebuah kursi di hadapan Alexa, menatap penuh perhatian pada wanita yang tubuhnya langsung tegak sempurna.
"Kamu, kan, suka membaca novel, Alexa. Lihat, hasil terjemahanmu sangat rapi, mudah dipahami dan tentu saja tidak akan membuatmu berada dalam masalah." Serra menghela napas pelan. "Kenapa tidak berhenti saja dari dunia hiburan dan mencari mainan lain?"
Alexa menunduk, tangan yang berada di pangkuan saling meremat. Ia tahu cepat atau lambat akan mendengar saran ini dari Serra. Meminta Alexa berhenti bermain di dunia akting sama saja dengan menyarankan agar wanita itu mengubur impiannya dalam-dalam.
"Aku tidak sedang bermain," ucap Alexa pelan, mengangkat wajah dan menatap binar wanita di hadapannya. "Orang-orang di lokasi syuting, penata rias, staff, sutradara, produser, aktor utama atau pemeran figuran, mereka semua bukan ladang untuk bermain. Bibi bilang semua pekerjaan itu sulit. Semua orang bekerja keras apa pun jenis pekerjaannya, tapi kenapa Bibi menganggap dunia perfilman adalah tempat bermain?"
Serra sedikit terhenyak dengan protes yang dilayangkan Alexa. Ia sudah memiliki gambaran akan impian yang tidak pernah Alexa katakan pada siapa pun, tapi hatinya berharap agar tebakannya salah.
"Bibi tidak sedang menganggap remeh pekerjaan siapa pun, Alexa. Coba dipikir lagi, bagian mana dari kata-kata Bibi yang merendahkan profesi orang lain? Tidak ada. Tentang tempat bermain? Itu hanya berlaku untukmu, Alexa. Bagi orang lain, dunia entertain adalah pekerjaan, tapi untukmu ... tempat itu hanya persinggahan sementara, taman bermain yang akan meninggalkan kesan dengan segala gemerlapnya sebelum kau pulang, kembali ke tempat di mana kau seharusnya berada."
"Kenapa?" Alexa bertanya dengan suara bergetar, setetes air mata lolos dan membasahi tautan tangannya. "Kenapa ada perbedaan antara aku dan yang lain? Kenapa bagi orang lain itu adalah pekerjaan sedangkan bagiku hanya taman bermain, persinggahan sementara?"
Alexa tersedu, tidak bisa menahan kesedihan saat impiannya semakin jauh dari pelupuk. Seluruh anggota keluarga menentang keinginannya memasuki dunia entertain. Tidak hanya ibu serta pamannya, sekarang bahkan Serra yang biasanya tidak mengatakan apa-apa mulai memberi peringatan pada Alexa. Sebenarnya apa yang salah?
"Tidak semua pertanyaan 'kenapa' memiliki jawaban yang jelas, Alexa. Tapi, bagiku yang sudah ikut merawatmu sejak bayi, membayangkan anakku terluka di tengah lumpur yang kotor tanpa ada yang membantu membuatku merasa menjadi Ibu yang jahat dan sudah pasti akan mati dalam penyesalan."
Serra menatap wanita yang bahunya masih gemetar naik turun, berusaha meredakan tangisnya.
"Kau boleh tidur sekarang, biar Marie yang membereskan peralatannya nanti. Istirahatlah, Alexa, kau pasti lelah sekali. Hukumannya selesai, tapi mungkin tidak ada lain kali untukmu. Kalau kau sekali lagi melanggar batas yang sudah ditentukan, Bibi terpaksa bilang pada Ibumu."
Alexa teriam setelah Serra keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ia memang lelah, ingin tidur, kepalanya terasa ingin pecah, tapi kesedihan karena sekali lagi diberitahu bahwa impiannya harus dikubur bersama kenangan lainnya membuat Alexa malah menangkupkan tangan di meja.
***
"UWAAAA!" Pagi itu Alexa berteriak heboh, membuat seorang pelayan memasuki kamarnya dengan tergesa.
"Panggilkan Alena!" ujar Alexa cepat yang segera diangguki pelayan yang wajahnya tampak pias, masih sangat terkejut dengan teriakan Alexa yang tiba-tiba.
"Aku di sini, suaramu bahkan bisa membangunkan singa dari jarak kiloan meter." Alena yang datang dengan wajah ditekuk memberi isyarat pada pelayan yang hampir menabraknya saat bergerak dengan terburu untuk keluar. "Bawakan air hangat dan handuk ke sini," ucapnya memberi perintah.
Pelayan muda itu segera membungkuk sopan dan keluar dari kamar Alexa dengan gerakan cepat.
"Lihat wajahku!" ujar Alexa jengkel, menunjuk pada bagian mata yang terlihat bengkak.
Alena menaikkan sebelah alis, "Saat aku dihukum menerjemahkan buku setebal lima senti, di sini kau memiliki wajah bengkak karena terlalu banyak tidur. Bukankah aku diperlakukan tidak adil?"
"Ini bukan akibat kebanyakan tidur tahu!" Alexa kembali berujar kesal, menatap Alena dengan binar permusuhan.
Alena menaikkan sebelah alis. "Kalau bukan disebabkan terlalu banyak tidur, lalu apa?" tanyanya sok polos, berpura-pura tidak tahu. Sebenarnya ia sudah bisa menebak saat semalam ibunya bilang akan bicara dengan Alexa empat mata.
"Jangan bertingkah bodoh!" sungut Alexa seraya duduk di tepi ranjang sambil tangannya menekan bagian bawah matanya, berharap bengkaknya akan segera hilang.
"Kompres dengan air hangat dulu," ucap Alena seraya menarik tangan Alexa dari wajahnya. "Jangan pegang sembarangan, nanti malah tambah jelek wajahmu."
Alexa merengut, memilih menurut dan menunggu. Pelayan yang sebelumnya pergi mengambilkan air hangat, kembali dengan baskom dan dua handuk kecil kering, meletakkannya di atas meja kecil di dekat meja rias.
"Nona Alena dan Nona Alexa kapan akan bersiap? Tuan Vincent meminta agar Anda berdua turun untuk sarapan bersama."
Alena menghela napas. "Kami akan bersiap sendiri, bilang pada pelayan lain di kamarku, tidak usah menunggu. Kami mungkin akan terlambat untuk turun."
Pelayan itu membungkuk hormat sebelum keluar kamar, dengan cepat melaksanakan perintah Alena. Biasanya sejak pukul setengah enam pagi, beberapa pelayan sudah berdiri di depan kamar Alexa dan Alena, bersiap membantu saat dua wanita itu terbangun. Maka, jika Alena memerintahkan agar semua pelayan di depan pintu pergi, artinya ada pembicaraan yang tidak boleh didengar siapa pun.
"Jadi, apa yang Mama katakan sampai kau menangis hingga bengkak seperti ini? Kupastikan kau tertidur saat sedang menangis."
Alexa yang sedang menekan handuk setelah membasahinya dengan air hangat kuku ke matanya kembali mengingat percakapannya dan Serra semalam. Wanita itu meletakkan kembali handuk ke dalam baskom, mengubah posisi duduk hingga berhadapan dengan Alena yang berada di tepi ranjang.
"Bibi bilang untuk mengganti ladang bermain," ucap Alexa lemah. "Aku suka membaca novel, hasil terjemahanku juga sangat rapi dan mudah dimengerti, jadi Bibi Serra menyarankan agar aku mengganti ladang bermain, bukan lagi sebagai aktris figuran."
Alexa menghela napas. Binarnya redup seiring kalimat Serra terus berputar di kepalanya.
"Biasanya Mama akan diam saja dan tidak ikut campur apa yang ingin kita lakukan. Tapi, kenapa tiba-tiba memberi peringatan yang sama seperti Papa dan Bibi Valisha?"
"Katanya dunia entertain itu kotor. Sebagai ibuku, Bibi Serra tidak mau melihatku berkubang dalam lumpur yang sangat kotor. Itu juga yang selalu Mama katakan padaku."
Alena menatap langit-langit kamar. Termenung. Kenapa sepertinya semua orang sangat tidak suka dengan dunia yang ingin dikejar Alexa? Memang apa yang salah dengan menjadi aktris?