Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Hampir satu jam perjalanan mereka hanya berdiam. Tidak ada pembicaraan apapun lagi, hingga mobil hitam milik Adrian sudah memasuki persimpangan rumah sakit.
"Aku akan mengambil hasil DNA terlebih dahulu, apakah kau tidak keberatan?" tanya Adrian.
"Ya." Hana mengangguk.
Mobil pun berbelok menuju rumah sakit.
"Mau ikut, atau menunggu di sini?" tanya Adrian lagi, ketika sudah berada di depan rumah sakit.
"Di sini saja." jawab Hana singkat.
Adrian pun mengangguk, kemudian meninggalkan Hana di dalam mobil.
Hanya sekitar lima belas menit saja, Adrian telah kembali dengan sebuah amplop berwarna cokelat di tangannya.
"Bagaimana?" tanya Hana, menatap wajah pria yang persis suaminya itu nyaris tak berkedip, penasaran.
"Dokter bilang, cocok. Tapi aku mau bapak dan ibu saja yang membukanya." jawab Adrian, meletakkan map cokelat tersebut, ia menyandarkan tubuhnya sejenak, menarik nafas lebih dalam dan menghembuskan lega.
"Artinya, kau betul-betul saudara suamiku." kata Hana, dengan suara khasnya, pelan dan lembut.
"Ya." jawab Adrian, kemudian mulai melakukan mobilnya lagi membelah jalanan menuju puncak yang lumayan jauh.
"Hana, mengapa temanmu itu mengadakan seminar di puncak? Mengapa tidak di hotel saja agar memiliki banyak pengunjung.
"Sebenarnye, mereka hanya mengadakan pertemuan antar desainer saja. Tapi Hana di undang karena berteman dengan Maya. Maya memiliki banyak teman pula yang berbakat, nanti desain mereka dapat di beli dengan harga murah." jelas Hana.
"Kau tahu, aku memiliki banyak sekali teman desainer. Jika kau mau aku bisa membawa mereka menemui mu. Tak harus pergi ke tempat yang jauh seperti ini. Kecuali kau memang ingin liburan." kata Adrian, membuat Hana menolehnya.
Benar juga, bahkan sudah sejak lama Hana tidak pernah jalan-jalan ke tempat yang indah. Ingin sekali menikmati waktu yang indah bersama seseorang yang spesial. Tapi siapa? Selama ini dia hanya memiliki Ros saja yang bisa diajak kemana-mana.
Ataukah Fairuz? Malah sekarang sedang bersama Adrian.
Sedikit menoleh pria itu, kemudian berpura-pura fokus pada jalanan. Sikap Adrian sering kali berubah-ubah kepadanya. Terkadang lembut, terkadang acuh, terkadang seperti meminta perhatian, sekali ini dia malah menyebalkan. Sepertinya Adrian ingin membuat hana goyah akan rencana pernikahannya dengan Fairuz yang semakin dekat.
Tapi, kalau di pikir-pikir lagi, ada benarnya juga apa yang dikatakannya. Fairuz seperti tertutup jika membahas tentang keluarganya. Hana jadi bingung sendiri.
"Adrian." panggil Hana tiba-tiba.
"Hem?" Adrian meliriknya sekilas.
"Maaf Hana sudah merepotkan mu." ucap Hana, memulai pembicaraan.
"Tidak apa-apa." jawab Adrian, ia pun mendesah berat setelahnya. "Aku hanya kesal mengapa Fairuz tidak menemanimu." katanya.
Kali ini Hana memilih diam, tidak ingin berdebat lagi pada orang yang sudah berbaik hati mengantarkan dirinya.
"Coba kau hubungi teman mu itu. Kita sudah memasuki perkebunan teh." titah Adrian, setelah tiga jam perjalanan dari kota menuju pegunungan.
Hana pun mulai memencet gawai nya, mengirim pesan.
"Bagaimana?" tanya Adrian, memelankan laju mobilnya.
"Naik, vila paling atas berwarna biru muda paling besar diantara yang lain. Mereka di sana." kata Hana, menata puncak yang dingin mulai di selimuti kabut, padahal baru jam dia siang.
Adrian pun mulai kembali tancap gas, jalanan berkelok itu membuat Adrian sedikit berhati-hati, semakin ke atas semakin sempit pula jalan yang mereka lewati.
"Yang itu?" tanya Adrian, kemudian melihat gambar di dalam ponsel Hana, nampak sama.
"Ya, betul yang itu."
Keduanya pun turun dari mobil, benar ternyata ada beberapa mobil dan sepeda motor juga di sana. Tak lama kemudian tampaklah Maya menuruni anak tangga menyambut Hana. Rumah panggung berukuran besar di tengah kebun teh itu terlihat nyaman, dan sudah ramai di dalam sana.
"Aih, kau membawa siapa?" tanya Maya, tapi kemudian terkejut melihat wajah Adrian.
Benar ternyata, para desainer muda sedang sibuk memperlihatkan karya mereka. Hana dan temannya pun melihat karya mereka bergantian.
"Hana, aku akan turun ke bawah sebentar. Aku baru mendapatkan kabar kalau salah satu teman ku bekerja di puskesmas daerah sini." kata Adrian. Pria itu melihat ponselnya, lalu memandangi perkampungan luas di bawah sana.
"Asal tak tinggalkan Hana Kat sini." canda Hana, membuat Adrian tersenyum.
"Tentu saja tidak." jawabnya.
Suasana di pegunungan itu mencairkan hubungan keduanya yang tadi sempat terasa tegang.
"Pergilah." ucap Hana lagi.
Adrian pun mengangguk, sejak tadi ia melihat sekitar tampak aman-aman saja. Lagipula dia hanya sebentar, alasan bertemu teman lama, tapi sebenarnya ia ingin membeli makanan. Bahkan melewatkan makan siang karena harus tiba sebelum terlalu sore.
Adrian pun melaju menuruni jalanan berkelok itu, perlahan tapi kemudian sedikit terburu-buru ketika sudah ada di jalanan datar. Adrian segera mencari makanan dan memesannya untuk dia dan Hana.
"Orang baru Pak?" tanya penjual nasi Padang tersebut, sambil membungkus makanan.
"Tidak, aku sedang mengantar seseorang bertemu teman lama yang sedang mengadakan seminar di Vila atas sana." kata Adrian, ia pun meraih dua botol air mineral. "Sebenarnya ingin ke puskesmas, tapi sudah terlalu sore." lanjut Adrian lagi, menatap cahaya matahari terhalang bukit, sebagian jalanan pun menjadi redup.
"Oh, Masnya punya teman?" kata pria itu menanyai lagi.
"Iya, dia seorang dokter. Tapi ya, sepertinya tidak jadi." kata Adrian.
"Nih Mas." Pria itu menyerahkan dia bungkus nasi kepada Adrian.
"Terimakasih, ini uangnya." Adrian pun menyerahkan uang berwarna merah.
"Mau nginep Mas?" tanya pria itu, sibuk mencari uang kembalian di dalam laci.
"Tidak, aku hanya menunggu saudariku melihat seminar." kata Adrian, tapi pria pemilik warung nasi itu menautkan alisnya, menatap heran kepada Adrian.
"Pasti baru pertama ke sini?" tanya pria itu lagi.
Adrian mengangguk, dia sedikit tak nyaman dengan pria yang terlalu banyak tanya.
"Pantes." jawabnya, menyerahkan uang kembalian kepada Adrian.
Adrian pun kembali masuk ke dalam mobilnya, sekilas menoleh pemilik warung makan tersebut, dia masih memandangi mobil Adrian. "Kenapa dia terlihat aneh begitu?"
Adrian kembali melajukan mobilnya menuju vila diatas sana. Kata-kata terakhir pria itu membuat ia jadi mengkhawatirkan Hana. Sedikit menyesali telah meninggalkan Hana sendirian di tempat asing seperti ini.
Setibanya di Vila, Adrian langsung menaiki anak tangga tidak terlalu tinggi itu. Ia melangkah masuk ke dalam sana namun suasana di dalam sana sekarang berbeda dengan ketika tadi ia baru datang.
Tidak ada kertas-kertas bergambarkan desain pakaian yang bagus, tapi sudah berganti dengan hidangan makanan dan minuman yang cukup banyak.
Tak mau berpikiran macam-macam, mungkin mereka juga lapar seperti Adrian.
"Dimana Hana?" tanya Adrian, menanyai seorang perempuan muda.
"Oh, yang memakai kerudung tadi?" tanyanya seperti menahan pusing di kepalanya.
"Ya." Adrian mengangguk, menatap gadis itu dengan heran.
"Dia keluar, katanya mencari udara segar." jawabnya.
Adrian pun langsung putar haluan, keluar dari vila tersebut, menuruni anak tangga dengan terburu-buru mencari Hana.
Sekeliling mata memandang, dia tak menemukan sosok Hana . Ia pun menyusuri jalan setapak yang mungkin saja di lewatinya. Tapi tampak sepi, tak ada siapapun.
"Hana!" panggil Adrian, kecemasan mulai melanda. Dia semakin khawatir setelah beberapa menit berkeliling tak juga menemukan Hana.
"Di mana dia?" gumamnya, ia kembali ke vila dan melihat ke arah yang berbeda, namun tetap tak ada. Dia semakin gusar ketika menghubungi Hana pun sudah malah tidak aktif.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..