Permintaan Rumi untuk mutasi ke daerah pelosok demi menepi karena ditinggal menikah dengan kekasihnya, dikabulkan. Mendapatkan tugas harus menemani Kaisar Sadhana salah satu petinggi dari kantor pusat. Mereka mendatangi tempat yang hanya boleh dikunjungi oleh pasangan halal, membuat Kaisar dan Rumi akhirnya harus menikah.
Kaisar yang ternyata manja, rewel dan selalu meributkan ini itu, sedangkan Rumi hatinya masih trauma untuk merajut tali percintaan. Bagaimana perjalanan kisah mereka.
“Drama di hidupmu sudah lewat, aku pastikan kamu akan dapatkan cinta luar biasa hanya dariku.” – Kaisar Sadhana.
Spin off : CINTA DIBAYAR TUNAI
===
follow IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLB - Karpet Merah
Rumi tidak ingin terbawa perasaan, saat ini ia masih menata hatinya setelah kecewa dari Ardi dan Mela. Kalau mengikuti emosi rasanya ingin menunjukan statusnya, di mana menjadi istri seorang Kaisar adalah impian para wanita. Tampan, gagah, pekerjaan jelas dan bisa dipastikan hidup pria itu sangat mapan. Meski kadang sikap arogan dan cuek Kaisar sangat menyebalkan.
Perlu waktu untuk membuktikan kalau pernikahan mereka akan berjalan dengan baik dan menimbulkan perasaan yang sesungguhnya. Kadang interaksi mereka cukup manis dan Rumi menyadari itu. Bisa saja hanya cinta lokasi karena kebersamaan mereka dalam ikatan pernikahan yang diawali dengan keterpaksaan.
Ada yang belum terjawab sampai dengan sekarang dan Kaisar selalu bungkam, masalah cium4n seakan mereka biasa melakukan itu. Kalaupun terjadi kapan Kaisar melakukannya karena Rumi tidak ingat dan tidak pernah mengizinkannya.
“Serius kamu ikut Pak Kaisar ke Jakarta?” tanya Medi saat Rumi menyampaikan niatnya ikut ke Jakarta. Meski sudah memprediksi kemungkinan tersebut.
“Iya, pak.”
“Padahal saya cocok kerja dengan kamu. Chemistry kita bagus, Rum.”
“Masa sih, saya nggak ngerasa begitu deh,” balas Rumi.
“Lalu nasib saya gimana ini, belum ada pengganti kamu?”
“Ya nggak ngerti, itu urusan bapak. Sebelum saya datang memang gimana, baik-baik aja ‘kan?”
Medi menggaruk pelipisnya. “Sudahlah, biar saya pikirkan solusinya. Lalu, kapan kalian berangkat?”
Rumi mengedikkan bahunya. Masalah yang terjadi di cabang memang sudah diatasi dan saat ini hanya dalam proses pengawasan. Artinya Kaisar sudah bisa kembali dan orang yang ditunjuk sebagai pengawas menjadi bawahan Medi pun sudah direkrut.
“Menurut saya kalian memang akan menjadi pasangan yang cocok. Yang satu dingin yang satu galak. Ikut bahagia untuk kalian.”
Pernyataan Medi barusan tidak membuat Rumi bangga yang ada malah mengernyitkan dahi.
“Bapak itu muji apa nyindir sih?”
“Tergantung kamu mendengar dari sisi mana. Yang jelas saya dukung kamu Rum dan jangan lupakan saya di sini. Karena tugas dari saya untuk temani Mas Kaisar kamu sekarang jadi istrinya.” Medi terkekeh mengingat sebab pernikahan Kaisar dan Rumi.
“Sudah takdir kali pak.”
“Sekarang kamu bilang takdir, waktu habis nikah kamu salahkan saya terus.”
Pintu ruangan Medi terbuka dan Kaisar berdiri di sana.
“Kamu di sini?” tanya Kaisar tentu saja pada Rumi. Kedatangannya mencari Rumi seakan menunjukan kalau ia tidak menyukai Rumi bersama pria lain meski konteksnya pekerjaan.
“Untung atasan, kalau bukan sudah saya semprot deh,” gumam Medi karena Kaisar masuk tanpa mengetuk pintu.
“Tenang saja mas Kaisar, diskusi kami sudah selesai. Rumi sudah boleh keluar, sekarang dia punya jabatan double di kantor. Asisten saya dan asisten Mas Kaisar juga. Rumi, sana!” Medi pun mengusir Rumi.
Rumi hanya mengangguk lalu mengekor langkah Kaisar.
“Kamu pulang dan bereskan barang-barangmu sekalian punya saya. Besok kita berangkat dan nanti malam aku mau traktir semua teman-teman di sini. Anggap saja malam perpisahan.”
“Saya bereskan kerjaan dulu, sekalian serah terima dokumen dan file,” ujar Rumi.
“Hm.”
“Alasan saya ikut bapak, apa? Mau jujur dengan masalah kita?”
“Aku akan jujur kalau kita sudah menikah, tapi nanti di Jakarta bukan di sini.” Rumi hanya mengangguk mendengar keputusan Kaisar. Paling tidak itu yang terbaik agar tidak ada prasangka buruk dengan mereka.
Bisa saja orang malah menganggap Rumi murahan karena ke gap sampai dinikahkan. Begitupun dengan Kaisar yang bisa saja mendapatkan image buruk, padahal selama ini menjaga betul nama baiknya.
“Mas Kaisar.”
Bukan hanya Kaisar yang menoleh mendengar panggilan itu, Rumi pun sempat menoleh meski langsung menuju meja kerjanya. Namun, tetap mendengar apa yang Erni ingin sampaikan pada Kaisar.
“Iya,” jawab Kaisar.
Erni menghampiri sambil senyum-senyum dengan gerak-gerik centil.
“Hari ini terakhir Mas Kaisar di sini ya?”
“Hm,” jawa Kaisar. Kali ini lebih singkat.
“Yah, padahal kita senang loh kedatangan orang pusat. Mana tahu ada yang bisa direkrut mutasi ke Jakarta.”
“Kalau masalah itu, tanyakan saja ke Pak Medi bagaimana prosedur mutasi.”
Kaisar meninggalkan Erni yang menunjukan raut wajah kecewa.
“Ish, dingin banget sih, tapi makin penasaran.” Erni mendekati Rumi yang sibuk menata dokumen untuk serah terima. “Heh, kamu dimutasi lagi ya?”
“Iya, mbak.”
“Ke mana?” tanya Erni lagi.
“Saya ….”
“Lo bikin kasus apa sih sampai harus dimutasi lagi. Padahal di sini belum ada dua bulan.”
“Rumi bukan dimutasi, kemungkinan dia akan resign.” Erni terkejut mendengar Medi yang menjawab dan pria itu sudah berada di antara mereka.
“Kamu beneran resign Rum?”
“Kayaknya, begitu mbak.”
“Rumi mau menjadi istri yang baik, ibu rumah tangga bukan wanita karir. Biar karir kamu bagus, mending sana kembali kerja nggak usah kepo sama urusan orang.” Medi mengusir Erni karena menghambat kerja Rumi.
“Nggak usah bilang terima kasih, suami kamu nelpon saya minta usir Erni dan jangan ganggu kamu.”
Rumi ingin tersenyum mendengar ucapan Medi. Untuk apa Kaisar melakukan itu, karena profesionalisme kerja atau memang tidak ingin melihat dirinya kesulitan.
“Nggak usah senyum-senyum, lanjut kerja!” titah Medi.
“Ish, nggak bisa lihat orang senang.”
***
Makan malam yang Kaisar adakan bertempat di warung tenda yang menyediakan aneka seafood, tempat favorite Rumi.
“Ayo, pesan apa saja. Semua ditanggung Mas Kaisar,” titah Medi. “Malam ini perpisahan dengan beliau karena besok kembali ke habitatnya.”
Mendengar itu wajah Kaisar langsung kecut, kembali ke habitat seakan ia adalah hewan langka yang harus dilestarikan.
Beres dengan acara makan-makan, rekan kerja Rumi berpamitan dan menyalami Kaisar termasuk juga dengan Rumi yang mereka tahu akan resign. Acara formalnya sudah dilaksanakan di kantor, briefing seperti saat Kaisar tiba.
“Besok saya yang akan mengantar kalian ke terminal,” ujar Medi. “Saya jemput dan saya antarkan lagi, bedanya kali ini Mas Kaisar bawa gandengan,” ungkapnya lalu terkekeh.
Kaisar dan Rumi saling tatap dengan pikiran masing-masing. Rumi gugup dan takut menghadapi hidupnya nanti, sedangkan Kaisar sedang mempersiapkan disindir dan diejek oleh keluarga juga kedua sahabat konyolnya.
“Ayo pulang, sudah mulai dingin,” ajak Kaisar, tentu saja ia ingin segera istirahat dan melakukan aksinya seperti biasa. Berharap kali ini bisa mendapat lebih dari bibir Rumi.
‘Kapan pedang gue bisa berguna, sampai sekarang masih jadi gantungan doang,’ batin Kaisar.
Masih dalam perjalanan menuju kontrakan, ponsel Kaisar bergetar ternyata ada pesan masuk dari Johan.
Om Johan : Kita sudah siapkan karpet merah menyambut kedatangan Nyonya Kaisar Sadhana.
\=\=\=\=\=\=\=
Pembaca : ish gak sabar momen Kami bucin2an terus ketemu Mela.
Kaisar : gue nggak sabar unboxing, entah nunggu bab berapa
rmhtangga Ardi semakin hari semakin berantakan.. Mela tu istri gk sedar diri
gagal total...sabar ya Kai...
klo ardi yg demo q yg maju
klo kaisar yg demo q ikut othor makan kuaci smbil liat kaisar ngomel kagak jelas smp klimpungan mikirin tu pedang 🤣🤣🤣