POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nestapa Perantau Dadakan
Belum ada lima menit dia terpejam, matanya kembali terbuka ketika merasakan earphone di telinga sebelah kanannya diambil paksa oleh seseorang. Dengan santainya Freya mengambil earphone tersebut lalu memasangkan ke telinga sebelah kanannya. Devan melepas earphone di sebelah kirinya lalu menaikan volume dari ponselnya sampai ke batas maksimal. Sontak Freya langsung melepas earphone dari telinganya. Tanpa mengatakan apapun Devan memberikan earphone di sebelah kirinya pada Freya.
"Buat saya, Pak?"
"Iya."
"Makasih, tapi ngga usah."
"Saya ngga mau pakai lagi earphone yang ketempelan kotoran telinga kamu."
Devan menaruh earphone yang tersisa di tangan Freya lalu pria itu melanjutkan tidurnya. Matanya kembali terbuka ketika gadis di sebelahnya menepuk pundaknya. Dengan wajah garang dia melihat pada Freya.
"Apalagi?" ketusnya.
"Kalau mau ngasih jangan nanggung. Tempat earphone nya mana? Sama kabel charger nya. Kalau baterainya habis, percuma juga ngga bisa saya pakai, hehehe.."
Devan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga parunya yang seketika terasa kosong karena ulah gadis di sebelahnya. Pria itu membuka tasnya, mengambil wadah earphone beserta charger lalu memberikannya pada Freya. Baru saja mulut Freya terbuka hendak mengucapkan terima kasih, Devan langsung menghentikannya.
"Diam!"
Freya kembali menelan kata-katanya. Kepala gadis itu mengangguk tanda mengerti. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena Freya lagi-lagi mengganggunya.
"Ini nama bluetooth-nya apa? Aku juga mau dengar musik dari hape, hehehe.."
"JBL Reflect Flow."
Walau sebal, tapi Devan akhirnya menjawab juga pertanyaan gadis itu. Lebih baik dia mendengarkan musik daripada terus berbicara. Freya mengambil ponselnya, mengaktifkan bluetooth di hape androidnya seraya memasang earphone itu ke telinganya. Dia langsung mencari koneksi JBL Reflect Flow lalu menyambungkannya. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti alunan musik yang didengarnya. Dan Devan pun bisa bernafas lega, duduk tenang tanpa diganggu gadis itu lagi.
***
Empat puluh lima menit waktu yang ditempuh oleh kereta Whoosh berakhir sudah. Kini kereta cepat tersebut sudah memasuki stasiun Halim. Freya melepas earphone, memasukkan asal ke dalam tasnya lalu bersiap untuk turun. Sambil membawa traveling bag miliknya, dia keluar dari kereta. Devan yang berada di belakangnya dengan cepat melewatinya. Tanpa melihat ke arahnya, pria itu berjalan cepat menuju pintu keluar.
Sebisa mungkin Freya mengejar langkah Devan. Namun kaki pendeknya tidak bisa menyusul kecepatan kaki Devan yang memiliki langkah lebih panjang darinya. Ketika gadis itu sampai di pintu keluar, Devan sudah masuk ke dalam mobil mewah yang menjemputnya. Kini gadis itu hanya terpaku di bagian luar stasiun. Memandangi lalu lalang kendaraan di depannya.
KRIUK
Terdengar suara alam dari dalam perutnya. Freya pun memandang berkeliling, mencari tempat untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Gadis itu kemudian menuju security yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Pak, kalau tempat makan di mana ya?"
"Ada di skybridge. Dari sini lurus aja, belok kiri lalu naik ke atas."
"Makasih, Pak."
Freya segera berjalan mengikuti petunjuk security tersebut. Sesampainya di skybridge, dia melihat banyak stand yang menyaksikan aneka makanan. Freya berjalan melewati deretan stand, memilih makanan yang cocok untuknya dan tentunya dengan harga yang terjangkau oleh dompetnya. Gadis itu berhenti di depan stand yang menyajikan menu nasi goreng. Dia memesan nasi goreng dengan harga paling murah dan air mineral sebagai minumnya.
Sambil menikmati nasi gorengnya, gadis itu segera menghubungi temannya. Tapi sayang, temannya itu ternyata sedang tidak berada di Jakarta. Dia baru saja pulang kampung bersama kedua orang tuanya. Otak Freya berputar cepat, di mana dirinya akan tidur hari ini.
Makanan Freya sudah habis dilahapnya sejak satu jam lalu, namun gadis itu masih betah berada di tempat duduknya. Dia menimbang-nimbang, apakah akan tetap berada di Jakarta atau kembali ke Bandung. Kepalanya menggeleng cepat. Dia tidak mungkin kembali ke Bandung. Freya kemudian mencari-cari kost-an dengan harga terjangkau. Tapi di kota besar seperti ini, tentu saja sangat sulit. Uang yang dimilikinya hanya bisa membuatnya bertahan hidup beberapa hari saja di kota metropolitan ini.
Freya menghembuskan nafas panjangnya. Tak enak juga berlama-lama di tempat makan ini. Apalagi sang pemilik tenant sudah meliriknya beberapa kali. Gadis itu mengambil traveling bagnya lalu berjalan menuju stasiun LRT. Hari ini dia akan menyusuri Jakarta menggunakan LRT. Kalau masih belum dapat solusi, maka Freya memutuskan akan kembali ke Bandung saja.
***
Sejak tiba di stasiun Halim, Freya memutuskan untuk berkeliling menggunakan LRT. Hampir di setiap stasiun gadis itu turun. Menyusuri daerah sekitar lalu melanjutkan perjalanan menggunakan LRT. Sudah sepuluh stasiun yang dikunjunginya. Dan sekarang dia berada di daerah Kuningan. Hari juga sudah mulai gelap. Terdengar adzan isya dari masjid yang berada tak jauh darinya.
Freya mengayunkan kakinya menuju masjid. Usai melakukan shalat isya berjamaah, gadis itu masih betah berada di dalam masjid. Sempat terpikir olehnya tidur di masjid saja. Namun dia buru-buru menepis pikiran itu. Gadis itu pernah mendengar cerita, ada musafir yang tertidur di masjid dan ketika bangun dirinya sudah berpindah, bukan di dalam masjid melainkan di dalam bedug. Freya tidak mau itu terjadi pada dirinya. Bagaimana kalau tiba-tiba dia dipindahkan ke atas genting.
Dengan cepat Freya mengambil traveling bagnya lalu keluar dari masjid. Dia berjalan pelan menyusuri trotoar. Lagi-lagi perutnya berdendang minta diisi. Kepala Freya menoleh ke kanan dan kiri, mencari tempat makan ramah kantong. Lalu di sebuah jalan yang mengarah ke gang, dia melihat warung Padang yang tidak terlalu besar. Gadis itu segera melangkahkan kakinya ke sana.
"Bu.. di dekat sini ada kost-an ngga?" tanya Freya pada pemilik warung sambil memakan makanannya.
"Ada, Mbak. Terus aja jalan sekitar lima ratus meter, nanti nemu kost-an. Tanya aja sama orang lewat."
"Harga per bulannya berapa, Bu?"
"Satu juta kalau tidak salah."
"Waduh, mahal amir. Langsung habis duit gue," batin Freya.
Dengan cepat Freya menghabiskan makanannya. Setelah membayar makanan, dia memutuskan kembali ke jalan besar. Gadis itu membatalkan niatnya untuk menyewa kamar kost. Dengan langkah gontai dia kembali menyusuri jalan hingga akhirnya sampai di jalan besar. Dia duduk sebentar di bangku semen yang ada di trotoar seraya memijit betisnya yang terasa pegal karena banyak berjalan hari ini.
Mata Freya menatap kosong ke arah jalan yang masih dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Kehidupannya dua bulan terakhir ini sudah seperti roller coaster saja. Awalnya dia bahagia ketika kekasihnya mengajaknya menikah. Namun belum sempat pria itu melamarnya, dia akhirnya tahu kalau kekasihnya diam-diam menjalin hubungan dengan sepupunya, anak Paman tempatnya tinggal selama dua tahun terakhir.
Tak sampai situ, Sang Paman memohon padanya agar mau membantunya melunasi hutangnya yang sudah menumpuk. Dia diminta menikahi seorang pria tua berusia 74 tahun demi melunasi hutang Pamannya. Mimpi apa dia semalam harus menikah dengan pria yang pantas menjadi kakeknya. Akhirnya dia nekad kabur dari rumah, meninggalkan persoalan hutang piutang sang Paman. Masa bodoh dengan konsekuensi yang akan diterima Pamannya karena tidak bisa menepati janji menikahkan dirinya dengan lelaki tua bangka itu.
Kepala Freya menoleh ketika mendengar suara sirine ambulans. Tiba-tiba saja terlintas sebuah ide di kepalanya. Dengan langkah cepat dia berjalan menuju rumah sakit yang hanya berjarak seratus meter saja. Dipandanginya bangunan rumah sakit di depannya.
Ya.. malam ini dia bisa menginap di sini. Siapa yang akan tahu kalau dia hanya menumpang tidur di sini. Pasti orang-orang dan petugas medis akan menyangka kalau dirinya adalah keluarga pasien. Dengan langkah mantap, Freya berjalan memasuki lobi rumah sakit. Dua security yang berjaga di depan pintu masuk tidak menaruh curiga padanya.
"Akhirnya gue dapat tempat menginap malam ini" batin Freya senang.
***
Ada bae akalnya si Freya😂
klo kamu menikmati tidur seranjang ma Devan, udh mendingan tidur nya mulai skarang jangan pisah kamar lg Frey..lagian mana ada suami istri tidur nya koq pisah kaaamar 🤦♀️
Ya ditunggu saja Tiara bakal kena amarah Devan atau bagaimana nanti.
tapi harusnya poin ke empat Devan tidak setuju pisah kamar