Agistya dan Martin awalnya pasangan yang bahagia.
Namun, semuanya berubah saat Agistya hamil di luar rencana mereka.
Martin yang ambisius justru membencinya dan merasa hidup mereka berantakan.
Tak lama setelah anak mereka lahir, Martin menceraikannya, meninggalkan Agistya dalam kesendirian dan kesedihan sebagai ibu tunggal.
Dalam perjuangannya membesarkan sang buah hati, Agistya bertemu dengan seorang pria yang baik hati, yang membawa kembali kebahagiaan dan warna dalam hidupnya.
Apakah Agistya akan memaafkan masa lalunya dan membuka hati untuk cinta yang baru?
Bagaimana pria baik ini mengubah hidup Agistya dan buah hatinya?
Apakah Martin akan menyesali keputusannya dan mencoba kembali pada Agistya?
Akankah Agistya memilih kebahagiaannya yang baru atau memaafkan Martin demi keluarganya?
Semuanya terjawab di setiap bab novel yang aku update, stay tuned terus ya!✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
"Tya ... Ayo!" Bisik Gisel, lalu tangannya menarik Tya agar mau masuk ke dalam ruangan.
Tya pun menurut, daripada Dimas tambah mengamuk dan yang lainnya bisa kena imbas juga.
Dimas berjalan pelan, mengekori Tya dan juga Gisel yang masuk lebih dulu ke dalam ruangan untuk di obati.
***
Dimas belum bisa mulai bekerja, matanya terus fokus pada Gisel yang sedang mengompres dingin bagian tangan Tya yang memerah, di sofa ruangannya.
"Tangan kamu basah ya pas pegang colokan?"
"Engga kok, tapi mungkin lembab ya? Tiba-tiba percikan apinya keluar saat aku sambungin colokannya."
Dimas mendengarkan dengan seksama pembicaraan kedua wanita itu, matanya pun tak bisa lepas dari tangan Tya yang jadi korban korsleting listrik itu.
"Gisel, apa perlu dia di bawa ke rumah sakit?" Tanya Dimas.
"Ng-ggak usah pak, ini cuma—" Tya menyahut sebelum Gisel menjawab.
"Saya nanya sama Gisel, bukan sama kamu!"
Tya langsung menunduk, antara malu dan juga takut dengan sikap Dimas saat ini, "M-maaf." Ucap Tya terbata.
Gisel akhirnya membuka suara, saat sudah mengecek keseluruhan tangan Tya yang memerah.
"Engga sih pak, ini juga udah agak reda."
"Kasih dia tugas ringan aja hari ini Sel, jangan sampai besok dia alasan gak masuk gara-gara tangannya masih sakit." Ucap Dimas dengan wajah dinginnya.
"I-iya pak." Kata Gisel patuh.
Pantes anak-anak lain pada kesel sama ini orang, aku juga bisa ngerasain sekarang! Huh ... sebel banget harus ada di ruangan ini. Batin Tya.
.
.
Sudah cukup lama Gisel mengompres tangan Tya, sampai akhirnya Tya berbisik untuk di sudahi saja, karena tidak nyaman berada terlalu lama di dalam ruangan ini.
Gisel pun terkekeh di buatnya, dia mengerti dan langsung merapihkan semua peralatan p3k ke dalam kotaknya.
Melihat hal itu, lagi-lagi Dimas bersuara. "Beneran udah kamu pastiin sembuh Sel? Saya gak mau sampai dia kenapa-napa."
"Mm .. Maksud saya, jangan sampai berimbas pada pekerjaan, nanti salah semua kerjaannya gara-gara kamu asal obatinnya." Ucap Dimas kembali meralat kata-katanya.
Gisel sedikit geram, kenapa tidak Dimas saja yang mengecek sendiri, daripada dia harus mengoceh dari jauh tanpa melihat secara langsung.
"Bapak liat aja sendiri deh." Ucap Gisel sedikit kesal.
Dimas tidak menjawab, matanya lalu kembali fokus pada laptopnya, dia baru bisa mulai bekerja ketika Gisel dan Tya terlihat sudah tenang dan mulai mengobrol sambil tertawa.
"Pak saya permisi, terimakasih sudah mengizinkan ruangannya di pakai untuk mengobati saya." Ucap Tya.
Gisel yang mendengar Tya berkata seperti itu hanya bisa menahan tawanya, karena Gisel tau Dimas tidak akan merespon apapun.
"Hm." Ucap Dimas.
Tya kemudian keluar dari ruangan.
Terlihat mesin fotocopy sedang di urus oleh beberapa team teknisi termasuk Revan. Revan yang melihat Tya sudah keluar dari ruangan Dimas pun berjalan menghampiri. "Tya kamu gak apa-apa kan?" Tanya nya khawatir.
"Engga Van, ini udah baikan kok."
Pintu ruangan Dimas tiba-tiba terbuka, menampilkan Gisel yang keluar dengan tergesa, "Revaaaaan!!!! Kata Pak Dimas kerja yang fokus, gak pake ngobrol!"
Tya langsung kembali ke meja kerjanya, sedangkan Revan hanya bisa menggaruk kepalanya, sedikit heran dengan sikap Dimas yang mendadak menjadi ketat seperti ini padanya, padahal biasanya Dimas sangat santai ketika Revan dan team sedang mengerjakan perbaikan apapun.
Jam makan siang hari ini, Tya sudah ikut terkontaminasi oleh Sirli yang suka sekali membicarakan Dimas saat di luar kantor, tadi Tya sudah mengajak Gisel makan siang bersama lewat chat, tapi Gisel menolak karena masih banyak pekerjaan.
"Kesel kan? kesel kan? Baru tau rasa kamu Mbak." Kata Sirli dengan antusias mendengarkan cerita Tya di dalam ruangan Dimas tadi, tangan dan mulutnya sibuk dengan soto kuning yang sudah di hidangkan.
Hari ini Tya tidak membawa bekal, karena Ibunya sedang sibuk membuat pesanan, 2 kompornya sedang di gunakan sejak pagi buta.
Semenjak mendapatkan gaji pertama, Tya mulai meminta bantuan pada tetangganya untuk menjaga Kevin hanya di saat Ibunya sedang ada kesibukan, seperti membuat pesanan kue atau ada acara lain.
***
Seminggu kemudian, kantor sudah melewati masa Audit.
Tya dan karyawan lainnya mulai ceria kembali, bersenda gurau di saat jam kerja di saat Dimas tidak ada di ruangan, tapi ketika Dimas kembali ke ruangan, semuanya kembali fokus bekerja seperti biasanya.
Hari ini, Tya membawa kue coklat yang ibunya buat, sebenarnya ibunya khusus membuat satu kotak untuk Dimas, dan dua kotak lainnya untuk di bagi, tapi dari pagi hingga siang Dimas belum muncul juga, bahkan hingga jam pulang kantor ... Tya terpaksa membagikan satu kotak kue coklat bagian Dimas pada karyawan lain, daripada di bawa pulang kembali.
Gisel belum menginfokan apapun soal ketidakhadiran Dimas, begitupun Tya yang tidak ingin menanyakan, khawatir muncul gosip lain nantinya.
"Enak banget kue coklat ibu kamu Tya." Puji Gisel, tangannya terus mengambil potong demi potong kue yang tersedia di meja kerja Tya.
"Iya makasih ya, kalau mau pesen bisa chat aku Sel."
"Oke sip." Kata Gisel, mulutnya penuh dengan kue coklat yang Tya berikan.
.
.
Terhitung satu Minggu lamanya, Dimas belum juga muncul. Tanpa Tya harus mencari tau, berita muncul dari beberapa temannya bahwa Dimas sedang pergi berlibur.
"Mungkin liburan sama cewe yang waktu itu." Kata Sirli pada teman-temannya.
"Pantes aja udah lama gak masuk kantor, kamu tau dari siapa Sir? Gisel?"
"Iya, tadi aku kepo haha."
Selamat berlibur setelah kesibukan Audit, kali ini pilihan kamu sudah benar Dim.
***
Tengah malam.
Tya menggendong Kevin dan ibunya yang berjalan dengan cepat menuju ruang IGD di sebuah rumah sakit.
Sudah 3 hari ini Kevin demam, dan Paracetamol tidak mempan sama sekali, malam ini demamnya cukup tinggi disertai dengan mimisan, Tya panik begitu juga ibunya ... Mereka langsung membawa Kevin menuju rumah sakit pukul 23.00, menggunakan mobil tetangganya.
Kevin terpaksa harus menjalankan perawatan intensif di rumah sakit, akibat dehidrasi karena sulit makan dan minum berhari-hari, kulit dan bibirnya pun pucat.
Tya terus menangis, sambil memegang sebelah tangan Kevin yang sedang di infus, anak kecil itu terkulai lemah di atas ranjang rumah sakit.
Setelah melewati beberapa tes pemeriksaan ternyata HB ( sel darah merah) dalam tubuh Kevin rendah, itu yang membuat tubuhnya drop dan membutuhkan transfusi secepatnya, masalahnya golongan darah Kevin sama dengan golongan darah papanya, Martin.
Persediaan darah di rumah sakit sedang habis, jadi mau tidak mau Tya harus putar otak bagaimana caranya mendapatkan donor darah untuk anak satu-satunya itu.
"Bu Tya harus gimana Bu?" Ucap Tya sambil terisak.
thank you Thor 😘😍🤗
semangat lanjut terus yaaa 💪💪😘🤩🤗🤗
ini nih slh satu org Kufur..
Tdk bersyukur...