Disarankan baca "Dear, my first love" dulu ya🙃
"Kalo jalan yang bener, pake mata dedek."
Tangan Shawn setia berada di pinggang Zuya agar gadis itu tidak terjatuh dari tangga. Dan lagi-lagi gadis itu menatapnya penuh permusuhan seperti dulu.
Pertemuan secara kebetulan di tangga hari itu menjadi awal hubungan permusuhan yang manis dan lucu antara Shawn dan Zuya, juga awal dari kisah cinta mereka yang gemas namun penuh lika-liku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 - Ternyata laki-laki itu dosen
"Siapa gadis itu?"
tanya laki-laki bersuara bas tadi. Namanya Adam. Sahabat Shawn yang menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan keluarga Shawn. Dia juga akan yang akan menggantikan Shawn untuk sementara, mengambil alih posisi direktur utama. Karena mulai hari ini laki-laki itu akan bekerja di kampus ini sebagai profesor.
Tentu Shawn tidak akan memakai nama besarnya yang terkenal di kalangan orang-orang atas. Dia tidak mau pekerjaan di tempat ini terganggu kalau para jurnalis mengetahui keberadaannya dan ingin mewawancarainya. Apalagi maksudnya bekerja dikampus ini yaitu untuk melakukan pengembangan terhadap sebuah kasus yang sedang dia teliti, yang akan sangat berguna bagi perkembangan perusahaannya ke depan.
"Shawn?"
Adam memanggil Shawn lagi karena pandangan laki-laki itu masih tertuju ke anak tangga. Padahal Zuya sudah tidak menghilang dari pandangan mereka dari tadi.
"Ha? Kau tanya apa tadi?" Shawn balik bertanya. Ia tidak fokus tadi.
"Aku tanya siapa gadis kecil tadi, kau kenal?"
"Oh, namanya Zuya. Adik ipar dari wanita yang hampir menjadi tunanganku dua tahun lalu." jawab Shawn santai.
Adam mengernyitkan mata. Mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang pernah dijodohkan dengan laki-laki itu. Tapi karena dia tidak ingat juga, dia memutuskan untuk cuek saja.
"Kenapa kau mencariku?" Shawn mengubah topik. Biasanya kalau Adam mencarinya pasti tentang urusan perusahaan.
"Kau lupa tanda tangani ini." Adam menyerahkan map ditangannya kepada Shawn.
"Urusan seperti ini kau saja yang tanda tangani mulai besok dan seterusnya. Kau lupa aku sudah menyerahkan posisiku padamu sampai urusanku di sini berakhir?"
Adam tahu. Namun rasanya aneh saja karena dia sudah terbiasa menjadi bawahan Shawn kalau dikantor. Jadi saat mengemban tugas sebagai pemimpin laki-laki itu masih cukup canggung.
"Mulai sekarang kau bertanggung jawab penuh atas perusahaan. Kau bisa meminta bantuanku hanya pada masalah yang tidak dapat kau selesaikan. Aku akan lebih fokus dikampus ini mulai besok dan seterusnya." kata Shawn. Adam tertawa. Laki-laki ini memang Shawn yang dia kenal. Selalu serius pada apa yang dia katakan dan kerjakan.
"Aku dengar kau disuruh mengajar hari ini, oleh profesor Sunan."
"Ya, aku akan ke kelas sekarang. Kau kembali saja."
"Baiklah, kalau ada apa-apa aku akan langsung menghubungimu."
Kedua laki-laki itu itu pun berpisah. Shawn berjalan ke arah aula jurusan bisnis, Adam sendiri keluar kampus.
Di tempat lain, ketika Zuya memasuki ruangan kelas manajemen bisnis, kelas tersebut sepi sekali. Hanya ada dua orang mahasiswi yang hendak keluar dari dalam kelas.
"Zuya?" salah satu dari dua mahasiswi itu menyapa Zuya. Namanya Warni. Mereka adalah teman sekelas Zuya, sama-sama jurusan bisnis.
"Yang lain kemana, kok nggak masuk kelas? Sekarang ada kelas management bisnis kan? Atau aku yang salah jadwal?" Zuya menatap kedua cewek itu bergantian. Masalahnya tidak ada teman-teman mereka yang lain, jelaslah dia tanya.
"Nggak Zu, kita yang salah kelas." sahut Warni.
"Salah kelas?"
"Iya, kelasnya dipindah ke aula. Aku dengar prof Sunan nggak akan mengajar kelas manejemen bisnis lagi semester ini. Sudah diganti ke dosen baru, yang lebih muda. Penasaran deh siapa tuh dosen." timpal Ayu, cewek yang satunya lagi.
"Ya udah yuk, ayo cepat ke sana. Nabila WhatsApp aku katanya semua mahasiswa yang datang terlambat kena hukum, dosen muda baru itu galak katanya."
Ayu dan Warni keluar dengan cepat. Mereka setengah berlari. Zuya pun mau tak mau berjalan cepat-cepat mengikuti dua cewek itu. Ketika mereka sampai, aula sudah hampir penuh. Ternyata ada banyak yang ambil kelas management bisnis juga.
Ada sekitar empat orang yang berdiri di depan, entah orang-orang tersebut sedang apa Zuya tidak peduli. Ia belum melihat penampakan sang dosen muda yang di sebut-sebut menggantikan prof Sunan. Dengan cueknya gadis itupun melangkah ke dalam. Padahal Warni dan Ayu tidak berani.
"Zuya, Zuya." Ayu bersuara pelan memanggil nama Zuya. Mungkin karena Zuya masuk paling belakang jadi ia tidak melihat bagaimana ekspresi laki-laki yang tengah berdiri di depan papan tulis besar.
Warni dan Ayu sudah berhenti, badan mereka panas dingin saking takutnya. Laki-laki yang diyakini mereka adalah dosen baru tersebut wajahnya memang sangat tampan, namun tatapan dinginnya begitu menusuk bak pedang bermata dua.
"Sekali lagi aku bilang, aku sangat tidak suka ada yang terlambat saat aku mengajar. Kau yang baru masuk, berhenti di sana!"
Nada suara itu rendah namun menggelegar. Semua orang dalam aula diam, mereka semua fokus pada Zuya. Gadis itu yang merasa suara besar dari belakang tertuju padanya, dia pun berbalik.
Ketika pandangannya bertemu dengan pemilik mata keabu-abuan yang meneriakinya tadi, mata Zuya melebar. Ternyata Shawn. Ia melihat dalam mata Shawn kalau pria itu juga kaget melihatnya.
Apes.
Mereka kembali bertemu. Lagi dan lagi. Padahal Zuya baru bilang selamat tinggal dengan senang hati karena tahu mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
Laki-laki itu seorang dosen? Masa sih? Setahu Zuya bukan, dulu kak Aerin pernah bilang profesinya apa. Katanya laki-laki itu adalah seorang CEO di perusahaan milik keluarganya. Kok tiba-tiba jadi dosen sih?
"Kamu, maju ke sini!"
Shawn berseru galak.
Zuya mendengus dalam hati. Dasar tukang pura-pura. Mau tak mau dia pun maju. Ada banyak sekali orang dalam ruangan ini yang memperhatikannya. Walau Zuya sering sekali berbuat kacau, tapi dia juga punya urat malu.
"Lebih dekat." kata Shawn lagi. Zuya menatap dongkol pria itu. Si Shawn-Shawn itu sebenarnya mau apa sih? Kenapa cuma dia yang di suruh maju? Kan yang terlambat bukan dia doang.
"Kenapa terlambat?"
Zuya memutar bola matanya malas.
"Aku nggak tahu kalau kelasnya diganti, kalo tahu mana mungkin aku terlambat." sahutnya acuh tak acuh dan cukup ketus.
Ke-empat orang terlambat yang berdiri di dekat situ cukup tercengang karena melihat Zuya yang tidak ada takut-takutnya.
"Itu alasanmu saja. Semua yang ada di dalam sini sudah tahu kelasnya diganti. Kau lihat buktinya, mereka semua masuk kelas tepat waktu."
"Ih, kan aku nggak dapat kabarnya, ketua kelasnya nggak kabarin aku berarti. Jadi mana aku tahu om jelek!" balas Zuya refleks.
Suasana berubah riuh akibat suara Zuya yang bicara balik dengan beraninya pada Shawn, bahkan memanggilnya om. Ada embel-embel jeleknya pula.
"DIAM KALIAN SEMUA!"
Hening kembali.
Shawn menatap Zuya lagi dengan tatapan datar.
"Siapa namamu?"
Astaga. Pura-pura sekali. Padahal dia sudah tahu. Dasar laki-laki tukang akting.
"Zuya." jawabnya sebal.