Benar kata peribahasa.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa, Kasih Sayang Anak Sepanjang Galah. Itu lah yang terjadi pada Bu Arum, Ibu dari tiga orang anak. Setelah kematian suami, ketiga anaknya malah tidak ada yang bersedia membawa Bu Arum untuk tinggal bersama mereka padahal kehidupan ketiganya lebih dari mampu untuk merawat Ibu mereka.
Sampai akhirnya Bu Arum dipertemukan kembali dengan pria di masa lalu, di masa-masa remaja dulu. Cinta bersemi meski di usia lanjut, apa Bu Arum akan menikah kembali di usianya yang sudah tak lagi muda saat ia begitu dicintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Harus Lindungi Ibu.
Minuman dan kudapan sudah berada di atas meja, meski masih tampak tak menghormati Bu Arum namun Doni berusaha menampilkan menjadi seorang Tuan rumah yang baik.
"Jadi, katakan kepentingan kalian!"
"Anda mengenal saya, bukan? Saya sudah memperkenalkan diri tadi pada pihak keamanan rumah, tentang siapa saya." Pak Agam begitu berhati-hati dalam bicara, dia bersikap sopan padahal ingin sekali ia menceekiikk Doni dengan tangannya sendiri, sungguh pria iblis.
"Tuan Agam, tentu saja saya kenal. Apa saya terlalu tidak sopan menyambut Anda? Haruskah saya bersikap formal?" Doni mengangkat sebelah alisnya, tak ada rasa segan pada Pak Agam sekalipun.
"Tidak perlu, saya datang kesini sebagai calon keluarga. Saya sudah melamar Arum, dan akan menikah tiga hari lagi."
Pak Agam tersenyum ramah pada Shanum. "Ibu kamu sudah tiga minggu lalu datang ke kota ini untuk mencarimu, tapi Ibu pingsan di stasiun kereta. Kebetulan saya yang menemukan ibumu, Nak. Saya dan Ibumu... adalah teman masa kecil hingga kami remaja. Cerita pendeknya seperti itu, saat ini kami berdua sama-sama sendiri dan ingin saling menjaga di usia kami yang tidak muda lagi. Kamu dan suami mu, akan kami tunggu kedatangan kalian di pernikahan sederhana kami."
Shanum terus menggenggam tangan hangat sang ibu, wanita itu ingin bicara namun menahan semuanya.
"Bu, Alhamdulillah ada yang bisa jaga ibu mulai sekarang. Maafin Shanum nggak bisa jadi anak yang berbakti, Shanum__"
"Jangan katakan apapun, Nak. Ibu tau, ibu tau..." Bu Arum menguatkan putri bungsunya, ia tahu terjadi sesuatu pada anaknya karena firasat seroang ibu tak pernah salah.
"Shanum mau menginap di rumah saya? Mungkin Ibu butuh bantuan Shanum loh..." Pak Agam bicara dengan nada candaan, jangan sampai Doni mencurigai sesuatu.
"S-saya harus ijin Mas Doni, Pak."
"Ya harus, ijin suami adalah ridho untuk seorang istri saat akan melangkah keluar rumah. Nak Doni ijinkan?" Pak Agam melempar senyum.
"Tidak! Shanum harus selalu ada di samping saya, bahkan saat saya keluar kota atau luar negeri pun... saya akan membawanya!"
"Kalau gitu, Nak Doni ikut menginap juga. InsyaAllah rumah saya tidak sesempit kandang ayam, kheeee..." Pak Agam terkekeh, ingin menegur kesombongan Doni namun tanpa ketara.
"Tidak perlu! Saya tidak suka keramaian! Rumah Anda pasti sangat ramai karena persiapan pernikahan! Saya dan Shanum akan datang pas hari H."
Pak Agam gagal, tadinya dia masih berupaya untuk membawa Shanum menginap dan mungkin mengorek informasi dan memberitahu Shanum jika wanita itu dalam perlindungan Pak Agam.
"Baiklah, kami nggak akan memaksa. Iya kan, Rum."
"Iya, Mas."
Izy sejak tadi hanya bisa diam, mulut gadis itu sebenarnya gattaal ingin mengatai Doni tetapi ia tahu situasi mungkin tak akan baik bagi Shanum. Ia tahu tentang penyiiksaan Doni pada Shanum, karena beberapa kali gadis itu mendengar Ayahnya bicara dengan seseorang membahas Shanum.
.
.
.
Sementara Ahmad berdiri di depan rumah yang ada papan pengumuman jika rumah dijual.
"Loh, Teteh pindah kemana. Kok nggak bilang sih pindah rumah."
Ahmad kembali menghubungi sang kakak, namun nihil. Sejak terakhir kali bicara di restoran, Yasmin tak pernah lagi angkat telepon dari Ahmad.
"Duh, mana jauh kesini. Kasihan Pak supir, apa cari hotel murah dulu ya. Untung saja Pak Agam ngasih buat uang bensin, duh malu sih tapi gimana lagi uang ku diambil Astri semua."
Ahmad akhirnya memutuskan mencari hotel termurah, ia akan tidur satu kamar bersama sang supir.
Esoknya, Ahmad keluar kamar hotel untuk mencari tempat makan. Ia sudah check-out dari kamar, namun langkahnya terhenti di lobi hotel saat ia melihat kakaknya sedang bicara berduaan dengan seorang laki-laki tetapi bukan Halim. Tanpa berpikir panjang Ahmad menemui sang kakak.
"Teh! Astaghfirullah! Apa-apaan ini?! Kenapa Teteh berduaan dengan pria lain? Gimana kalau Bang Halim liat Teteh?!" maksud Ahmad baik, dia menegur kakaknya namun Ahmad salah paham.
"Dek, kok kamu ada disini?"
"Jawab dulu, Ahmad. Ini siapa?"
"Ini klien dari perusahaan Teteh kerja, kamu tunggu disana... Teteh mau bicara sebentar lagi dengan Pak Bastian. Maaf ya, Pak. Ini adik lelaki saya."
"Oh, silahkan. Tak apa-apa! Lebih baik kamu bicara dulu dengan adikmu, saya tidak terlalu sibuk dan saya bisa tunggu kamu disini."
"Ya Allah, Pak. Anda orang baik, maaf sekali lagi." Yasmin menarik tangan Ahmad.
Ahmad menilik penampilan kakak perempuannya yang kini sudah berhijab. "Kakak pake kerudung sekarang? Dulu aja, diminta Ibu sama Bapak nggak nurut."
"Jangan ngedumel kamu, Dek. Teteh nggak ada waktu ladenin kamu, Teteh sibuk cari nafkah. Kamu lagi ngapain disini, bukannya jagain Ibu sih. Katanya Ibu mau nikah, kenapa kamu nggak bantu Ibu."
"Ya justru itu, Ahmad ngabarin Teteh tiga hari lagi Ibu nikah bahkan foto calon suami Ibu Ahmad kirim ke Teteh. Dekor rumah juga Ahmad rekam dan kirim ke Teteh Video nya. Kenapa Teteh nggak ada kabar dan nggak ngasih jawaban datang apa enggak ke nikahan Ibu!"
"Teteh nggak bisa ambil cuti kerja, Teteh baru masuk satu minggu."
"Oh iya, kenapa Teteh kerja lagi. Bukannya Bang Halim nggak bolehin Teteh kerja setelah nikah?"
"Panjang ceritanya, yang pasti sekarang Teteh kerja dan nggak banyak waktu luang. Teteh harus hidup mandiri, jadi wanita kuat buat hidupin Lily ponakan kamu."
"Teteh ada masalah sama Bang Halim?"
"Iya, tapi kamu nggak usah repot ngurusin masalah Teteh. InsyaAllah Teteh mampu ngurusin masalah Teteh sendiri, yang Teteh mau... kamu jaga Ibu sebaik-baiknya. Belum tentu calon suami Ibu baik, kamu harus selalu lindungi Ibu, ya!"
Ahmad masih ingin bicara, namun Yasmin melihat jam di pergelangan tangan. "Teteh masih ada pertemuan lain dengan klien di perusahaan tempat Teteh kerja selain Pak Bastian. Bilang maaf sama Ibu, Teteh nggak bisa dateng ke nikahan Ibu. Acaranya kan hari Minggu, perjalanan dari kota ini ke kota Shanum makan waktu sehari penuh. Hari senin... Teteh harus kerja lagi, kamu ngerti kan Dek!"
"Tapi Teh..."
"Udah ya, jaga kesehatan Dek."
Yasmin pun kembali bicara dengan klien nya, wanita yang sudah menggugat cerai suaminya itu berusaha menata hidupnya kembali yang sebentar lagi akan menyandang status Janda.