Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Acara Makan Malam
Sudah dua hari Aluna tidak pulang ke rumah, ia tinggal di apartemen ditemani oleh Elgar. Setelah tahu kebenaran akan Hariz membuat Aluna tidak ingin kembali ke rumah itu. Hari sebelumnya juga Aluna sudah menemui pengacara keluarganya yaitu Roger untuk membantunya mengurus proses perceraiannya.
Awalnya Elgar akan mengenalkan Aluna pada pengacara lain, tetapi Aluna teringat dengan pengacara keluarganya yang pernah berpesan siap untuk membantunya jika ada masalah lagi dalam rumah tangganya. Alhasil Aluna memutuskan untuk memakai jasa Roger untuk membantunya.
Pada malam hari, sekitar pukul setengah tujuh malam, Aluna sedang bersiap untuk menghadiri acara makan malam bersama Hariz. Aluna memutuskan untuk tetap melanjutkan acara makan malam itu, bukan karena ingin bertemu dengan Hariz melainkan untuk menghormati janji dengan pasangan Bramantyo itu.
Setelah bersiap selama setengah jam Aluna pun keluar dari kamarnya.
"Elgar, aku sudah siap," ucap Aluna.
Elgar memandang Aluna tanpa berkedip. Perempuan di hadapannya terlihat cantik dengan dress hitam ketat dengan pajang sampai batas lutut yang menampilkan lekuk tubuhnya, tanpa lengan, dan kerah yang sedikit terbuka. Rambut panjang bergelombang Aluna biarkan terurai, tetapi masih nampak rapi.
"Elgar," panggil Aluna.
"Ya, apa?" gagap Elgar.
"Kenapa memandangku seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" Aluna memerintahkan penampilannya.
"Kamu sangat cantik, Aluna," puji Elgar. "Bodohnya Hariz berselingkuh dengan wanita tua itu."
"Elgar …," tegur Aluna.
Laki-laki itu hanya tersenyum tipis.
"Baiklah, ayo berangkat. Jangan menatapku seperti itu. Kamu sangat mengerikan, Aluna." Elgar tertawa dengan menunjukkan deretan giginya.
Aluna pun berangkat dari apartement bersama dengan Elgar. Sebelumnya Aluna juga sudah mengubungi Hariz dan mengatakan bahwa mereka akan bertemu di tempat makan malam itu.
Tiga puluh lima menit kemudian, sampailah Aluna di salah satu hotel berbintang, di mana ada restoran mewah di dalamnya. Tempat itu adalah tempat pilihan Arleta.
Elgar menghentikan laju mobilnya di lobi. Seorang penjaga mendekat dan membantu membukakan pintu untuk Aluna.
"Aluna," panggil Elgar sebelum Aluna turun.
"Kabari aku jika keadaannya memburuk," pesan Elgar.
"Tentu." Aluna mengangguk lantas turun dari mobil.
Aluna berjalan masuk ke Hotel, ternyata Hariz sudah menunggunya di kursi tunggu. Hariz menegurnya, tetapi Aluna menghindar. Ia tidak ingin berbasa-basi dengan Hariz.
"Kamu berubah, Aluna. Apa karena laki-laki itu?" tanya Hariz pelan tetapi penuh tekanan.
Aluna tertawa sinis mendengar perkataan Hariz. Dirinya malas untuk merespon perkataan Hariz, tetapi laki-laki itu terus mengajaknya untuk berdebat.
"Kalau kamu memang ada hubungan dengan pria lain, setidaknya carilah pria yang lebih kaya dan tinggi derajatnya darimu." Hariz tertawa miring seolah sedang mengejek Aluna.
"Hariz, jika kamu ke sini hanya untuk menudingku, sebaiknya kita batalkan saja acara makan malam ini," ucap Aluna tanpa menoleh ke arah Hariz. Ia memandang lurus ke depan dan tidak menunjukkan kemarahannya pada Hariz.
"Kamu!" Hariz menahan amarahnya saat ia sadar mereka menjadi pusat perhatian.
Aluna memilih untuk meninggalkan Hariz, ia berjalan lebih dulu ke arah restauran. Tidak ada pilihan lain bagi Hariz selaun menyusul Aluna.
Keberadaan restoran ada di bagian timur dari lobi. Aluna berjalan cepat, tidak peduli dengan tatapan orang di sekitarnya. Saat Aluna akan masuk ke restoran Hariz mencekal lengan Aluna.
"Apa kita akan mau bertemu mereka dengan cara seperti ini?" tekan Hariz. "Setidaknya tunjukkan pada mereka jika kita pasangan yang harmonis."
Aluna mendengkus menganggapi ucapan Hariz. Secara tidak langsung Hariz menyuruhnya untuk berakting dan Aluna tidak menyukai itu.
"Lakukan apa yang aku mau!" Hariz menekuk sikunya, mengisyaratkan pada Aluna agar menggandengnya. Meskipun enggan Aluna tetap mengikuti Hariz.
"Ini untuk terakhir kalinya," ucap Aluna lirih tetapi masih bisa didengar oleh Hariz.
Keduanya berjalan bersama menunjukkan senyuman mereka pada pegawai restoran yang menyapa mereka. Setelah itu mereka diarahkan ke ruang private yang sudah dipesan oleh pasangan Bramantyo itu.
Sampai di ruangan itu ternyata Arleta dan Adrian belum datang. Aluna langsung menjauhkan tangannya dari tangan Hariz.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Aluna?" Hariz bertanya pada Aluna dengan menahan rasa kesal. "Kamu begitu menyebalkan!"
Aluna masih tetap bungkam, ia malas berada dekat dengan Hariz, rasanya begitu sesak seperti tidak ada atmosfer di tempat itu.
"Aluna!" Hariz menarik lengan Aluna memaksa sang istri untuk melihat ke arahnya.
"Lepas!" Aluna memberontak, tetapi cengkraman tangan Hariz sangat kuat.
Beruntungnya pertengkaran mereka tidak berlanjut, sebab keduanya mendengar ada yang datang mendekat.
"Lepas!" Aluna dengan cepat menarik diri memberikan jarak dengan Hariz.
Hariz sangat kesal dengan sikap Aluna, tetapi demi menyambut tamu pentingnya laki-laki itu menahan diri. Saat suara langkah kaki semakin dekat Hariz merapikan penampilannya.
"Kalian sudah datang rupanya."
Aluna dan Hariz menoleh ke asal suara, Arleta datang bersama Adrian. Terlihat hubungan keduanya sangat harmonis dan juga romantis di usia mereka yang sudah tidak muda lagi.
"Aluna!" Arleta memeluk Aluna. "Tante merindukan dirimu."
Setelah berbasa-basi mereka duduk di kursi masing-masing, duduk dengan posisi saling berhadapan. Tidak berselang lama berbagai makanan datang dan tersaji di meja panjang itu.
Keempatnya mulai makan dan obrolan kembali terjadi. Saat ini obrolan mengarah pada bisnis. Aluna mendengarkan pembicaraan itu dengan ekspresi datang. Rasa muak Aluna rasakan ketika Hariz berlaga memuji dirinya.
"Maaf saya menyela pembicaraan kalian." Aluna mengusap sisa makanan yang ada di bibirnya. Suara Aluna yang begitu lembut membuat semua orang menoleh ke arahnya. "Saya mau izin ke toilet." Aluna menunjukkan senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Silahkan, Aluna," ucap Adrian diikuti senyumnya.
"Mau Tante temani?" tawar Arleta.
"Tante tidak perlu repot-repot," tolak Aluna.
"Saya permisi sebentar." Aluna mendorong kursi ke belakang, berdiri, dan setelah itu meninggalkan ruangan.
Aluna berjalan ke arah toilet setelah bertanya letak toilet ke pegawai restoran. Langkahnya begitu menggebu-gebu, ekpresi wajahnya menandakan kemarahan. Begitu sampai di toilet Aluna berdiri di depan wastafel diikuti tarikan napas yang begitu panjang kemudian menghembuskannya kembali. Ia melakukannya beberapa kali sampai merasa sesak di dadanya menghilang.
Beberapa saat kemudian Aluna masih berdiri di tempat yang sama menatap pantulan dirinya sendiri. Jika boleh jujur Aluna lebih memilih untuk tetap berada di toilet dari pada harus di satu tempat yang mewah bersama Hariz.
Menyedihkan!
Itulah yang Aluna lihat dari pantulan dirinya sendiri.
Aluna kembali diperlihatkan oleh bayangan Hariz ketika laki-laki itu menikah dan bercinta dengan perempuan lain. Menjijikan!
Perasaan Aluna kembali memburuk, ia memilih untuk membasuh wajahnya lantas mengeringkannya dengan beberapa lembar tisu.
"Aluna."
Suara yang sangat familiar itu membuat Aluna menoleh.
"Tante Arleta." Aluna membuang tisu bekas ke dalam tempat sampah.
"Semuanya baik-baik saja?" tanya Arleta.
"Ya," elak Aluna.
Arleta menunjukkan senyumnya lantas mengusap sisi wajah Aluna. "Jangan berbohong, Sayang. Matamu tidak bisa berbohong."
Aluna menunduk menghindari tatapan Arleta.
"Sudah Tante katakan sebelumnya, anggap saya sebagai keluarga kamu," bujuk Arleta. "Apa ada yang terjadi antara kamu dengan suamimu?"
Aluna tidak langsung menjawab. Ia justru kembali merasakan sesak jika harus menjelaskan apa yang sedang terjadi.
"Tante …." Aluna memeluk Arleta dan terisak di sana. Beruntung saat itu tidak ada pengunjung lain yang berada di dalam toilet. "Laki-laki itu memiliki istri lain selain aku," ungkap Aluna. "Bahkan mereka sudah menikah lebih dari satu setengah tahun yang lalu."
"Benarkah?" Arleta terkejut, tetapi sebisa mungkin Arleta bersikap tenang.
"Aku muak berada di dekatnya. Aku merasa sesak di dalam sana," aku Aluna di sela isak tangisnya.
"Tenanglah, Sayang." Arleta mengusap-usap punggung Aluna.
"Dia belum tahu jika aku sudah mengetahui hal ini," ucap Aluna lirih lantas menarik diri untuk memberikan jarak dengan Arleta.
"Siapa wanita itu? Aku akan memberinya pelajaran," tanya Arleta.
Aluna menatap Arleta seakan ragu untuk bicara, tetapi Arleta mendesak dengan tatapannya.
"Camelia," jawab Aluna.
"Camelia …?" Arleta berpikir, sepertinya nama itu tidak asing baginya.
"Yang aku dengar dia teman Anda, Tante," ucap Aluna.
"Emmmm … ya aku ingat. Anaknya yang akan kami jodohkan dengan anak laki-laki Tante," ucap Arleta.
"Aku juga sedang mengumpulkan bukti sebanyak mungkin agar aku bisa segera memproses perceraianku dengan cepat." Aluna berdiri membelakangi meja wastafel.
"Apa yang bisa Tante bantu?" tanya Arleta. "Mau Tante carikan pengacara?"
Aluna kembali mengadap Arleta sambil berkata, "tidak, Tante. Terimakasih banyak. Aku sudah menemui pengacara keluargaku yang dulu. Beliau akan membantuku."
"Baiklah. Tapi jika nanti kamu butuh bantuan Tante jangan sungkan, langsung katakan," pesan Arleta yang langsung dianggukki oleh Aluna. "Sekarang hapus air matamu. Jangan tunjukkan sisi lemahmu pada laki-laki seperti itu."
Aluna mengangguk sambil mengusap cairan bening yang ada di sudut matanya. Keduanya lantas kembali ke tempat makan.
-
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang