Bagaimana perasaanmu jika teman kecilmu yang dahulunya cupu, kini menjadi pria tampan, terlebih lagi ia adalah seorang CEO di tempatmu bekerja?
Zanya andrea adalah seorang karyawan kontrak, ia terpilih menjadi asisten Marlon, sang CEO, yang belum pernah ia lihat wajahnya.
Betapa terkejutnya Zanya, karena ternyata Marlon adalah Hendika, teman kecilnya semasa SMP. Kenyataan bahwa Marlon tidak mengingatnya, membuat Zanya bertanya-tanya, apa yang terjadi sehingga Hendika berganti nama, dan kehilangan kenangannya semasa SMP.
Bekerja dengan Marlon membuat Zanya bertemu ayah yang telah meninggalkan dirinya sejak kecil.
Di perusahaan itu Zanya juga bertemu dengan Razka, mantan kekasihnya yang ternyata juga bekerja di sana dan merupakan karyawan favorit Marlon.
Pertemuannya dengan Marlon yang cukup intens, membuat benih-benih rasa suka mulai bertebaran dan perlahan berubah jadi cinta.
Mampukah Zanya mengendalikan perasaannya?
Yuk, ikuti kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velvet Alyza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perangkap
Marlon membuka matanya, dari balik tirai terlihat matahari sudah terang. Mengapa Radit atau Zanya tidak membangunkan dirinya, padahal hari sudah sesiang ini, pikir Marlon. Ia pun bangun dan duduk, namun ia mendapati dirinya tidak mengenakan pakaian sehelai pun. Padahal selama sebulan ini ia sudah mulai bisa tidur mengenakan baju lengkap tanpa merasa sesak, tapi kenapa ia tidak memakai baju?
Marlon mengedarkan pandangannya, dan tersadar, ini bukan kamarnya! Ia pun panik, di mana ini? tanyanya dalam hati. Marlon mencoba fokus, lalu ia sadar, ia berada di kamar hotel. Bagaimana bisa? Kenapa ia berada di sini? Marlon terus bertanya-tanya.
"Kak Marlon! Kamu udah bangun dari tadi?" Ayra keluar dari kamar mandi memakai jubah mandi dan handuk di kepalanya.
"Ayra?" tanya Marlon bingung. Ia mengingat-ingat, apa yang membuatnya berada di sini bersama gadis ini? Ah! Semalam ia merasa pusing, lalu tidak ingat apa-apa lagi, dan ketika ia bangun, ia sudah berada di sini bersama Ayra, itu artinya...
"Aku gak menyangka kamu seagresif ini..." Ujar Ayra sambil duduk di samping Marlon. "Kenapa perasaan itu kamu pendam-pendam selama ini? padahal kan kamu tau bahwa aku juga cinta sama kamu, dan aku pasti mau melakukannya sama kamu..." lanjutnya dengan manja.
Marlon membelalakkan matanya. "Melakukan apa?" tanyanya.
Ayra tersenyum manja, lalu menyentuh lengan Marlon dengan telunjuknya. "Melakukan yang semalam kamu lakukan..." Desahnya.
Marlon bergidik, lalu mendorong tubuh Ayra menjauh. "Aku gak melakukan apapun sama kamu, Ayra! terakhir aku sadar, kita berada di taman... Ah! Minuman itu! kamu masukkan apa di dalam minuman itu? Kamu menjebakku, Ayra!" Marlon marah.
"Kenapa kamu setega ini, Kak?! Setelah apa yang kamu lakukan, kamu gak mau bertanggung jawab, malah nuduh aku menjebak kamu? Kamu jahat!" Ayra menangis histeris.
Marlon tidak mengindahkan tangisan Ayra, tanpa sepatah kata pun ia segera memakai pakaiannya kembali, lalu segera pergi meninggalkan kamar hotel sambil menelepon seseorang.
***
Karena Zanya dan Radit kebingungan dengan hilangnya Marlon, mereka menghubungi Dwi, dan Dwi pun datang ke wisma untuk memeriksa. Mereka sudah memeriksa rumah orangtua Marlon, tapi hasilnya pun nihil.
"Ah, ini dia! Akhirnya Pak Marlon menelepon!" Ujar Radit kepada Dwi dan Zanya. Ia segera mengangkat telepon dari Marlon.
"Baik, Pak!" Jawab Radit.
"Apa katanya?" Dwi bertanya pada Radit.
" Pak Marlon meminta kita batalkan semua jadwalnya hari ini." Jawab Radit.
Radit dan Zanya pun menelepon ke beberapa orang untuk membatalkan janji temu Marlon hari ini.
***
Marlon berlari menuju kursi taman tempat semalam ia duduk bersama Ayra.
Sesampai di kursi taman itu, Marlon melihat ke sekelilingnya, ia menunduk melihat kolong kursi. "Sial, botolnya udah gak ada!" Umpatnya.
Mungkin para pekerja kebersihan sudah mengambil botol itu untuk di buang, atau Ayra sendiri yang membuang botol itu. Marlon terduduk, ia frustasi, satu-satunya bukti yang ia punya adalah botol minuman dari Ayra itu. Jemari Marlon menyisir rambutnya dengan kasar, ia kesal sekaligus merasa tidak berdaya, sekarang ia tidak punya bukti, apalagi saksi.
***
Marlon tiba di kantor pukul 11 siang, wajahnya terlihat kusut. Ia melewati meja Radit dan Zanya tanpa berucap sepatah kata pun, membuat Zanya dan Radit saling tatap, mereka berdua bingung oleh sikap Marlon sejak pagi tadi, mulai dari ia tidak tidur di wisma tanpa mengabari, tidak mengangkat telepon, tiba-tiba membatalkan semua jadwal, dan sekarang ia tidak bicara sepatah kata pun.
Gilang datang ke kantor CEO dengan wajah marah, Radit dan Zanya langsung waspada.
"Di mana Marlon? Saya mau ketemu sekarang juga!" Gilang bicara dengan ketus.
Radit coba menenangkan. "Maaf, Pak, tunggu sebentar, saya tanya beliau dulu, apakah bersedia..."
"Tidak perlu! Biar saya langsung masuk saja!" Ujar gilang sambil berlalu dan langsung masuk ke ruangan Marlon. Zanya mencoba mengejar, namun terlambat, Gilang sudah membuka pintu Marlon.
Marlon sedang berpikir keras untuk mencari jalan keluar masalahnya, bagaimana caranya ia membuktikan bahwa ia tidak melakukan apapun pada Ayra.
Brakk!
Marlon terkejut oleh suara pintu yang dibuka dengan kasar, Ia melihat Gilang muncul dan berjalan ke arahnya. Apalagi ini? Pikir Marlon.
"Nikahi Ayra!" bentak Gilang sambil melempar beberapa lembar foto ke meja Marlon, dan salah satu foto itu jatuh ke lantai. Di foto itu ada gambar Marlon dan Ayra sedang tidur, dan mereka terlihat tanpa busana, hanya tertutup oleh selimut.
Marlon menggertakkan giginya, ternyata dalang kelicikan ini adalah Gilang. Pasti Gilang menyuruh Ayra memancing dirinya agar mau menemui Ayra, lalu dibuatlah skenario seolah-olah Marlon telah tidur dengan Ayra.
"Kamu ajak dia ke hotel, kamu tiduri dia, lalu kamu pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab? Jangan harap kamu bisa lolos dari ini, aku punya bukti kuat untuk menuntut kamu!" Gilang berapi-api.
"Tidak mungkin!" Zanya setengah berteriak.
Marlon terkejut, rupanya Zanya mengikuti Gilang. Masuk, Gilang pun terkejut oleh suara Zanya.
"Kamu tau apa? Jangan ikut campur! Ini urusan saya dan Marlon." bentak Gilang.
"Tidak mungkin! Semalam Ayra yang mendatangi Pak Marlon, dan Pak Marlon berkata hanya akan pergi sebentar, kalau dia memang berniat ke hotel, tidak mungkin akan berkata sebentar!" Zanya mencoba membela Marlon, ia tahu Marlon tidak mungkin berbuat seperti itu.
"Bagaimana kalau setelah bertemu Ayra dia jadi terbawa nafsu? Tidak ada yang tidak mungkin!" Ujar Gilang.
"Saya tidak meniduri Ayra! Saya tidak pernah suka pada Ayra, apalagi bernafsu!" Bantah Marlon frustasi.
"Kalau begini, aku tidak punya pilihan lain selain mendatangi keluarga kamu, biar mereka yang menilai foto-foto ini! Kehormatan anakku sangat berharga! Kamu tidak bisa berbuat seenaknya!" ancam Gilang, lali ia keluar dari ruangan Marlon.
Zanya menatap Marlon yang terlihat frustasi, ia ingin membantu tapi tidak tahu bagaimana caranya.
Marlon menatap Zanya tak berdaya. "Aku gak melakukannya..." Ujarnya setengah berbisik, kemudian ia menunduk, tak sanggup menatap Zanya lagi.
"Bagaimana dengan CCTV hotel, Pak? Apa kita bisa meminta rekaman CCTV di sekitar kamar itu?" Tanya Zanya.
Marlon menengadah, kembali menatap Zanya, akhirnya ada solusi! "Ya, itu bisa jadi solusi. Kalian berdua Radit bisa bantu aku untuk itu?" Marlon kembali bersemangat.
"Serahkan pada kami, Pak." Ujar Zanya, kemudian ia keluar dari ruangan Marlon.
"Aku gak boleh menyerah, pasti ada jalan! Aku harus melawan kelicikan Gilang dan Ayra!"
Marlon terus mencari cara agar bisa keluar dari perangkap yang dibuat oleh Gilang ini. Pasti ada celah untuknya keluar, ia hanya perlu fokus dan tenang agar menemukan celah itu.
Tal lama, Radit dan Zanya datang ke ruangan Marlon.
"Bagaimana? Kalian berhasil mendapatkan rekamannya?" Tanya Marlon penuh harap.