Genre: Urban Fantasy dengan elemen Aksi dan Misteri
Garis Besar Cerita:
"Power" adalah sebuah novel web yang mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Arya Pratama yang hidup di Jakarta tahun 2030. Dia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan supernatural untuk mengendalikan listrik. Namun, kekuatan ini membawanya ke dalam konflik berbahaya antara kelompok-kelompok rahasia yang memperebutkan kendali atas kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Bayangan Di Balik Cahaya" episode 11
Seminggu telah berlalu sejak konferensi pers yang menggemparkan. Markas Persaudaraan Elemen kini menjadi pusat perhatian. Setiap hari, ratusan orang berkumpul di luar, sebagian memohon bantuan, sebagian lainnya hanya ingin melihat "para pahlawan baru" dengan mata kepala sendiri.
Arya berdiri di depan jendela kantornya, memandang kerumunan di bawah. Ia menghela napas berat.
"Kau terlihat lelah," suara Citra mengejutkannya.
Arya tersenyum lemah. "Yah, tidur empat jam sehari akan melakukan itu padamu."
Citra mengangguk simpatik. "Kita semua bekerja keras. Tapi kau tidak perlu menanggung semuanya sendiri, Arya."
Sebelum Arya bisa menjawab, Rama masuk dengan tergesa-gesa. "Guys, kalian harus lihat ini."
Mereka bergegas ke ruang kontrol utama. Di sana, Bima dan Dara sudah menunggu, mata mereka terpaku pada layar besar yang menampilkan berita terkini.
"...sekelompok orang dengan kekuatan elemen menyerang sebuah bank di pusat kota. Mereka mengaku sebagai bagian dari 'Persaudaraan Elemen' dan menuntut pengakuan dari pemerintah..."
Arya menatap layar dengan tidak percaya. "Itu bukan kita. Siapa mereka?"
"Entahlah," jawab Bima. "Tapi mereka menggunakan nama kita, dan kekuatan mereka terlihat asli."
Nyi Roro, yang baru saja bergabung, angkat bicara. "Ini pasti ulah kelompok yang sama yang ada di balik ledakan di pelabuhan. Mereka mencoba memancing kita."
"Dan berhasil," gumam Dara. "Kita harus menghentikan mereka sebelum reputasi kita hancur."
Arya mengangguk tegas. "Baiklah. Citra, Rama, kalian tetap di sini. Koordinasikan dengan pihak keamanan dan cari tahu sebanyak mungkin tentang kelompok ini. Bima, Dara, kalian ikut denganku. Kita akan ke lokasi."
Dalam hitungan menit, Arya, Bima, dan Dara sudah berada di lokasi kejadian. Situasi kacau. Api berkobar di beberapa titik, air mengalir tidak terkendali dari hidran yang rusak, dan angin kencang menerbangkan puing-puing.
"Mereka benar-benar tidak main-main," kata Bima, mengamati kerusakan di sekitar.
Arya mengangguk. "Kita harus hati-hati. Mereka mungkin lebih kuat dari yang kita kira."
Tiba-tiba, sebuah bola api melesat ke arah mereka. Dara dengan cepat menciptakan perisai air, memadamkan serangan itu.
"Wah, wah, lihat siapa yang datang," sebuah suara mengejek terdengar. Dari balik asap, muncul tiga sosok. Seorang pria dengan api di tangannya, seorang wanita yang dikelilingi angin puyuh kecil, dan seorang pria lain yang berdiri di atas bongkahan batu melayang.
"Siapa kalian?" tanya Arya tegas.
Pria dengan api itu tersenyum sinis. "Kami? Kami adalah masa depan. Kalian hanyalah relik masa lalu yang mencoba bertahan."
"Apa mau kalian sebenarnya?" tanya Bima.
Wanita dengan kekuatan angin menjawab, "Kami ingin dunia tahu bahwa era baru telah dimulai. Era di mana yang kuat berkuasa."
Tanpa peringatan, mereka menyerang. Api, angin, dan batu bergerak dalam harmoni mematikan ke arah tim Arya.
Pertarungan sengit pun tak terelakkan. Arya menggunakan kekuatan barunya untuk mengendalikan energi serangan musuh, Bima menggunakan kekuatan tanahnya untuk menciptakan perlindungan, sementara Dara menggunakan air untuk memadamkan api dan melawan angin.
Namun, musuh mereka ternyata lebih terlatih dan terkoordinasi. Tim Arya mulai kewalahan.
"Mereka terlalu kuat!" seru Dara, terengah-engah.
Arya, dengan darah mengalir dari luka di pelipisnya, menggertakkan gigi. "Kita tidak boleh menyerah. Terlalu banyak yang dipertaruhkan di sini."
Saat situasi tampak semakin tidak menguntungkan, sebuah kilatan cahaya menyilaukan muncul di antara mereka. Ketika cahaya itu memudar, sosok Guru Bayu berdiri di sana, auranya memancarkan kekuatan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
"Cukup," kata Guru Bayu, suaranya bergema dengan otoritas. Dengan satu gerakan tangannya, ia menghentikan serangan musuh dan menarik mereka mengunakan kekuatannya.