Dendam petaka Letnan Hanggar beberapa tahun lalu masih melekat kuat di hatinya hingga begitu mendarah daging. Usahanya masuk ke dalam sebuah keluarga yang di yakini sebagai pembunuh keluarganya sudah membawa hasil. Membuat gadis lugu dalam satu-satunya putri seorang Panglima agar bisa jatuh cinta padanya bukanlah hal yang sulit. Setelah mereka bersama, siksaan demi siksaan terus di lakukan namun ia tidak menyadari akan perasaannya sendiri.
Rahasia pun terbongkar oleh kakak tertua hingga 'perpisahan' terjadi dan persahabatan mereka pecah. Tak hanya itu, disisi lain, Letnan Arpuraka pun terseret masuk dalam kehidupan mereka. kisah pelik dan melekat erat dalam kehidupannya. Dimana dirinya harus tabah kehilangan tambatan hati hingga kembali hidup dalam dunia baru.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya???
Penuh KONFLIK. Harap SKIP bagi yang tidak biasa dengan konflik tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Menahan diri.
POV Bang Hanggar on.
Seluruh anggota berjaga di sekitar. Dengan perasaan tak karuan aku membawa Arlian turun ke sungai. Istriku itu terus bersandar di bahuku, tak hentinya air matanya terus berlelehan begitu pula denganku. Sekuat-kuatnya diriku sebagai manusia namun kali ini adalah saat dimana titik terendahku sebagai seorang suami juga sebagai seorang pria begitu di uji.
"Hanyutkan Lian..!!" Pinta istriku lirih sambil berderai air mata.
"Apakah kamu tau, air yang mengalir akan membawa seluruh 'dosa' kita ikut terbawa arus?" Kataku dengan tenang namun tidak dengan perasaanku.
Perlahan kubuka seragam yang kugunakan untuk menutupi tubuh istriku tapi dirinya menolak ku. Ia menutupi kembali tubuhnya dengan rapat.
"Disini hanya ada kamu dan Abang. Tidak ada orang lain..!!" Kataku lagi. Aku tetap berusaha untuk membuka pakaianku yang menempel di tubuhnya.
Aku menggunakan sedikit penerangan untuk memeriksa tubuh istriku hingga ke 'akarnya'. Syok.. jelas kurasakan. Hatiku terasa terhantam saat aku melihat noda di sekitar pahanya dan aku menyentuhnya, itu adalah darah bercampur cairan 'haram' yang memanaskan sekujur tubuhku. Arlian menepis dan menyingkirkan tanganku tapi aku tidak peduli.
Aku lemas, Arlian pasti lebih hancur dariku. Aku kembali mendengar rintihannya. Kupeluk istriku dan 'kuperiksa' tubuhnya dengan tanganku sendiri. Sungguh rasanya aku nyaris pingsan tapi aku harus tetap berusaha kuat.
"Biarkan Lian mati... Lian wanita yang kotor..!!" Jeritnya.
Kupeluk tubuh istriku dengan erat, kubiarkan dia menumpahkan tangisnya di dadaku yang penuh dengan luka. Aku tidak yakin Arlian bisa sekuat itu menginginkan perpisahan denganku.
"Liaan tidak pantas menjadi istri Abang. Lian buta, merepotkan dan sekarang Lian wanita yang teramat hina."
Rasanya aku pun tak sanggup lagi mendengar semua ucap Arlian. Aku membawa Arlian mandi di bawah guyuran air sumber di pegunungan. Tubuhnya menggigil kedinginan, Arlian terkejut dan refleks memelukku, nampak istriku begitu gelagapan juga ketakutan tapi aku harus melakukannya. Aku bukannya tidak sakit hati, tapi ada hal yang lebih penting daripada sekedar sakitnya perasaanku.
Kulepaskan perlahan dekapanku dan terlihat Arlian meraba-raba sekitar dan terus mencariku dalam rasa takut dan cemasnya.
"Abaaang.. Abaaaaaang.. Abaaaaaang.." Pekik Arlian tak karuan dan jujur saat ini aku menangisi keadaan istriku, aku bukannya tidak tau rasa takutnya, rasa khawatirnya, rasa sakit dan rasa bersalahnya, aku hanya ingin Arlian tau bahwa perpisahan bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah.
"Siapa yang kamu cari?" Tanyaku.
Istriku Arlian kembali histeris dan mencari keberadaan diriku.
"Abaaang..!!!" Jeritnya meraung-raung sesenggukan.
"Abang disini..!!" Kataku dengan posisi yang lebih dekat dengan jatuhnya air terjun yang lebih deras.
Seketika Arlian langsung menyambarku seakan tau letak posisiku. Aku tak tega untuk melepaskannya lagi. Kembali kupeluk dirinya dengan hangat, aku menyambutnya dengan cintaku.
"Liaan.............."
"Jangan katakan apapun lagi. Abang tidak ingin mendengarnya. Jangan melakukan sesuatu tanpa seijin Abang lagi. Abang tidak menyukainya." Ucapku menenangkan Arlian meskipun mungkin saat ini kata-kataku belum mampu di cernanya. "Dalam mata dan hati Abang tidak ada cela untuk dirimu, setiap apapun yang telah terjadi pada kita manusia, semua adalah kehendakNya. Jangan di sesali, jangan pernah di ingat..!!"
Aku mendudukkan Arlian dan menyandarkannya pada sebuah batu besar, ku mandikan istriku dengan hati-hati. Kini sudah tidak ada lagi perlawanan darinya, matanya terbuka namun kecemasanku tetap membayang, diamnya Arlian dengan tatapannya yang tidak biasa membuat hatiku ikut ketakutan. Sikap Arlian yang tidak menentu, di tambah hormon kehamilannya membuat awal dari 'hancurnya kewarasan' seorang Arlian. Semoga tidak akan pernah terjadi.
POV Bang Hanggar off..
...
Bang Hanggar menyelimuti Arlian. Dokter Sarah menepuk punggung Bang Hanggar. Wanita itu sudah menjelaskan keadaan Arlian pada Bang Hanggar tentang hasil pemeriksaan fisik maupun psikis Arlian.
Kata terima kasih mengantar Dokter Sarah keluar dari kamar. Bang Bowo pun turut menepuk bahu Bang Hanggar. Ia membiarkan sahabatnya itu untuk bisa istirahat agar kondisi mental Letnan Hanggar lebih tenang.
"Bagaimana keadaan Hanggar?" Bisik Bang Raka.
"Aku sudah memberinya obat 'penenang' saat penanganan lukanya tadi agar Hanggar bisa istirahat. Tapi yang aku heran, obat itu seakan tidak berfungsi. Dia tidak lelah sama sekali." Kata Bang Bowo.
"Kita standby saja disini, jangan sampai ada kejadian Lian pergi lagi atau mungkin Hanggar yang keluar ring untuk 'membalas' perlakuan mereka." Saran Bang Raka. "Info kecolongan tadi sudah menjadi cambuk bahwa 'keributan' yang terjadi sudah membuat pertahanan kita ikut melemah."
"Kurasa lebih baik begitu." Jawab Bang Axcel yang sudah berada disana.
"Tapi sungguh aku penasaran Bang. Lian tidak bisa melihat, tapi keluar sendirian... sebenarnya malam tadi dia mau kemana?" Gumam Bang Rumbu.
Adzan subuh sudah tiba, Laras menghampiri Bang Raka dan yang lainnya.
"Sebenarnya malam itu Laras diam-diam menemui Lian untuk bicara, tapi karena keadaan disini tidak leluasa, Laras mengajak Lian bicara di luar, di dekat bukit. Tapi sungguh Laras tidak tau kalau ternyata ada penyelinap yang bisa masuk dalam pertahanan mereka dan berpura-pura sebagai pasien." Kata Laras.
"Jadi kamu yang buat masalah ini?????" Bang Axcel terbawa emosi, hampir saja Bang Axcel menghantam Laras tapi Bang Raka segera menghadang dan melindungi Laras.
"Tolong Cel, ini bukan saatnya keras dan menghajar perempuan. Fokuskan semua pada Hanggar dan Lian. Biar soal Laras, aku sendiri yang akan mendidiknya." Ujar Bang Raka ikut cemas memikirkan keadaan Laras. Gadisnya itu selalu ceroboh dalam bertindak.
"Apakah dunia ini seringan itu dalam menyelesaikan masalah???? Laras.. perempuan yang kau lindungi itu sudah mencelakai Arlian. Apa matamu tidak melihat keadaan Lian, lihatlah keadaan Hanggar..!!!!!"
"Aku tau. Sungguh aku minta maaf..!!" Secepatnya Bang Raka menarik tangan Laras dan menjauhkannya dari rekannya.
Memang tindakan Bang Raka nampak kurang etis namun sungguh dirinya tidak ingin Laras terlibat masalah lebih jauh lagi, apalagi emosi para sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.
//
"Laras hanya ingin minta maaf dan menjelaskan bahwa ucapan Laras kemarin semuanya bohong. Laras tidak pernah berbuat apapun dengan Bang Hanggar. Laras takut dan memilih tempat yang sepi. Kalau Laras masuk di kamar Lian pasti Bang Hanggar akan marah." Jawab Laras sesenggukan.
"Kenapa kamu seceroboh ini, dek. Seharusnya kamu bicara dengan Abang. Jangan memutuskan apapun sendirian." Tegur Bang Raka tak kalah penuh penyesalan. "Sekarang apapun itu, Abang tidak bisa membuat pembelaan apapun di depan Hanggar. Jika Abang berada pada posisinya, mungkin Abang juga akan melakukan hal yang sama. Tidak ada suami yang kuat merasakan istrinya di acak-acak laki-laki lain." Kata Bang Raka.
"Tapi, Bang Hanggar tidak bereaksi apapun. Lian juga tenang."
"Kamu belum mengenal Lian, kamu juga tidak paham bagaimana watak Hanggar. Saat ini yang Abang takutkan, Hanggar sedang memendam rasa sakitnya sendirian. Kau tau, laki-laki 'tanpa suara' jauh lebih berbahaya."
.
.
.
.
mbak nara yg penting d tunggu karya terbarunya
buku baru kpn mbak.. 🙏 penasaran sm mbak Fanya dn Bang Juan.