Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Penyelamatan
Adhara terus berteriak memanggil Langit yang nekat menghajar pembegal.
"Langit, udah biarin nggak usah nyerang!" teriakan Dhara disertai suaranya yang khawatir.
Satu pembegal yang memegang celurit kini lepas dari tangan warga yang sudah datang.
"Lo hajar dia sampe lengah, biar gue yang bunuh dia!" Murka pembegal itu.
Adhara melihat Langit akan diserang menggunakan senjata tajam milik pembegal tersebut. Gadis itu sangat khawatir bagaimana bisa menyelamatkan Langit.
"Lang, belakang lo awas!" teriak gadis itu berhasil membuat Langit menghindar sebelum terkena benda tajam tersebut.
Akhirnya dari sekian babak belur tubuhnya Langit tak sia-sia. Beberapa polisi datang dan menangkap dua pembegal kejam tadi.
Adhara lepas dari ikatan pembegal itu, ia langsung memeluk Langit. Langit terkejut, lalu ia membalas pelukan Dhara.
"Maafin gue, Lang, gue baru tau kalo di pertigaan ini tempat para begal yang kejam." ucapan Dhara dengan air matanya yang mengalir membasahi baju Langit.
"Nggak papa, nggak perlu minta maaf. Karena ini bukan salah lo, tapi salah mereka jadi orang nggak bener." ujar pemuda tampan melepas pelukan.
Dhara menghapus air matanya cepat, "Tapi, gara-gara gue lo jadi babak belur." kata gadis tersebut menatap wajah Langit.
"Sekarang gue anterin lo pulang sampe rumah dan kalo ada apa- apa hubungi gue aja."
"Iya, makasih ya, Lang, sekarang udah jam 4 sore nih." tutur Dhara menatap jam tangannya.
Perasaan Langit sudah tenang. Akhirnya seorang bintang yang sangat di sayangi olehnya tidak terluka.
"Ya udah, ayo naik." perintah Langit di angguki Dhara.
•••••••••
Sesampainya di rumah Adhara, ia berterima kasih pada Langit.
"Makasih Lang, udah nganterin gue sampe depan rumah." ucap gadis tersebut tersenyum.
Langit menatap kedua orang tua Dhara yang sudah ada di teras rumah yang tengah memperhatikan Langit dan Adhara.
"Iya, sama-sama, gue balik duluan ya." ujarnya tetapi di cegat oleh Dhara.
Gadis itu menoleh ke teras rumahnya yang sangat jelas disitu ada orang tuanya. "Kayaknya lebih baik lo ketemu sama orang tua gue dulu deh, ya ... bukannya apa-apa, tapi ... gue nggak maksa juga sih." kata Dhara menggigit bibir bawahnya.
"Bukannya gue nggak mau, tapi ini udah mau maghrib dan orangtua lo pasti pengen lo langsung masuk rumah." tutur Langit di depan gerbang rumah Dhara.
"Tapi, Lang ... ah, yaudah lah serah lo aja!" rengut Dhara kesal langsung masuk ke rumah dan meninggalkan Langit begitu saja.
Langit menunduk sekilas. "Kamu berhak marah pada saya karena memang saya bersalah. Saya tidak menuruti permintaanmu." batin Langit lalu pulang.
Kedua orangtua Dhara membiarkan putrinya masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. "Ternyata anak itu tetangga kita." lirih Sarah pada suaminya.
"Anak itu benar-benar anak yang baik. Ayah melihat karakternya yang cuek dan dingin." sambung Surya, ayah Adhara.
Ternyata rumah Langit sangat dekat dengan rumah Adhara, rumah lelaki itu berada di sebrang jalan rumah Dhara.
Sedangkan Adhara sendiri segera mandi dan beribadah shalat maghrib.
••••••••
"Dhara ..." panggil Sarah dari ruang tengah.
"Iya, Bun," jawab sang putri kesayangan itu.
"Tadi yang nganterin kamu siapa?" tanya bundanya.
"Anak orang lah, Bun, masa anak setan." jawab Dhara asal.
Sarah terkejut mendengar jawaban putrinya yang asal berucap sembarangan.
"Kamu nggak boleh ngomong seperti itu, kalo kamu kesal sama lelaki itu ya kalian selesaikan baik-baik, jangan bicara seperti itu lagi." tegas bunda Adhara.
Gadis itu hanya memutar bola matanya malas, "Huft! dia itu Langit Ragasena si ketua Osis plus ketua kelas yang dingin dan cuek. Sudah jelas, Bun?" nada bicara sang putri tersebut memang sudah amat kesal.
Tiba-tiba sang ayahnya Dhara datang dari luar rumah. "Harusnya kamu berterima kasih dan bersikap baik pada anak itu, kalau bukan karena dia sudah jadi apa kamu?" sahut Surya memarahi Adhara.
"Iya, Dhara salah, Dhara mau pergi ke rumah Vano." ucap gadis tersebut keluar sambil menggendong tas selempangnya.
Saat Dhara sudah di depan teras rumah, langkahnya terhenti karena melihat seseorang yang sudah berada di hadapannya.
"Gue tau kita sepupu, tapi plis lo jangan kabur lagi dari rumah. Gue cape ditelponin mulu sama bunda, dan ayah lo, ya ... maksudnya gue nggak mau lo kabur terus." ucap seorang Vano, sepupunya Adhara.
"Ke mana aja lo bulan lalu ngilang dua hari setelah gue pindah ke sini?" tanya Dhara dengan menaikkan alisnya.
Vano menunduk dan berkata lirih, "Saat lo di kabarin pindah ke sini, gue kecelakaan dan nggak pulang selama dua hari." Ucapan Vano membuat Dhara terkejut dan matanya berkaca-kaca.
"Van? lo serius? maafin gue ya, Van, gue beneran nggak tau kalo lo nyariin gue sampe ke sini." Dhara menangis menatap Alvano yang masih menunduk.
"Nggak papa, yang penting lo jangan main kabur dari rumah." balas Vano lalu mendongak dan memeluk Dhara.
Sang gadis itu menangis di pelukan sepupunya yaitu Vano. "Gue minta maaf sama lo." Tangisan Dhara memecah.
Sarah dan Surya pun keluar teras untuk menemui putrinya. "Ingat kata-kata Ayah tadi, kamu harus bersikap baik pada orang yang sudah menolongmu. Karena rasa yang orang itu rasakan belum tentu kamu tahu rasanya." sambung Sarah.
"Gue sengaja nggak pegang HP nggak nongkrong itu semua gue lakuin selama seminggu setelah gue kecelakaan, biar lo nggak nangis pas gue ceritain." kata Vano melepas pelukan.
"Terus keadaan lo gimana? ada yang parah?" Pertanyaan Dhara khawatir pada sepupu tampannya.
Vano menggeleng, "Luka gue nggak parah karena gue cuma kesrempet mobil dan pelakunya juga tanggung jawab."
"Syukur deh, gue masih banyak butuh lo tau nggak!" rengut gadis itu.
"Yang harusnya lo khawatirin sekarang adalah temen lo sendiri. Temen yang rela babak belur demi nyelametin lo dari begal." ujar Vano.
Dhara mengernyitkan keningnya, "Cowok itu? emang luka parah?" Dhara menatap Langit yang ada di depan rumah tengah mendengarkan semua obrolan Dhara tadi.
"Liat hoodie nya," lirih Vano seakan tau semuanya.
Mata Adhara menyipit mencoba memperjelas pandangannya. "R L"
"Maksud lo apa sih? RL itu apa?" bingung gadis itu tak mengerti.
Ini saat yang tepat untuk membongkar semuanya, Vano dan kedua orangtua Dhara sudah memiliki kesepakatan untuk menunjukan seseorang yang sangat Dhara impikan sejak 2 tahun yang lalu.
"Penulis impian lo," lirih Vano sontak membuat Adhara tak percaya.
Gadis yang mengaku sebagai penggemar seorang penulis terkenal di aplikasi X.
"Penulis Raga Langit?" Adhara sangat tak percaya bahwa Langit yang masih berdiri diam di depan rumah itu adalah...
"Nggak mungkin! penulis impian gue nggak di sini rumahnya," sang putri tetap ngeyel.
"Nggak percaya, tanyain aja langsung," perintah Vano.