Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Maling Teriak Maling
...----------------...
Rara berjalan perlahan setelah mencapai gerbang rumahnya. Ia baru pulang dari sekolah dan melihat mobil Ryan sudah parkir di halaman rumah. Itu artinya, Ryan pasti sudah ada di dalam sana. Rara tidak mau kedatangannya diketahui oleh Ryan. Jadi, seminimal mungkin perempuan itu tak membuat kegaduhan.
"Ah, sialan! Kenapa dikunci, sih?" decak Rara karena tidak berhasil membuka pintu rumahnya. Dia ingin menggedor pintu itu, tetapi takut Ryan akan mendengarnya di sebelah. Gadis itu berpikir sejenak lalu mengambil ponselnya dari dalam tas.
Rara menghubungi Rendi yang pastinya sedang menonton televisi di jam segini. "Halo, Ren. Buka pintunya!" ucap Rara dengan suara pelan setelah panggilan itu terhubung dengan adiknya.
"Pintu yang mana?" tanya Rendi tidak mengerti. Pasalnya, kenapa kakaknya harus menelepon untuk membuka pintu? Padahal tinggal teriak saja apa susahnya.
"Pintu rumah, lah. Masa pintu Doraemon?" Rendi mengernyit sambil menatap pintu depan rumahnya. Pintu rumah itu hanya berjarak beberapa meter saja dari tempatnya berada. Namun, dari tadi dia tidak mendengar seseorang yang mengetuk atau berteriak dari luar sana.
"Kak Rara lagi di mana memangnya?" tanya Rendi lagi.
Hal itu membuat Rara semakin kesal saja. Adiknya itu terlalu banyak bertanya. "Buka aja pintunya! Kakak ada di depan rumah," sungutnya. Nadanya terdengar pelan, tetapi penuh penekanan.
"Lah, udah di depan rumah kenapa nggak teriak aja, sih? Segala telepon, buang-buang kuota aja."
"Hadeuh ... nih, anak bawel banget, sih! Cepetan buka, ih ...!"
"Rara? Kamu baru pulang? Kenapa nggak langsung masuk?"
Suara Salma yang baru datang dari acara pengajian membuat Rara terlonjak kaget. Ponselnya pun hampir terjatuh dari tangan, tetapi beruntung masih bisa dia tahan. Panggilan teleponnya dengan Rendi pun langsung dimatikan.
"Eh, Ibu ... ibu abis dari mana?" tanya Rara basa-basi, tetapi kedua matanya melirik ke arah rumah Ryan. Dia takut jika Ryan mendengar suara Salma yang memanggil namanya barusan.
"Abis dari pengajian," jawab Salma sambil memutar gagang pintu hendak masuk ke dalam rumah, "lah, kok, dikunci?" imbuhnya, lalu tanpa ragu tangannya hendak mengetuk pintu, tetapi urung lantaran Rara menangkap tangan itu. Bukannya apa-apa, Rara hanya tidak mau ibunya menambah keributan saja sehingga bisa terdengar oleh tetangganya.
"Nggak usah diketuk lagi, Bu. Aku barusan abis telepon Rendi. Kayaknya dia tidur makanya nggak denger waktu aku berkali-kali ngetuk pintu."
Ceklek!
Bersamaan dengan itu, pintu pun terbuka dari dalam. Tentu saja Rendi yang membukanya karena mendengar suara sang ibu dari luar.
Begitu pintu terbuka Rara langsung menyerobot masuk rumah. Salma dan Rendi merasa aneh dengan kelakuannya, tetapi mereka tidak mau bertanya.
"Kamu baru bangun tidur?" tanya Salma pada Rendi.
"Nggak, kata siapa?" Rendi menyanggahnya.
"Kata kakakmu barusan. Katanya dia ngetuk berkali-kali, tapi kamu nggak denger."
"Bohong! Orang Rendi lagi nonton TV dari tadi. Nggak denger tuh suara ketukan pintu. Malahan tadi kakak langsung tele—"
"Mungkin kamu lagi fokus nonton, makanya nggak denger suara ketukan pintu kak Rara," potong Rara langsung menghentikan penjelasan adiknya.
"Nggak mungkin. Aku nggak budek!" Rendi bersikeras. Dua bersaudara itu saling beradu tatapan tajam, sepertinya mereka akan berdebat. Salma hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas berat. Anak-anaknya selalu membuat kepalanya penat.
Tok! Tok! Tok!
Baru saja Salma hendak menghentikan pertikaian mulut di antara kedua anaknya, suara ketukan pintu dari luar membuat perhatiannya tersita. Begitupun dengan Rendi dan Rara.
"Tuh, denger! Dari sini terdengar jelas kalau ada yang ngetuk pintu, kan?" Rendi memperkuat alibinya. Dia tidak terima karena merasa difitnah oleh sang kakak.
"Udah-udah! Cepet buka pintunya! Lihat siapa yang datang!" titah sang ibu, tetapi Rendi malah kembali ke tempatnya semula. Menonton acara televisi kesukaannya.
"Heh, disuruh buka pintu, malah nonton TV!" hardik Rara pada adiknya.
"Emangnya ibu nyuruh aku?" seloroh Rendi dengan raut dingin. Ibunya memang tidak menyuruh secara spesifik siapa yang harus membuka pintu itu, tetapi sebagai seorang adik yang usianya lebih muda, seharusnya Rendi yang melakukannya. Begitulah pikiran Rara.
"Udah, ah! Kamu aja yang buka kenapa, sih? Ibu mau mandi dulu. Gerah banget tadi di pengajian nggak ada kipas angin," seru Salma menyuruh anak sulungnya, lalu melenggang pergi menuju kamarnya.
Rara mendengkus kesal. Tatapannya tajam menghunus pada sang adik yang hari ini begitu menyebalkan. "Awas kamu, ya!" ancamnya walaupun tak didengar oleh Rendi.
Rara pun membuka pintu, tetapi tak disangka jika Ryan adalah orang yang bertamu. Tak ayal pintu itu pun langsung ditutup dengan keras. Nahasnya, hidung Ryan terbentur pintu itu sampai terasa kebas.
"Aww!" pekik Ryan merasa kesakitan.
Rara yang mendengarnya pun merasa tidak tega. Bagaimanapun dia tidak sengaja. Pintu itu pun kembali dibuka. "Sory, sory ... nggak sengaja," ucapnya sambil meringis melihat hidung Ryan yang mengeluarkan darah, "pasti sakit?" imbuhnya lirih.
Ryan tak menjawab karena sepertinya Rara sudah tahu jawabannya. Hidung yang berdarah itu sebagai bukti nyata jika lukanya memang tak biasa. Lekas, Rara menggiring tubuh Ryan lalu mendudukkannya di kursi teras depan. Kemudian, Rara berlari ke dalam hendak mengambil kompres dan alat P3K untuk Ryan.
"Masih sakit?" Rara bertanya ketika sudah berhasil menyumbat darah yang keluar dari hidung Ryan. Kini, gadis itu sedang mengompres hidung lelaki itu dengan menggunakan es batu untuk mengurangi bengkak dan meredakan nyeri pada lukanya.
"Aku mau minta maaf masalah yang kemarin." Alih-alih menjawab pertanyaan Rara, Ryan malah berkata seperti itu. Hal itu membuat Rara mengingat kembali kejadian yang membuatnya malu. Gadis itu langsung menekan hidung Ryan dengan kompres di tangannya, lalu melepaskannya dengan sedikit keras, Ryan pun sontak menjerit kesakitan, refleks tangannya mengambil alih kompres yang hampir jatuh ke lantai.
"Aku punya alasan melakukan itu, Ra," ucap Ryan lagi dengan tatapan sendu. Hatinya seperti melesak ke dasar melihat Rara begitu acuh tak acuh.
"Apa alasannya masih sama? Kamu mau melindungi aku dari Pak Danang yang merupakan orang yang jahat dan suka melecehkan perempuan?" tanya Rara dengan tatapan penuh sindiran. Ryan pun mengangguk mengiyakan.
Rara tersenyum miris. Ryan terlihat seperti maling teriak maling. Apa dia tidak sadar dengan apa yang dilakukannya di tempat syuting?
"Jadi menurut kamu Pak Danang adalah orang messum," Rara mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memegang dagu. Ryan tersenyum melihat reaksi Rara yang sepertinya percaya dengan perkataannya karena mimik wajah Rara kini terlihat biasa saja.
Akan tetapi, senyuman itu perlahan sirna tatkala sorot mata Rara berubah laksana elang yang hendak menerkam mangsanya. Kepalanya mendekati wajah Ryan dengan perlahan. "Lalu bagaimana dengan kamu yang sengaja mencium paksa aku di depan banyak orang, hah? Apa itu nggak messum juga?" pekik Rara selanjutnya. Ryan sontak menelan saliva tanpa bisa menyanggahnya. Kedua matanya mengerjap tidak berdaya.
"Kamu bilang apa? Nak Ryan mencoba mencium paksa kamu di depan banyak orang?"
Belum selesai keterkejutan Ryan dengan respon Rara yang menyeramkan, pertanyaan Salma yang baru datang dari dalam rumah membuat lelaki itu seperti dihunus oleh dua pedang.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹