Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Menabuh genderang perang
Beberapa waktu kemudian, Agnia yang sudah mengenakan pakaian baru, datang menemui Airlangga yang duduk menatap hamparan langit gelap di balkon lantai dua. Menyadari kedatangan Agnia, pria itu langsung berdiri siaga. Bersikap profesional seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.
Namun yang dia dengar selanjutnya malah bertolakbelakang.
"Kau terganggu dengan sikapku tadi?"
Untungnya, Airlangga masih bisa tak bereaksi mendengar prediksi yang sebenarnya ingin ia jawab dengan 'iya'.
Agnia tersenyum kosong saat melihat Airlangga yang masih saja betah bersikap datar.
"Aku sungguh tidak bermaksud memanfaatkan mu untuk balas dendam. Aku hanya merasa, kau lah satu-satunya orang yang ada untukku hari ini. Meksipun..." air matanya mulai menetes dengan suara yang juga sudah mulai tercekat. "Kau selalu berkata melakukan hal itu karena kau ku bayar!"
Dada Airlangga tiba-tiba terasa berdenyut ketika melihat Agnia yang saat ini kembali bersedih. Ia mendecak lirih demi merasakan sensasi aneh dari dalam relung hatinya yang sukar ia tepikan.
Agnia menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan cepat. Berusaha mengembalikan keadaan yang mendadak menjadi canggung.
"Besok kita pulang!"
***
Keesokan harinya.
Pagi ini, Jovan sudah terlihat duduk di antara para direksi yang kesemuanya telah berpakaian rapih. Menunggu dengan cemas Agnia dengan suasana multi tafsir. Bingung harus bersikap bagaimana sekarang.
Dan setelah menunggu beberapa saat, Agnia datang dan terlihat begitu menawan dengan busana ala kantoran, yang begitu membuat tampilannya berubah total.
Agnia melangkah dengan tegap dan penuh percaya diri. Tak seperti biasanya dimana ia menoleh dan tersenyum dulu kepada Jovan, kini ia langsung mengambil tempat dan terlihat seperti tak terganggu oleh apapun.
"Dia terlihat biasa saja!"gumam Jovan dalam hati yang kian resah. Video tempo hari jelas membuat segala sesuatunya menjadi serba repot.
"Saya berterimakasih untuk waktu yang sudah di luangkan pada rapat mendadak kali ini!" ucap Agnia membuka rapat.
"Tapi sebelum semua, saya mau meminta maaf kepada bapak-bapak sekalian karena nomor saya satu Minggu ini tidak bisa di hubungi." lanjutnya.
Maka Jovan langsung menoleh dengan terkejut. Satu Minggu? Kenapa memangnya?
"Ponsel saya sedang tidak bisa di gunakan. Kita sama-sama tahu bahwa buatan manusia tak ada yang kekal. Tapi jangan khawatir, saya sudah meminta Marta untuk mengirimkan nomor saya yang baru. Bisa anda cek di pesan masing-masing!"
Saat yang lain sedang tekun menyimak dan mendengarkan, Jovan justru tampak langsung berpikir. Jangan-jangan video yang di kirim kemarin tidak masuk. Ah, ini berita bagus. Tapi, kenapa raut wajah Agnia terlihat tak ramah?
"Maksud saya mengundang anda sekalian kemari karena ada satu hal penting. " Agnia menjedanya dengan menghela napas dulu. " Dengan berat hati saya akan menurunkan beberapa nama. Ada beberapa aliran dana yang mengalir ke sejumlah rekening fiktif. Setelah ini, para jajaran direksi bisa memeriksa. Pak Jovan?" kata Agnia yang sengaja menekan nama Jovan pada akhir kalimat.
DUAR!
Jovan nyaris saja tersedak ludahnya sendiri sewaktu di panggil Agnia.
"Ada tiga rekening yang musti anda jelaskan kepada saya!" kata Agnia yang terlihat sangat kejam pagi itu.
"Apa, bagiamana dia bisa tahu?"
"Emmm rekening yang mana? Laporan keuangan sudah jelas di periksa dan di awasi oleh otoritas terkait!" ia menjawab dengan kelabakan.
"Martin maksud anda? Martin bahkan sekarang sudah di tahan oleh kepolisian karena kasus penggelapan dana."
Maka semua orang menatap Jovan yang kini wajahnya mulai memucat.
***
Jovan berlari mengejar Agnia yang berjalan angkuh bersama Airlangga. Wanita itu sungguh telah menabuh genderang pernah sekarang.
"Sayang, sayang tunggu dulu!" kata Jovan berusaha menggapai tangan Agnia.
Airlangga tak lepas menatap tangan Jovan yang sedari tadi berusaha menarik Agnia. Ia masih diam dan berusaha menyabarkan diri.
"Sayang, tunggu dulu. Kau bisa menanyakan hal itu langsung kepada ku kan tanpa mengindahkan para direksi. Jika begini, ini bisa fatal!"
"Fatal?" Agnia berhenti dan menjawab dengan berteriak.
Jovan langsung terdiam dan menoleh ke kanan dan ke kiri karena sejumlah karyawan lain yang melintas di sana menatapnya penuh selidik.
"Dengar Jovan. Selama ini aku sudah sangat mempercayakan perusahaan padamu. Bahkan sejak Ayah hidup. Tapi kenapa kau harus melakukan hal seperti ini? Kenapa Visya sampai tidak tahu perihal ini? Bukankah dia yang harusnya bertanggungjawab juga?"
Fix, Jovan meyakini sikap Agnia yang kesal saat ini adalah bukan karena video kemarin. Semua ini karena penggelapan yang kini sudah Agnia endus. Ya, kini Jovan yakin seratus persen.
"Sayang, aku bisa jelaskan. Tapi tolong kita bicara baik-baik!"
"Lepas!"
"Agnia!"
"Hey!" kali ini Airlangga menarik kuat tangan Jovan dan mencengkeram nya. Membuat pria itu bereaksi tak suka.
"Lepaskan sialan!"
Airlangga hanya membalas dengan tatapan mata tak suka lalu melempar tangan Jovan dengan kasar.
***
"Apa kau bilang? Kenapa harus aku yang mengundurkan diri?" Visya kesal karena Jovan malah memintanya resign karena Agnia sudah mencium kebusukan mereka.
"Tolonglah sayang. Agnia sudah tahu masalah ini. Aku harus berusaha mengambil hatinya lagi. Kau tahu, untung saja nomor Agnia tidak bisa. Pasti videomu tidak sampai pada Agnia. Buktinya dia juga biasa saja."
Visya merajuk dan mukanya bersungut-sungut karena Jovan malah memutuskan hal yang menurut membuatnya rugi. Pria itu lalu mengulurkan tangannya mengusap pipi Visya sembari tersenyum.
"Kau tahu kan kenapa aku lebih memilih mu ketimbang Agnia. Karena kau cerdas dan lebih mudah di ajak kerjasama."
***
Airlangga menutup pintu ketika Agnia melempar punggungnya ke sandaran kursi. Ia memijat keningnya sejurus kemudian. Mengeluarkan emosi sungguh menguras energi positifnya. Airlangga meletakkan segelas air putih ke hadapan Agnia. Ia tahu jika Agnia barusaja melakukan hal baru yang sebelumnya belum pernah perempuan itu lakukan.
"Stress bisa mempengaruhi kesehatan!" kata Airlangga.
Agnia melirik pria datar yang kini berlalu usai menyuguhkan segelas air.
Airlangga tak balas melihat Agnia. Pria itu malah terlihat sibuk mengatur suhu pendingin ruangan. Ia lalu membuka gorden abu-abu agar ruangan Agnia terlihat cerah.
"Tian dan Zidan sudah menyiapkan sesuatu untuk kekasihmu!" ucapnya yang kini beralih merapikan beberapa buku di meja.
"Apa?"
"Kejutan untuk pasangan tidak tahu diri itu. Kau akan suka nanti!"