Bagaimana jadinya jika seorang siswa SMA yang hidup sebatang kara mendapatkan anugrah sebuah Sistem Spin Kekayaan dan Kekuatan oleh seorang pengemis yang ternyata adalah seorang Dewa?.
Rendi Murdianto, seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara, orang tuanya meninggalkan dirinya ketika masih kecil bersama neneknya.
Hidup Rendi sangatlah miskin, untung saja biaya sekolah di gratiskan oleh pemerintah, meskipun masih ada kebutuhan lain yang harus dia penuhi, setidaknya dia tidak perlu membayar biaya sekolah.
Seragam sekolah Rendi pemberian tetangganya, sepatu, dan perlengkapan lainnya juga di berikan oleh orang-orang yang kasihan padanya. Bahkan Rendi mau saja mengambil buku bekas yang kertas kosongnya hanya tinggal beberapa lembar.
Kehidupan Rendi jauh dari kata layak, Neneknya mencoba menghidupi dia semampunya. Namun, ketika Rendi duduk di bangku SMP, Neneknya harus di panggil sang pencipta, sehingga Rendi mulai menjalankan hidupnya seorang diri.
Hidup tanpa keluarga tentu mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alveandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Rasa Pacar
Rendi tentu saja terkejut dengan perkataan Harisman, karena dia tiba-tiba nyeletuk mengatakan hal tersebut.
"Pelet matamu! Mana ada aku melakukan hal kotor seperti itu." ucap Rendi ketus.
"Oh ... aku tahu, pasti keperawanannya sudah Bos ambilkan? Jadi dia nurut deh kaya merpati." ucap Harisman lagi.
Rendi melebarkan rahangnya, ia benar-benar di buat heran dengan perkataan Harisman, karena pemikirannya sangat absurd.
"Kamu tahu ini apa gak?" Rendi menunjukkan telapak tangannya.
"Tahu, itu tidak tangan buat cebok, kan Bos?" jawab Harisman polos.
Rendi melihat tangannya sendiri, meskipun ia mengangkat tangan kirinya, tapi ia tidak bermaksud main tebak-tebakan seperti itu, niatnya mau menghampar Harisman menggunakan tangan kiri, karena ia pikir jika menggunakan tangan kanan, leher Harisman bisa memutar, tapi niatnya malah ia urungkan karena jawaban konyol bawahannya itu.
"Ah ... sudahlah, bicara denganmu sama saja bicara dengan kambing!" ucap Rendi sambil berlalu meninggalkan Harisman.
Harisman menggaruk kepalanya yang tidak gatal." mana kambing? Apa otak Bos geser yah?"
Rendi tidak mau berbicara dengan Harisman lagi, karena dia sadar kalau pria itu memiliki otak yang kecil, sehingga susah menangkap pembicaraan orang lain. Namun, Rendi sebenarnya salah mengartikan, Harisman sebenarnya bukan bodoh, dia hanya lemot, karena itulah otaknya sering tidak konek.
Novi sudah membereskan semua kasur Rendi dan barang-barangnya, sehingga bocah SMA itu hanya tinggal rebahan di kasurnya.
Saat Rendi baru duduk di kasurnya, ia mengerutkan kening saat mendengar suara orang mandi di dalam.
"Siapa yang mandi di dalam?" Rendi bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Bos, mau beli makan gak? Biar aku belikan?" tanya Harisman yang sedang duduk di bang pintu.
"Belikan aku martabak saja kalau mau keluar, ini uangnya." Rendi mau mengambil uangnya, tapi Harisman menolak.
"Pakai uangku saja Bos, aku pergi dulu." Harusnya langsung bergegas mencari martabak untuk Rendi.
Rendi merasa senang, karena tidak buruk juga ada Harisman, karena ia terlihat sangat patuh dan pengertian.
"Si gorila mau kemana Ren?" tanya Novi tiba-tiba yang sudah mengenakan bajunya, sementara celananya masih celana Jins miliknya sendiri.
Rendi tertegun melihat Novi yang dengan santainya memakai baju miliknya, ia terlihat sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk miliknya.
Rendi menelan ludah berkali-kali, karena jika handuknya habis dipakai Novi, berarti jika memakainya nanti otomatis ia akan berpelukan tidak langsung, pasalnya menurut Rendi katanya jika ia minum bekas mulut gadis itu ciuman tidak langsung, jadi Rendi pikir kalau handuk juga sama saja.
"Di tanya malah bengong!" tegur Novi sambil duduk di dekat Rendi.
"Eh ... kenapa Nov?" tanya Rendi pongah.
"Kamu ini kenapa jadi sering bengong sih, apa karena kemolekan tubuhku." goda Novi sambil menaik turunkan alisnya.
Rendi menghela napas. "jangan menggodaku, juniorku bangun bisa gawat."
"Memangnya kamu berani?" ucap Novi menantang.
Tanpa berbicara lagi Rendi menarik Novi, hingga wajah mereka saling berhadapan dan hanya terpaut beberapa sentimeter saja.
Mereka berdua saling menatap beberapa saat, Novi tidak menghindar sama sekali, ia malah memejamkan wajahnya dan mendekat ke arah Rendi.
Rendi juga mendekatkan wajahnya ke arah Novi, jantung Novi berdetak dengan kencang, ia sudah memutuskan kalau Rendi yang akan menjadi pilihannya, apapun resikonya nanti.
"Kalau mandi mbok yang bersih, di telingamu masih ada samponya." ucap Rendi sambil mengusap telinga Novi.
Sontak saja Novi terkejut, ia tidak menyangka kalau Rendi tidak berniat menciumnya sama sekali, melainkan ia sebenarnya mau membersihkan sabun yang ada di telinganya.
Novi tersenyum getir, ia tidak tahu harus tertawa atau menangis, karena Rendi benar-benar tidak terpancing sama sekali, meski ia hanya berdua dengan dirinya.
"Hihihi ... habisnya di kamar mandi kamu tidak ada cermin sih." jawab Novi terkikik geli, walau sebenarnya ia sedikit kecewa.
"Buat apa kaca di kamar mandi?" tanya Rendi polos.
Novi menghela napas, ternyata pria yang di cintainya itu benar-benar polos. "tidak usah di bahas deh, ngomong-ngomong kamu mau makan apa siang ini?"
"Martabak, tadi aku sudah menyuruh Harisman untuk membeli martabak." jawab Rendi langsung.
"Oh ... jadi si gorila lagi nyari martabak toh." Novi manggut-manggut mengerti.
Rendi mau bertanya soal bajunya, tapi ia takut kalau Novi malu, jadi ia membiarkan saja Novi mengenakan bajunya.
Tidak berselang lama, Harisman datang membawa dua kotak martabak manis dan satu martabak telor. Mereka bertiga makan martabak itu bersama-sama sambil bercanda gurau.
Rendi sudah mulai terbiasa dengan ke lemotan Harisman, di tambah ada Novi yang selalu banyak bertanya, sehingga hidupnya sekarang jauh lebih ramai dari pada biasanya, yang kebanyakan selalu dalam kesendirian.
gimana kecewanya Rendi tau ibu kandung masih ada,,,,,,,,🤔🤔😢😢