Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Kamu!" kaget Widi.
"Kamu!" ucapnya saling tunjuk-menunjuk dengan tatapan penuh tanda tanya.
Widi pun menatap kebingungan, kenapa bisa bertemu dengan laki-laki ini. Padahal sesuai dengan perjanjian, ia akan bertemu dengan Pak Cakra mantan Bos lama.
"Maaf, kenapa anda yang datang? Anda siapa?" tanya Widi mengernyitkan dahinya.
Terdengar suara deheman yang berat dari laki-laki itu.
"Saya di utus sama Papa untuk mewakili pertemuan ini," balasnya dengan santai sedikit menarikan ujung bibirnya.
"Di utus? Baiklah karena saya tidak punya waktu banyak. Oh iya, maafkan saya atas kesalahan kemarin, saya benar-benar tidak sengaja," Widi mengatupkan kedua tangannya merasa tidak enak dengan rekan bisnisnya.
Laki-laki di hadapan Widi saat ini, ternyata Denis anak dari Pak Cakra. Ya, Pak Cakra yang pernah memberikan pekerjaan pada Widi. Sehingga Widi dipercayakan untuk meneruskan perusahaan kecil yang pernah dijalankan oleh Pak Cakra. Hingga saat ini ia mampu mendirikan usaha sendiri, berkat menyelamatkan dompet seorang CEO.
"Santai saja Bu Widi. Saya juga salah karna fokus pada hp," balas Denis.
"Jangan panggil Bu, panggil saja Widi, Pak."
Di tengah perbincangan mereka antar bisnis, tidak sengaja Dela melihat pria incarannya yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita. Seketika Dela merasa darahnya mendidih, ia cemburu besar melihat Denis bersama wanita lain. Waktu itu ia berusaha mendekati Denis. Namun, Denis selalu dingin dengannya.
"Kurang ajar, berani sekali wanita itu dekat dengan calon suami aku!" gumam Dela seraya mengepalkan kedua tangannya.
Huh, pede sekali Dela mengaku Denis calon suaminya. Padahal Denis melihat dirinya seolah jijik.
Begitu ia fokus melihat wanita yang berada di depan Denis. sedikit menoleh memandangi jalanan di luar cafe, lantas membuat Dela ter pelongo begitu tahu wanita itu ternyata Widi.
"Apa! Ternyata wanita itu Widi. Ngapain dia ketemu sama Pak Denis," gerutu Dela sembari mengepalkan kedua tangannya.
Sementara itu, Widi yang tidak mengetahui apa-apa terus berbincang dengan Denis mengenai bisnis yang di rencanakan.
"Deal ya!" tanya Widi menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Deal!" balas Denis langsung menyambar tangan Widi untuk bersalaman.
"Kalo begitu saya pamit pulang dulu," tutur Widi baru setengah berdiri Denis mencegahnya.
"Kenapa buru-buru sekali, duduklah dulu temani saya makan siang," titah Denis sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Maaf Pak, saya sudah ," belum selesai Widi bicara Denis langsung memotongnya.
"Duduk dan temani saya!" ucapnya sedikit penekanan.
Mau tidak mau Widi menurutin perintah rekan bisnisnya, mengingat beliau anaknya Pak Cakra. Jika tidak sudah di seleding oleh Widi.
^^^"Ini cowok kok nyebelin banget sih, masa iya aku duduk sambil lihatin dia lagi makan. Masih untung lu anaknya Pak Cakra. Kalo bukan, kepalan tangan ini sudah mendarat ke wajah lu yang sok ganteng!" ucap Widi dalam hatinya seraya meremas kepalan tangan dan meniup-ni upnya.^^^
Denis yang baru saja memasukkan sendok yang berisi makanan ke dalam mulutnya, ia terperanjat heran melihat Widi yang sedang kesal sendiri. Bahkan tatapan matanya sangat dalam melihat seseorang, Denis pun salah tingkah dengan tatapan Widi.
Denis melambaikan tangannya ke arah wajah Widi.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Denis dengan lembut.
"Bodo amat lah mending saya makan aja ," gumam Denis buru-buru menghabiskan makanannya seperti orang kelaparan.
Tak berselang lama, Widi tersadar dari lamunannya. Ia terpelongo melihat Denis makan seperti orang yang sedang kelaparan.
"Buset, ganteng-ganteng kok makannya aneh gini sih?" seketika Widi merasa minder dan ia sedikit menaikkan ujung bibirnya.
Ternyata diam-diam Denis melirik ke arah Widi. Ia sengaja bertingkah konyol di depan Widi. Ingin tahu apakah Widi sama seperti wanita lain, sayangnya Widi sangat menggemaskan di mata Denis.
Sementara itu, perusahaan Widi tiba-tiba di datangi seorang kurir yang mengantar Paket misterius.
"Permisi," pekik seseorang yang penampilan seperti pengantar Paket.
Satpam perusahaan langsung beranjak dari kursi santainya dan berdiri menatap pagar yang tertutup, lalu ia mengayunkan kakinya menuju gerbang. Setelah menerima sebuah Paket dari Kurir, satpam pun bingung harus bagaimana. Namun ia terPaksa membuka Paket itu, tidak disangka ada seorang karyawan kantor melihat dari belakang Pak satpam yang sangat penasaran sedang membuka Paket.
"Apa ini Pak satpam?" tanyanya dengan wajah panik, satpam yang sedari tadi fokus dengan Paket misterius, ia terlonjak kaget melihat ada seseorang di belakangnya.
Tidak berselang lama, seisi kantor pun dihebohkan dengan Paket itu. Entah apa yang terjadi dengan foto itu, sehingga membuat orang-orang gagal paham.
Di tempat lain, Dina asisten Widi mendapat kabar dari orang kantor bahwa keadaannya sangat tidak baik-baik saja. Sontak membuatnya kaget bukan main, ia pun buru-buru mendekati Widi memberi kabar tentang keadaan kantor.
"Bu Widi, gawat!" pekik Dina yang tergopoh-gopoh dari meja sebelahnya.
"Gawat kenapa, Din?" tanya Widi heran menatap asisten yang habis di kejar hantu.
Tanpa pikir panjang, Dina langsung berbisik ke telinga Widi. Alangkah terkejutnya ia begitu mendengar penuturan dari asisten, sontak Widi langsung bangkit dari duduknya.
"Pak Denis, mohon maaf saya harus kembali ke kantor dulu!" pamit Widi dengan tergesa-gesa.
"Kenapa buru-buru? Hei tunggu dulu ." Denis mencoba menggapai tangan Widi. Sayangnya ia sudah buru-buru pergi meninggalkan cafe.
"Kenapa buru-buru sekali?" gumam Denis.
"Maaf Pak, saya dengar tadi kantornya ada masalah," sahut asisten Denis dengan sopan.
"Masalah?"
Setibanya di kantor, Widi buru-buru masuk ke dalam. Sebelum masuk ia melihat semua pekerja menatap dirinya dengan penuh tanya, Widi pun jadi salah tingkah. Dia tetap melangkahkan kakinya menuju lift, begitu sampai di ruang kerja ia langsung menghubungi resepsionis dan pengawas lainnya.
"Dina, tolong panggil mereka ke sini!" ucap Widi dengan nada yang sedikit di tekan. Widi mondar-mandir di ruangannya, ia bingung kenapa masalah yang datang padanya bertubi-tubi.
"Ada apalagi ini ya Allah, kenapa engkau menguji hamba dengan cara ini. Berikan hamba kekuatan untuk menghadapi ujianmu," gumam Widi dengan lirih seraya menggigit kuku tangannya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Masuk!" ucap Widi dengan nada sedikit meninggi karena cemas.
Terlihat beberapa orang masuk ke dalam dan berdiri dengan rapi di hadapan Widi. Dina, satpam, pengawas, HRD dan yang lainnya menunjuk ketika berhadapan dengan bosnya. Widi menatap satu persatu bawahannya.
"Apa yang terjadi di kantor hari ini?" tanya Widi berusaha menahan emosi.
Lama Widi menunggu jawaban dari bawahannya, diantara mereka tidak ada yang berani membuka mulut. Widi mendengus menunggu penjelasan yang tidak kunjung muncul.
"M-maaf Bu Widi. Saya kurang tahu apa yang terjadi," balasnya dengan gugup.
"Sudahlah, Saya tidak butuh basa-basi. Langsung saja!" balas Widi seraya memijit pelipisnya.
"Maaf Bu Widi. Awal mulanya dari saya, tadi ada seorang kurir ngantar paket ." ucap satpam tergugu, ia merasa sangat bersalah.