Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dewa Niskala
"Perompak sungai?!
Sejak kapan ada perompak sungai di wilayah ini? Bukankah patroli Pakuwon Bojonegoro juga sering datang ke tempat ini sebelumnya? ", tanya Larasati setengah tak percaya.
" Memang perompakan ini berlangsung belum lama, Nisanak. Kurang lebih sekitar dua pekan ini. Tapi sudah banyak rekan sesama perahu penyeberangan menjadi korban serangan mereka. Terakhir yang menjadi korban adalah kapal penyeberangan Ki Mangun. Seluruh awaknya di bunuh dan dilemparkan ke sungai berikut para penumpang. Setelah harta benda milik penumpang dipindahkan ke perahu mereka, kapal penyeberangan Ki Mangun di biarkan begitu saja hingga akhirnya terdampar di wilayah Kambang Putih.
Nisanak sekarang lihat sendiri dermaga penyeberangan ini menjadi sepi. Banyak para rekan penyeberangan memilih untuk berhenti karena takut menjadi korban selanjutnya. Hanya beberapa dari kami saja yang berani untuk terus menyeberangkan penumpangnya meskipun dengan resiko kehilangan nyawa ", keluh si lelaki itu seolah olah melepaskan unek-unek nya.
" Kalau memang begitu situasinya, kami tidak keberatan dengan harga yang kalian berikan. Ayo antar kami ke perahu kalian.. ", ucap Larasati yang di sambut senyuman oleh mereka berdua.
Larasati, Panji Rawit dan Pramodawardhani pun segera mengikuti langkah mereka berdua menuju ke sebuah kapal penyeberangan. Kuda kuda mereka segera di tempatkan pada bagian bawah sementara Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati menaiki tangga menuju ke arah geladak kapal. Setelah jumlah penumpang dianggap cukup, perahu besar itu segera bergerak ke arah seberang sungai yang berjarak lebih dari 200 tombak lebarnya.
Perahu penyeberangan membelah aliran Sungai Wulayu dengan perlahan. Setelah melewati separuh jarak yang ditempuh, tiba-tiba saja beberapa perahu kecil muncul dari tikungan sungai yang tertutup oleh tumbuhan gelagah. Perahu perahu kecil ini bergerak cepat dan langsung mengepung perahu besar itu. Nahkoda kapal penyeberangan yang melihat hal itu langsung berteriak lantang.
"Perompak sungai! Perompak sungai!! Berhati-hatilah..!!! "
Dengan menggunakan tali berjangkar dan tangga dari bambu, para perompak yang menggunakan ikat kepala merah sebagai jati diri nya langsung memanjat ke dinding kapal sementara para pengawal yang berjaga di atas geladak langsung bersiap-siap. Para penumpang langsung berteriak ketakutan dan berkumpul di dekat tempat nahkoda. Suasana pun segera berubah menjadi tegang.
Begitu para perompak sungai itu naik ke atas geladak, pertarungan sengit pun antara mereka dan para pengawal bayaran pun segera terjadi. Denting suara senjata beradu di sambung dengan jeritan menyayat hati dari mulut mereka yang menjadi korban senjata lawan langsung terdengar di seluruh geladak perahu penyeberangan.
Namun para pengawal bayaran itu sepertinya bukanlah lawan sepadan dengan para perompak sungai ini. Dalam waktu yang tidak begitu lama, mereka sudah tewas di tangan para perompak. Sebagian besar dari mereka di lemparkan ke Sungai Wulayu yang berarus tenang.
Seorang laki-laki berwajah garang berkepala botak dengan mata sebelah kiri ditutup oleh penutup mata dari kulit lembu langsung menghunus pedang nya dan berjalan mendekati para penumpang maupun pengawal yang berkumpul di dekat tempat nahkoda. Saat seorang pengawal mencoba untuk menghentikan nya, ia dengan santainya berkelit lalu menebas tubuh musuhnya dengan cepat.
Chhhrrraaaaaaaaassssshhhhh!!!
Darah segar menyembur keluar dari luka tebas pada leher pengawal bayaran itu. Dia tewas seketika. Dengan langkah pongah, si lelaki bermata satu yang sepertinya merupakan pimpinan kelompok perompak sungai itu mendekati kerumunan para penumpang dimana Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati ada di dalamnya.
"Pilih harta atau nyawa?!! ", tegas si pimpinan kelompok perompak sungai itu sembari mengacungkan pedangnya yang berlumuran darah ke arah kerumunan para penumpang. Saat itulah Larasati dan Pramodawardhani berjalan membelah kerumunan penumpang yang ketakutan.
" Jelas pilih nyawa, Botak biadab!! Tapi kami juga tidak akan memberikan harta kami kepada mu. Jadi ambil saja jika kau bisa.. ", tantang Pramodawardhani sambil menghunus pedang. Sementara Larasati juga meloloskan sepasang pisau belati besar yang terselip di pinggangnya.
Melihat kemunculan dua perempuan cantik itu, si kepala perompak sungai langsung tersenyum licik.
" Dua kucing liar yang galak, aku suka kalian!! Tak usahlah kalian melawan ku, nanti wajah cantik kalian akan rusak loh hahahaha..
Lebih baik kalian berdua ikut dengan ku, akan ku berikan banyak perhiasan yang pasti kalian akan senang. Jangan takut, aku pasti akan memperlakukan kalian berdua dengan lembut.. ", ucapan pimpinan perompak sungai itu langsung membuat seluruh anggota perompak sungai yang ada langsung tertawa terbahak-bahak. Larasati langsung mendengus keras.
" Bajingan hina!! Sudah dibilang kalau mampu, datang saja.. Jangan kebanyakan ngoceh seperti perempuan di pasar!! ", mendengar kata-kata pedas Larasati, si pimpinan kelompok perompak sungai Wulayu itu langsung merah padam menahan amarah.
Tanpa bicara sepatah kata, dia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk maju. Pertarungan pun berlanjut kembali. Kali ini yang bertarung adalah Pramodawardhani dan Larasati melawan musuh.
Dengan gerakan lincah dan gesit, Pramodawardhani memainkan jurus jurus silatnya yang dikenal sebagai Jurus Pedang Dewi Rembulan. Gerakan nya terlihat lembut dan gemulai akan tetapi sangat berguna dalam pertarungan jarak dekat.
Dalam beberapa gebrakan saja, 2 anggota perompak sungai itu telah terjungkal dan jatuh ke sungai. Perempuan cantik itu terus saja mengamuk dan satu persatu anggota perompak sungai yang ia hadapi harus menelan pil pahit kekalahan.
Chhhrrraaaaaaaaassssshhhhh..
Chhrrreeeeeepphhh!!!
Larasati menyilangkan kedua pisau belati besar nya dengan gerakan perlahan di depan wajahnya setelah menikam dan menggorok leher anggota perompak sungai yang menghadapinya. Perempuan bermata indah yang terlihat lemah lembut itu telah berubah menjadi malaikat pencabut nyawa yang menakutkan. Beberapa orang anggota perompak sungai mundur selangkah demi selangkah saat perempuan cantik itu melangkah maju.
Kesal dengan sikap anak buahnya yang mulai gentar dengan kemampuan beladiri yang dimiliki oleh Pramodawardhani maupun Larasati, si lelaki berkepala botak dengan mata satu itu menggeram buas.
"Akan ku cincang tubuh kalian untuk makanan ikan!"
Tebasan pedang si kepala perompak sungai mengarah ke leher Pramodawardhani maupun Larasati. Dengan cepat Pramodawardhani dan Larasati membuka lebar kedua kaki mereka hingga tubuhnya menjadi rendah, setelah itu kedua perempuan cantik itu langsung menghantam perut si kepala perompak sungai itu dengan telapak tangan mereka.
Dhhhaaaaassshhh dhhhaaaaassshhh!!
Oooooouuuuuugggghhhh..!
Lelaki berwajah sangar dengan mata tinggal sebiji itu meraung tertahan sambil terhuyung-huyung mundur. Tapi ia tidak menyerah dan kembali mengayunkan pedang nya ke arah Pramodawardhani dan Larasati. Dua perempuan cantik itu dengan lincah berkelit dengan berguling ke kanan dan kiri hingga tebasan pedang si kepala perompak sungai ini membacok lantai geladak kapal. Akibatnya ujung pedang nya menancap ke kayu lantai.
Saat itulah, Panji Rawit yang sedari tadi hanya diam mengawasi situasi melesat cepat ke arah si kepala perompak sungai yang sedang berupaya melepaskan pedang yang menancap di lantai kayu. Gerakan ini sungguh luar biasa cepat karena tiba-tiba Panji Rawit sudah muncul di hadapan si kepala perompak sungai dan dengan cepat mencekik leher nya dengan tangan kiri sebelum membanting lelaki bertubuh gempal itu ke lantai geladak kapal penyeberangan dengan keras.
Bhhuuuuuuggggghhhh...
Aaaauuuugggghhhhh..!!
"Waktunya kau untuk mati...!! ", ucap Panji Rawit yang langsung membuat si kepala perompak sungai ini ketakutan setengah mati. Apalagi saat melihat telapak tangan kanan Panji Rawit yang diarahkan pada nya perlahan memancarkan cahaya putih kebiruan dengan lompatan cahaya kecil seperti petir yang menyambar-nyambar.
" Ampuni aku ampuni aku.. Jangan membunuh ku!!
Kau tak boleh membunuh ku. Aku adalah orang Dewa Niskala!! ", teriak si kepala perompak itu dengan penuh ketakutan.
" Aku tidak peduli dengan siapa junjungan mu..!! ", geram Panji Rawit sambil menghantam dada orang berkepala botak itu.
Blllaaaaaaaaaaaaammmmm...!!!
Ledakan dahsyat terdengar saat hantaman Ajian Guntur Saketi mengenai dada si kepala perompak sungai. Lelaki berwajah sangar itu menjerit keras dan seketika tewas dengan tubuh hangus seperti disambar petir. Melihat itu, sisa anak buahnya langsung melompat ke arah aliran Sungai Wulayu untuk menyelamatkan diri.
Seluruh penumpang dan juga awak kapal penyeberangan bersorak sorai karena selamat dari maut. Terlebih lagi, momok menakutkan bagi seluruh penyeberangan Sungai Wulayu itu akhirnya tidak ada lagi. Mereka mengelu-elukan Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati atas kerja kerasnya mengatasi perompak sungai yang sangat meresahkan ini.
Saat Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati turun dari kapal penyeberangan, tiba-tiba dari arah selatan sesosok lelaki tua berpakaian serba merah melayang turun dan mendarat di hadapan mereka bertiga. Dengan tatapan mata tajam, ia menunjuk ke arah Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati sambil bertanya,
"Siapa diantara kalian yang membunuh Sekipu?! "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut