Hyuna Isvara, seorang wanita berusia 29 tahun yang bekerja sebagai seorang koki di salah satu restoran.
4 tahun menjalani biduk rumah tangga bersama dengan Aksa Dharmendra, tidak juga diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Namun, kehidupan rumah tangga mereka tetap bahagia karena Aksa tidak pernah menuntut tentang anak dari Hyuna.
Akan tetapi, kebahagiaan mereka sedikit demi sedikit menghilang sejak Aksa mengenalkan seorang wanita kepada Hyuna tepat di hari annyversary mereka.
Siapakah wanita yang Aksa kenalkan pada Hyuna?
Bagaimanakah rumah tangga mereka selanjutnya?
Yuk, ikuti kisah Hyuna yang penuh dengan perjuangan dan air mata!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6. Keributan di Pagi Hari.
Aida menatap sang putri dengan mata berkaca-kaca, tetapi sekuat tenaga dia menahan air matanya agar tidak tumpah membasahi wajah.
Hatinya terasa pilu kala tadi malam tidak sengaja mendengar ucapan mertua Hyuna, yang mengatakan jika putrinya itu tidak bisa memiliki anak. Apa yang besannya katakan itu mungkin benar, tetapi belum tentu Hyuna tidak bisa punya anak. Mungkin saja saat ini Tuhan memang belum memberikan keturunan padanya.
Beberapa saat kemudian, datanglah Mona dengan kedua putrinya dan juga Laura yang sudah tampak sangat cantik dengan gaun berwarna merah.
"Duduklah, Laura. Tante akan siapkan sarapan untukmu,"
"Itu tidak perlu, Tante. Biar aku saja yang membantu Mbak Hyuna nyiapin sarapan."
Hyuna yang merasa namanya di sebut-sebut tampak melirik ke arah mereka, tetapi sesaat kemudian dia kembali fokus untuk memindahkan makanan yang sudah matang ke atas piring.
Laura beranjak mendekati Hyuna dengan senyum manisnya. "Apa ada yang bisa ku bantu, Mbak?"
Hyuna menatap Laura sekilas, lalu menggelengkan kepalanya. "Duduk saja, semuanya sudah siap kok." Dia lalu berjalan ke arah meja dan meletakkan menu sarapan yang sudah dia buat.
Laura yang berniat untuk membantu Hyuna cepat-cepat mengambil piring yang ada di dekat kompor. Namun, tangannya tidak sengaja terkena pinggiran kompor yang tentu saja masih panas.
"Aw!"
Prang.
Suara piring yang terjatuh menggema di tempat itu membuat semua orang terlonjak kaget. Apalagi disertai dengan teriakan seseorang yang membuat suasana bertambah riuh.
"Apa kau baik-baik saja, Laura?" Mona menarik tangan Laura yang memerah lalu menyiramnya dengan air dingin membuat wanita itu meringis menahan sakit.
"A-aku baik-baik saja, Tante."
Melihat tangan Laura yang memerah, Hyuna segera berjalan ke ruang tengah untuk mengambil salep agar luka dikulit wanita itu tidak semakin parah.
"Ada apa, Dek? Kenapa ribut sekali?"
Hyuna yang sudah berbalik dan akan kembali ke dapur mengurungkan langkahnya saat mendengar suara Aksa. Dia lalu berbalik dan menatap ke arah sang suami.
"Mas sudah bangun?"
Aksa mengangguk sambil melihat kotak P3K yang berada di tangan Hyuna. "Kau terluka, Hyuna?" Mendadak dia jadi gelisah dan khawatir.
"Tidak. Tangan Laura yang terluka, dan aku mengambilkan-"
Belum sempat Hyuna menyelesaikan ucapannya, Aksa sudah berlalu pergi meninggalkannya dan berjalan ke arah dapur membuat dia terdiam dengan cengo.
"Apa kau baik-baik saja, Laura?"
Semua orang beralih melihat ke arah Aksa, begitu juga dengan ibu Hyuna yang berada di dekat westafel. Hyuna sendiri berjalan di belakang Aksa dan meletakkan kotak yang dia bawa ke atas meja.
"Lihatlah perbuatan istrimu ini, Aksa. Gara-gara dia tangan Laura jadi memerah," ucap Mona membuat Hyuna dan yang lainnya tersentak kaget.
Aksa langsung melihat ke arah Hyuna untuk meminta penjelasan, sementara Hyuna sendiri menatap sang mertua dengan tajam.
"Apa maksud Ibu? Kenapa malah jadi aku yang disalahkan?"
Hyuna merasa tidak terima karena dia memang tidak bersalah. Dia bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada wanita itu, dan kenapa bisa sampai membuat tangannya terluka seperti itu.
"Ini bukan salah Mbak Hyuna, Tante. Tapi salahku sendiri."
"Iya bener, Bu. Mbak Hyuna kan gak tau apa-apa, kok malah disalahkan sih," ucap Rubi, adik paling bungsu Aksa.
"Diam kamu!"
Mona menatap Rubi dengan tajam untuk membuat anaknya itu diam dan tidak ikut campur. Dia lalu kembali melihat ke arah Hyuna yang masih menatapnya dengan nyalang.
"Kompormu itu masih panas, tapi kenapa kau enggak ngasitau Laura? Apa kau sengaja mau buat dia terluka, Hyuna?"
Hyuna tercengang dengan apa yang mertuanya katakan. Kenapa pula jadi dia yang disalahkan karena kompor itu masih panas? Memangnya dia tahu, jika wanita itu akan memegang kompor yang jelas-jelas baru saja dimatikan?
"Bu, aku mana tau-"
"Sudah, Nak."
Hyuna tidak bisa melanjutkan ucapannya saat mendengar suara sang ibu, terlihat ibu Aida sedang menatapnya sambil menggelengkan kepala.
Aksa sendiri merasa pusing. Dia lalu memilih untuk duduk dan mengambil salep yang ada di dalam kotak P3K itu.
"Kemarilah, Laura. Biar ku obati tanganmu."
Laura menganggukkan lalu mengulurkan tangannya ke arah Aksa, sementara Mona masih saja ingin mengajak Hyuna bertengkar.
"Hyuna, tolong temani ibu ke depan sebentar," ajak Aida. Dia tahu jika saat ini putrinya sedang emosi, jika dibiarkan maka tidak baik bagi hubungan antara mertua dan menantu.
Hyuna menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Dia lalu berbalik dan mengikuti langkah sang ibu untuk keluar dari ruang dapur.
Mona tersenyum saat melihat kepergian Hyuna, dia lalu kembali memperhatikan tangan Laura yang sedang diobati oleh Aksa.
"Lain kali kau harus hati-hati jika berada di dapur, Laura."
Laura menganggukkan kepalanya dengan senyum cerah, dia senang karena Aksa masih saja perhatian seperti dulu.
"Kau benar, Aksa. Sepertinya aku tidak cocok berada di dapur seperti istrimu." Laura tergelak membuat Mona kembali panas.
"Memangnya apa yang harus dibanggakan dengan berada di dapur? Lihat, tanganmu terluka karena keteledoran Hyuna."
Lagi-lagi Mona menuduh Hyuna sebagai penyebab keributan pagi itu, padahal apa yang dia tuduhkan sama sekali tidak benar.
Rubi yang mendengar ocehan sang ibu berlalu pergi dari dapur, begitu juga dengan Raisa yang merupakan adik pertama Aksa.
Laura melirik ke arah Aksa untuk melihat reaksi laki-laki itu dengan apa yang Mona katakan, tetapi sepertinya raut wajah Aksa menampakkan sebuah ketidak percayaan dengan helaan napas frustasi.
"Sudah ku bilang semua ini bukan salah Mbak Hyuna, Tante. Lagi pula tanganku sudah tidak apa-apa, jadi tidak perlu dibahas lagi."
Laura tersenyum sambil menepuk tangan Mona agar wanita itu berhenti membahas tentang tangannya, atau Aksa akan semakin merasa tidak suka.
"Kau memang sangat perhatian, Laura. Beruntung sekali jika tante punya menantu sepertimu."
Deg.
Aksa menatap ibunya dengan tajam, begitu juga dengan Hyuna yang sudah kembali berjalan masuk ke ruangan tersebut.
•
•
•
Tbc.