Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.
Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.
Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Pertukaran Mendadak
Beberapa waktu lalu Bu Diana dipanggil pihak jurusan. Mereka menawarkan suatu kehormatan untuknya. Begitu kalimat pembuka pihak jurusan kepadanya. Menawarkan suatu kehormatan. Ia mengingat kalimat itu dengan baik. Kalimat yang apabila sekarang dipikir ulang, sebenarnya terdengar sumbang. Bahkan aneh.
Si penawar sendiri, petugas kantor jurusan, terlihat tak yakin. Bu Diana tak tahu persis apa yang telah terjadi dengan si penawar. Kemudian setelah lama menunggu, setelah perkataan pembuka yang cukup berbelit-belit, Bu Diana akhirnya tahu bahwa kehormatan yang ditawarkan itu adalah pertukaran mata kuliah. Bu Diana yang awalnya mengampu mata kuliah taksonomi kini harus mengampu mata kuliah anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
Bu Diana terkejut dan merasa heran. Mengapa ia harus bertukar mata kuliah? Dosen perempuan setengah baya itu tak habis pikir. Si penawar sendiri terlihat tak yakin, gugup dan berkali-kali menelan ludah.
Alasan yang disampaikan si penawar benar-benar tak masuk akal. Meski begitu Bu Diana harus menerima. Bu Diana dinyatakan lebih mampu untuk mengampu mata kuliah anatomi dan fisiologi tubuh manusia daripada taksonomi. Jelas-jelas telah beberapa tahun ia mengabdi di kelas taksonomi. Sementara mengajar di kelas anfis tubuh manusia belum pernah sama sekali. Tahu-tahu mereka katakan Bu Diana lebih ahli. Sebuah sanjungan yang aneh.
Bu Diana mencoba menolak dengan sederet argumentasi, namun meski begitu Bu Diana tetap harus menerima dengan alasan profesionalitas. Dosen perempuan separuh baya itu akhirnya resmi ditugaskan ke tingkat dua untuk menyampaikan mata kuliah anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
Tidak ada pilihan lain. Bu Diana pun menyempatkan diri ke perpustakaan untuk melihat-lihat buku tentang mata kuliah itu. Mau tidak mau ia harus belajar lagi, mengungkap kembali materi-materi yang mungkin sudah terkubur dalam ingatannya belasan tahun lalu.
Siang ini Bu Diana masuk kelas dengan gugup. Puluhan mahasiswa tingkat dua sudah menunggunya dengan antusias. Bu Diana menyisirkan pandang sebentar ke seluruh mahasiswa.
Sebetulnya ia tak perlu gugup. Ia tahu, terkadang ada benarnya bahwa waktu belajar dosen dan mahasiswa itu hanya berbeda satu malam. Semalam ia sudah membaca buku-buku. Bahkan tak hanya malam tadi, melainkan sejak malam-malam sebelumnya. Perempuan itu sudah mempersiapkan materi kuliah hari ini dengan cukup matang.
Tapi ia masih gugup. Hatinya tak tenang. Sepertinya bukan masalah kesiapan materi kuliah. Ia sudah yakin dengan persiapan materi hari ini. Kecuali... masalah pertukaran mata kuliah. Ya, Bu Diana bisa merasakannya. Ia masih belum sepenuhnya menerima peristiwa pertukaran mata kuliah yang tiba-tiba ini. Sejujurnya ia merasa sudah begitu kerasan mengampu mata kuliah taksonomi. Apalagi dalam beberapa minggu ke depan sudah akan dilaksanakan kuliah lapangan.
Bu Diana selalu bersemangat kuliah lapangan. Ia rindu membawa mahasiswa-mahasiswanya terjun langsung ke alam. Ke kebun, ke pantai atau ke hutan. Melihat-lihat pemandangan hijau, hutan bakau, pohon-pohon dan berbagai macam tumbuhan. Ia rindu untuk menjelaskan di depan para mahasiswa tentang nama-nama latin setiap spesies tumbuhan yang ditemukan sepanjang penjelajahan, kemudian menyuruh mereka menggolongkannya.
Ia rindu melihat para mahasiswanya duduk melingkar berkelompok-kelompok di area kebun, pantai dan hutan-hutan lindung. Berdiskusi mengerjakan tugas. Ia rindu untuk menjawab beberapa pertanyaan dari mereka atau mengoreksi beberapa kekeliruan.
Suara alam selalu menenangkan. Sementara riuh mahasiswa di dalamnya memantik semangat. Namun sepertinya ia tak akan merasakannya lagi. Pertukaran ini melemparnya ke situasi yang lain. Bu Diana tak tahu apa yang akan terjadi di kelas anfis tubuh manusia ini. Mungkin kesehariannya akan berganti antara kelas, perpustakaan dan ruang praktikum. Bu Diana akan mencoba menikmatinya dan berusaha menghadirkan pikiran.
Kegugupan dosen perempuan itu berangsur sirna. Setelah mempersiapkan buku-buku ia menatap para mahasiswanya lagi kemudian memperkenalkan diri.