Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Cucu Durhaka
Mendapati anak laki-laki yang datang dengan muka ditekuk, membuat Mega sang ibu langsung memberikan teguran padanya. Bukannya menunjukkan wajah cerianya saat bertemu dengan neneknya yang masih terbaring di ruang perawatan, pria itu malah menambah beban saja.
"Kamu itu kenapa Stev? Dateng-dateng kok manyun gitu? Lagi ada masalah lagi ya?" tanya Mega menatap sebal pada putranya itu.
"Gimana nggak kesal Ma. Tiap hari dateng ke sini, aku selalu bertemu dengan cewek resek yang semalam juga menabrak mobilku. Barusan ketemu lagi, bikin bete tahu nggak?"
Steven menghempaskan tubuhnya di sofa dengan kasar. Mulutnya masih juga komat kamit karena masih kesal pada perempuan yang telah mengusik ketenangannya.
"Kali aja dia itu jodoh kamu. Biasanya kalau orang asing sering bertemu, bisa menjadi jodoh," sambung Mega meledeknya.
Dengan cepat Ella menegur. "Hus! Steven tidak bisa menikahi perempuan manapun juga. Dia sudah Mama jodohkan dengan cucu dari teman Mama. Kami berdua sudah berjanji akan menjodohkan keturunan kami, dan Mama rasa Steven juga sudah waktunya menikah, umurnya sudah cukup untuk menikah," sahut Ane dengan nada bicaranya yang lemah.
"Apa? Dijodohkan? Menikah? Oh tidak!"
Steven reflek terkejut dengan bola matanya melotot. Kejengkelannya belum usai sudah ditambah lagi dengan permasalahan barunya. Ia tidak terima dengan perjodohan konyol Neneknya.
Mega sendiri masih belum mengerti, bahwa Ibunya sudah ada rencana untuk menjodohkan cucunya. Di situ ia seperti orang cengo, terkejut mendengar penjelasan dari ibunya.
"Mama! Maksudnya apa? Mama menjodohkan Steven dengan siapa Ma? Kenapa Mama tidak pernah ngomong apapun denganku. Secara tiba-tiba gini Mama bilang Steven sudah Mama jodohkan," gerutu Mega sangat kecewa dengan tindakan dari orang tuanya.
"Pokoknya enggak, sekali enggak, aku tetep nggak mau. Jangan paksa aku Nek, aku sudah dewasa. Aku bisa memilih perempuan yang cocok untuk menjadi pendampingku," jawab Steven.
"Nggak ada penolakan ya Stev, kamu jangan coba-coba buat menolak apa yang sudah menjadi keputusan Nenek. Nenek sama Martha sudah berteman dari dulu. Dia sangat baik dan banyak membantu Nenek. Apa salahnya jika kita membalas kebaikan mereka," cercah Ane.
Ane yang masih terbaring lemah, dia masih tetap tegar saat berhadapan dengan cucunya yang selalu bersikap ceroboh dan juga sombong.
Walaupun mempercayakan semua perusahaan dikelola oleh cucunya, tapi dia masih belum bisa ikhlas sebelum menjodohkan Steven yang ceroboh itu dengan gadis yang baik, tentunya dari keturunan keluarga yang baik pula.
"Kenapa sih, selalu saja mengait-ngaitkan perjodohan dengan pertolongan. Memangnya apa yang sudah terjadi pada Nenek, kenapa sampai mendapatkan pertolongan dari orang lain?" tanya Steven.
"Karena kakek kamu bangkrut. Dulu saat kakek kamu bangkrut, keluarga Marta yang menolongnya. Memberikan modal yang tidak sedikit. Mendapatkan pinjaman dari mereka, membuat kami bersemangat untuk membangun usaha kami kembali dari awal, dan hasilnya sangat menjanjikan. Tapi di saat perusahaan yang baru kembali normal, kakek kamu mengalami kecelakaan hingga membuatnya meninggal saat itu juga."
Ane menceritakan kisah masa lalunya sambil menangis.
Mega mengusap punggung Mamanya itu berusaha untuk menenangkannya.
"Hidup Nenek menderita kembali setelah kepergian kakekmu. Nenek harus menghidupi tiga anak Nenek yang masih sekolah dan membutuhkan banyak biaya," ungkap Ane.
"Ya tapi kenapa harus aku yang dijodohkan dengan keluarga Alexander. Kan masih ada bang Al yang juga bisa dijodohkan dengannya. Aku sudah memiliki kekasih Nek, aku akan menikah dengan kekasihku, bukan perempuan lain," jawab Steven.
"Jangan pernah membantah ucapan nenek Stev, Nenek melakukan semua ini demi kebaikanmu. Jadi kumohon, jangan membuatku kecewa," cercah Ane.
Steven mengepalkan tangannya menahan emosinya yang hampir meledak. Kalau saja neneknya tidak dalam keadaan sakit, sudah pasti, Steven akan marah pada neneknya. Kali ini dia akan menahan emosinya demi kesembuhan neneknya.
"Stev, alangkah baiknya kalau kamu itu menurut dengan apa yang dikatakan oleh nenek. Kamu itu harusnya bersyukur, karena apa yang kamu miliki sekarang ini, adalah hasil kerja keras nenek dan juga Kakekmu," tutur Mega.
"Terus kalau aku menikmati semua apa yang kita punya itu salah Ma? Bukankah aku juga memiliki hak atas semua itu," celetuk Steven.
"Hak? Kamu nanya soal hak? Itu bukan hak kamu, itu semua masih atas nama nenek. Dan nenek belum membaginya," sahut Ane.
Walaupun dirinya baru bangun dari masa kritisnya, Ane tidak mempedulian kesehatannya. Ane hanya tidak ingin cucunya salah jalan.
Mendengar dari kabar di luar, cucunya telah memiliki hubungan dengan wanita cafe, dan itu sangat berpengaruh buruk untuk Steven.
Ane sangat tidak ingin Steven menikah dengan perempuan yang tidak benar. Dia menginginkan cucunya menikah dengan orang yang tepat, yang bisa membawanya ke jalan yang lebih baik.
"Kalau aku memang nggak memiliki hak, lebih baik aku mundur dari perusahaan. Pimpin saja sendiri, aku sudah bekerja dengan sangat baik, tapi aku sama sekali tidak memiliki hak di perusahaan nenek. Apa nenek akan membawa harta nenek sampai ke liang lahat," cecar Steven.
"Astaghfirullah Steven! Jaga ucapanmu," sentak Mega.
Mega melotot geram dan langsung memberikan tamparan keras pada Steven.
"Kamu!"
"Bener-bener kamu ya, cucu nggak tahu diri kamu. Berani-beraninya kamu ngomong kurang ajar seperti itu pada nenek, mendoakan nenek cepet mati gitu. Dasar cucu durhaka, anak nggak tahu diri kamu."
Ane terbawa emosi dan langsung sesak nafas. Dia mendelik dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
"Mama! Mama kenapa Ma? Steven, tolong panggil dokter. Cepat!"
Mega langsung menghambur memeluk Ane dan merebahkannya kembali ke pembaringan.
Steven langsung memencet bel yang berada di sebelah brankar Ane.
Tidak lama dari itu, datanglah dua suster yang ditugaskan oleh Ayuna untuk mengecek kondisi pasiennya, karena Ayuna sendiri tengah keluar karena ada suatu urusan.
"Loh! Ada apa ini?" tanya suster.
"Ini Mama saya tiba-tiba saja drop," ucap Mega.
"Loh! Kok bisa?" tanya Suster.
"Bukannya tadi sudah dicek oleh dokter Ayuna. Dan dokter Ayuna bilang, pasien sudah membaik. Nggak mungkin kan? Dokter Ayuna berbohong," oceh Suster dengan mengecek kondisi pasien.
Mega maupun Steven sama-sama terdiam dengan menatap Ane yang memejamkan matanya di pembaringan.
"Dokter Ayuna itu terkenal sangat baik dalam menangani pasien, beliau itu dokter terbaik yang menangani penyakit jantung di rumah sakit ini. Dia sangat menjaga kesehatan pasien, sebelum pasiennya dinyatakan baik, beliau tidak akan pernah keluar dari rumah sakit," gerutu Suster sangat tidak percaya jika pasiennya tiba-tiba drop tanpa alasan.
Suster curiga, pasti telah terjadi perdebatan di ruangan itu hingga membuat pasien tidak terkontrol emosinya dan langsung drop.
Melihat pemuda yang menunjukkan muka tengilnya dan perempuan paruh baya yang menunjukkan wajah kecewanya, sudah bisa ditebak kalau mereka telah bermasalah.
"Ini tensi pasien mulai naik kembali. Usahakan, pasien jangan sampai stress, atau mendengarkan kabar yang kurang mengenakkan. Kalau sedang ada masalah, selesaikan di luar, tolong jangan bikin kegaduhan di sini," peringat Suster.
"Kalau sampai dokter Ayuna tahu kalian membuat kegaduhan, saya yakin, kalau dokter Ayuna akan meminta kalian pergi demi kesehatan pasien?"
Suster memberikan banyak peringatan dan juga teguran pada keduanya.
"Maaf Sus, tadi Mama saya terbawa emosi karena ulah anak saya," ucap Mega berkata jujur.
Steven pun membelalakkan bola matanya ketika Mamanya menceritakan keburukannya di depan suster.
"Ma! Mama apaan sih Ma?"
Steven memberikan teguran pada Mamanya, karena tidak ingin disalahkan.
"Diam kamu. Ini semua gara-gara kamu. Kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada nenekmu, awas kamu ya? Jangan berpikir kalau kamu bisa berdiri sendiri tanpa bantuan kami. Jangan pernah sombong. Mentang-mentang jadi pemimpin kamu nggak pernah menghargai orang lain."
Baru kali ini Mega marah pada Steven. Karena Steven sudah sangat keterlaluan.
"Ma! Mama kok jadi gini sih, Mama nggak ngerti gimana rasanya jadi Steven Ma, dijodohin sama orang yang nggak jelas oleh nenek. Apa Steven nggak berhak untuk memilih pasangan sendiri?"