NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Safira yang goyah

Pagi ini Gavin sudah sampai di rumah Safira. Dia membungkuk tatkala berpapasan dengan Ibu Safira di tangga.

"Gavin." Gavin pun menghentikan langkahnya menuju lift, kala mendengar panggilan itu. Ia berbalik.

"Tolong tinggalkan Safira! Kali ini saya akan bermain terang-terangan sama kamu."

"Maaf, saya tidak bisa."

Stella hendak berteriak tapi sebisa mungkin ditahannya. "Apa kamu kurang percaya diri melawan pria lain? Sejak awal Safira hanya kenal sama kamu, setidaknya dia harus mencoba bersama orang lain."

"Kenapa harus bertemu banyak pria untuk memilih yang terbaik? Safira 'kan pintar, jadi dia pasti bisa membedakan sendiri."

"Kamu yakin Safira tidak akan ragu? Setelah kejadian semalam, kamu harus hati-hati, siapa tahu dia berubah pikiran."

"Kalau begitu saya akan membuatnya jatuh cinta lagi. Terima kasih sudah mengingatkan."

Stella tidak lagi membalas. Dirinya merasa kesal karna baik Safira maupun Gavin selalu membahas 'cinta', sangat naif khas anak-anak.

...

Safira terkejut tatkala seseorang membuka pintu kamarnya. Begitu berbalik ternyata itu Gavin, ia pun tersenyum.

"Sudah siap?" Gavin bertanya seraya mendekati Safira.

Safira pun terpukau dengan penampilan sang kekasih yang casual dalam balutan polo sweater dari Bioni dan celana jeans. Sangat sempurna.

"Gimana?" Safira berputar untuk menunjukkan penampilannya yang memakai knit mini dress lurex dari Missoni, keluaran terbaru di lemarinya. Belum pernah ia pakai, dan acara spesial kali ini sepertinya cocok juga.

"Hmm..." Gavin mengusap dagunya. "Apa tidak ada yang lebih menutupi dirimu?" Gavin menertawakan diri sendiri.

"Tapi ini pakaian baru di lemari, belum sempat kupakai." Gavin menggeleng. "Bajunya gak cocok untuk tujuan kita, sayang."

"Memang kita mau ke mana?"

Gavin tersenyum miring. "Rahasia."

"Apa kakak mau bantu pilihkan?" Gavin berjalan ke walk in closet. "Mari kita lihat."

Lalu pilihan Gavin jatuh pada lamè oversized shirt dari Missoni lagi. Dengan warna beige yang senada sweater Gavin. Pun jeans yang membuat mereka makin serasi. Serasa baju couple.

"Emang gak norak, ya, jadinya?"

"Kata siapa?"

"Lisa dan yang lain."

"Itu karna mereka gak punya pacar romantis." Mereka pun tertawa.

...

"Sekarang tahu 'kan kenapa jangan pakai dress pendek?"

"Kamu serius kita naik ini?"

"Ya." Gavin memamerkan tiket kereta cepat di tangannya. Dan Safira rasanya ingin berteriak saking senangnya. Tidak mungkin ia melakukan itu di tempat umum.

"Kenapa gak bilang kita ke luar kota? Aku 'kan harus persiapan."

"Tenang, ini cuma short trip."

Safira mendesah pasrah. Dia yakin Gavin sudah mempersiapkan segalanya. "Ayo jalan-jalan dulu di sini!" Safira menarik Gavin untuk berkeliling stasiun.

Safira tiada hentinya bertanya segala macam hal yang ditemuinya, sampai orang-orang menatap mereka aneh. Biarlah, ia 'kan sedang menikmati hidupnya, hidup keduanya.

.

.

"Ciee, yang dari pagi senyum mulu. Ada apa, sih?" Lisa menggoda Safira yang tengah membereskan tab miliknya di jam istirahat.

"Kemarin aku liburan naik kereta sama kak Gavin." Safira berkata dengan senyum malu-malunya.

"Duh, orang kaya naik kereta aja happy banget. Apalah aku yang masih mau naik private jet Safira." Frisca mendramatisir keadaan yang mendapat sorakan dari Lisa dan Ester.

"Sweet banget kak Gavin, tahu aja yang Safira mau," puji Ester tak mau kalah dari yang lain. Karna memang hubungan Safira dan Gavin itu role mode mereka.

"Ya, sebenarnya kencan kemarin hadiah kepulangan kak Gavin, tapi malah dia yang rencanain semuanya."

"Berarti berita kemarin punya efek yang bagus juga, ya," ucap Lisa tetiba saja, membuat yang lain menatapnya.

"Maksud kamu?" Safira sepenuhnya menatap Lisa.

Lisa berdeham. "Setelah berita kamu sama Gio, Reza sama yang lain ganti pakai kak Gavin. Itu artinya kak Gavin gak mau kehilangan kamu, jadi dia lagi berusaha. Sweet banget, sih." Lisa dan yang lain berteriak histeris, sementara Safira hanya tersenyum tipis. Kemudian yang lain membahas kedatangan Gavin di pesta piyama, semakin heboh saja mereka.

Jadi, sikap yang kemarin-kemarin itu lantaran ada Gio? Safira pun tiba-tiba memikirkan tawaran Gio.

"Hei, kamu kenapa?" Ester menepuk pundak Safira.

Safira menggeleng. "Kita ke kantin sekarang?"

Mereka pun pergi ke kantin bersama.

...

"Tangan lo udah sembuh beneran?" Aditya bertanya pada Gavin yang sedang mengobrol dengan Safira.

"Ya, waktu keluar rumah sakit juga membaik."

"Syukur, deh, siapa tahu lo maksain diri kaya biasa."

"Kak Adit perhatian banget," goda Lisa disusul tawa Frisca dan Ester.

"Dia itu ibaratnya Mama di antara kita bertiga," jelas Reza.

"Sialan lo."

Semua yang ada di meja menertawakan gurauan Reza dan Aditya, terkecuali Safira. Sejak datang ke kantin Safira tak absen melamun, senyum pun hanya ala kadarnya, berbeda dengan pagi tadi.

Gavin menyadari hal itu, "kamu kenapa? Sakit?" Gavin meraba punggung tangan Safira yang ada di atas meja.

"Cape aja." Safira menarik tangannya. Makanan serta jus yang ia bawa dari rumah tidak dihabiskam, mood-nya benar-benar kacau.

"Mau aku antar ke ruangan kamu?" Tawar Gavin, tidak menyerah.

Rasanya Safira memang butuh ruangan untuk sendiri kali ini, tapi ia tidak suka kalau Gavin pun ikut. Lelaki itu pasti akan memanjakannya lagi. Pergi ke sana bukan solusi untuk sekarang.

"Gimana keadaan kak Maura?" Semuanya terdiam mendengar Safira yang bertanya demikian. Safira butuh pelampiasan, ia menatap Gavin yang terpaku. Diam-diam hatinya puas.

"Dia udah siuman. Kemarin gue ke sana." Aditya yang menjawab.

"Kenapa kita gak jenguk aja barengan? Gimana kalau nanti sore?"

"Saf..." Lisa menatap Safira bingung, mencoba menelaah maksudnya.

"Aku 'kan udah janji mau maafin kak Maura, kak Gavin juga udah gak ketemu sama dia lagi. Sekarang waktu yang pas 'kan?"

"Ya, kita pergi sama-sama." Gavin mengangguk menyetujui rencana Safira.

"Kak Gavin itu gimana, sih? Safira nanya kaya gitu sengaja mau ngetes, kakak masih mau samperin cewek itu atau enggak? Eh, malah setuju aja. Kelihatan banget kangennya." Lisa tetiba saja meluapkan emosinya. Saat hendak berbicara lebih jauh, Ester dan Frisca segera membungkam mulutnya.

Sementara Gavin malah tersenyum. "Aku tahu Safira bukan orang seperti itu."

Dan Safira menipiskan bibirnya.

.

.

Sore ini mereka pergi ke rumah sakit hanya Safira, Gavin, dan Aditya, tanpa mengajak Lisa dan yang lain, takut membuat keributan seperti di kantin. Maura terbaring seorang diri kala mereka masuk. Seperti yang diharapkan, Maura berubah muram saat melihat Safira juga datang.

"Gimana keadaan kamu? Membaik?" Tanya Aditya, memecah suasana yang mendingin sejak kedatangan mereka.

"Kamu gak lihat ini masih sama seperti kemarin?" Sarkas Maura, sesekali meringis saat mengangkat tangan serta kakinya yang di gips. Berbeda dengan cedera Gavin yang membaik dalam beberapa hari, dirinya justru mendapat yang terparah.

"Kakak tenang aja, aku sudah memasukkan dokter ortopedi terbaik untuk kasus ini. Dan beberapa dokter lainnya kurasa." Safira berkata dengan percaya diri.

"Ah, jadi kamu alasan para dokter datang tadi? Pasti kamu sangat merasa bersalah, ya?" Maura menampilkan senyum sinisnya.

"A-apa?"

Gavin buru-buru menyela, "Maura kamu salah paham, bukan Safira yang melakukan semua ini."

"Jelas aja kamu bakal bela dia, memangnya kapan kamu dengerin omongan aku?" Sentak Maura mulai emosi.

"Maura, kamu tenang dulu. Tapi Safira sungguh tidak ada hubungannya dengan kecelakaan ini."

"Terus saja kamu bela dia. Lalu siapa yang salah? Keluarga bodohnya?" Maura mulai menangis. "Siapa yang akan tanggung jawab untuk semua ini? Apa kalian tahu gimana rasanya hampir mati tanpa tahu siapa pelakunya?"

"Hei, kamu tenang dulu. Ada aku." Gavin melangkah maju mendekati Maura, memegangi gadis itu yang hendak mengamuk lagi. "Aku yang akan menanggung semuanya. Aku yang salah."

"Gimana dengan keselamatan aku setelah ini? Siapa yang bisa jamin aku gak akan celaka?" Maura masih menangis, seperti orang putus asa, diliputi ketakutan yang teramat dalam.

"Kak Gavin..." Safira menyentuh pundak Gavin, tapi lelaki itu menggeleng. "Jangan sekarang Safira!"

"Kamu tenang, ya, aku yang akan memastikan keselamatan kamu. Aku janji hal semacam ini gak akan terjadi lagi." Gavin mengusap pundak Maura yang bergetar hebat.

Safira mematung di sana. Menyaksikan bagaimana Gavin menguatkan gadis lain, yang dulunya selalu pria itu lakukan padanya. Hatinya mendadak pilu, debaran jantungnya sudah tidak teratur. Jam tangannya berbunyi dengan warna orange. Segera saja ia berlari keluar dari sana. Air mata pun meleleh, bersama dengan isak tangis yang tak tertahan. Kenapa Gavin selalu memilih jalan yang sulit? Padahal solusinya cuma satu, tinggalkan Maura, atau dirinya sekalian. Pilihan terakhir justru membuatnya makin sakit.

"Safira!" Safira mendongak dan mendapati kekecewaan yang mendalam, bukan Gavin yang ada di sana. "Maaf aku datang terlambat."

"K-kenapa bisa ada di sini?"

"Kamu tidak tahu kalau jam itu langsung dimonitor Ibumu? Aku datang setelah dapat kabar dari beliau." Gio mendekati Safira. "Kamu kenapa nangis?"

Safira menggeleng dan semakin menangis. Apa ia harus membiarkan Ibunya menang? Cinta yang konyol.

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!