Bukan aku tidak mencintainya. Tapi ini sebuah kisah kompleks yang terlanjut kusut. Aku dipaksa untuk meluruskannya kembali, tapi kurasa memotong bagian kusut itu lebih baik dan lebih cepat mengakhiri masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
“Ternyata kamu mengejutkanku, pencuri permen. Kamu nggak segan-segan ngeluarin semua senjatamu buat ngirimku ke neraka,” kata Blake sambil berbaring tenang di sampingku dan memeluk pinggangku.
Aku bingung banget. Rasanya ini cuma halusinasi narkoba. Aku pikir aku benar-benar menembaknya, tapi kenapa dia masih hidup dan terbaring di sini, di sebelahku?
“Kamu pengen tahu siapa yang sebenarnya kamu tembak?” tanya Blake.
“Iya,” jawabku.
“Kau nembak saudara kembarku. Kami kembar identik,” katanya.
“Jadi, itu alasan kamu nggak pernah ada di lokasi penculikan. Kamu ganggu orang-orang sementara kakakmu bawa mereka pergi,” pikirku.
“Kesimpulan yang sangat cerdas, Isabel. Dan, nak, kamu udah bikin aku kehilangan pekerjaan. Polisi terus nginterogasi aku semalaman. Ngelipatin GPS di bawah mobilku itu trik yang keren, aku hampir terjebak. Dengan semua yang kamu rencanakan dan laksanakan, satu-satunya hal yang bisa aku simpulkan, Isabel, adalah kamu bener-bener pantas dapet semua usahaku. Kamu udah jadi wanita cantik dan cerdas. Aku nggak perlu nunggu kamu dewasa,” kata Blake.
Waktu dia bilang itu, aku langsung merasa takut. Aku nggak tahu apa yang harus diharapkan. Dia udah nggak punya peluru atau senjata lagi, dan polisi juga nggak bisa sampai ke sini tanpa GPS.
“Kamu pengen tahu lebih banyak tentang aku? Kenapa aku bawa kamu ke sini?” dia nanya.
“Iya,” jawabku, “kenapa aku?”
“Seperti yang dibilang penyihir Sofia padamu, aku jatuh cinta pada putrinya. Sebenarnya, kakakku juga, kami bergiliran bersamanya. Dia pasti nggak pernah nyadar. Tapi ibunya, yang lebih berpengalaman, pernah lihat kakakku beberapa kali dan nggak suka sama ekspresinya. Kenyataannya, saudara laki-lakiku nggak pernah bisa berhenti jadi orang yang merosot, dia nggak bisa ngendaliin dorongan hatinya. Dia yang bikin Sofia jadi nggak percaya. Itu sebabnya dia bawa Sofia pergi dari kita. Kalau itu terserah aku, aku nggak akan pernah curiga ada yang buruk. Kamu tahu, aku udah ada di kepolisian selama bertahun-tahun, dan sampai sekarang, setelah kamu intervensi, aku nggak pernah masuk dalam daftar tersangka. Aku nggak merasa terganggu kalau kamu bunuh saudaraku, dia sebenarnya udah jadi pengganggu. Aku nggak pernah setuju dia melecehkan perempuan. Aku, misalnya, berhasil nunggu sampai kamu dewasa. Dan yang paling aku suka dari semua ini adalah Sofia si penyihir melihatmu sebagai seorang putri, jadi bawa kamu pergi adalah kemenangan terakhirku. Dia bakal mati tahu aku punya kamu bersamaku, dan dia nggak akan pernah lihat kamu lagi.”
“Tapi ketika kamu lihat aku untuk pertama kalinya, aku bahkan belum terlalu mengenal Sofia. Apa yang harus aku lakukan dengan balas dendammu?” tanyaku.
“Pertama kali aku lihat kamu, itu adalah mata indahmu dari seorang gadis nakal yang berani melanggar aturan dengan mencuri permen milik petugas polisi. Yang kedua, waktu kamu umur dua belas, dengan gaun merah yang cantik itu, kamu cuma butuh mahkota biar terlihat seperti ratu. Itu terlihat dari matamu yang menantang, apalagi saat kamu merasa terganggu karena dia memperhatikanmu. Bahkan sebelum kamu tinggal sama Sofia, aku udah bisa lihat gimana kamu bertahan sendirian ditinggalin orang tua yang menyedihkan. Aku senang banget ngeliat kamu berkembang sedikit demi sedikit, baik dari segi fisik maupun karakter kuatmu. Kamu nunjukkin kekuatan lebih dari gabungan kedua orang tuamu, itu langka buat seorang gadis. Dan waktu aku memata-matai kamu di rumah Sofia, bertahun-tahun kamu jadi wanita berbudaya dan cerdas seperti sekarang. Kamu bisa masuk di umur enam belas tahun, sementara orang lain kesulitan di umur delapan belas. Dan tanpa harus ngalamin trauma yang kamu hadapi. Sekarang, di umur enam belas, kamu melanggar aturan lagi dan bahkan memanipulasi anak muda yang lebih tua buat belajar menembak. Kamu mencuri senjata dan nggak ragu-ragu menggunakannya. Sementara itu, kamu juga ngadain kontes, dan kamu berhasil mempertahankan mahkotamu. Oh, dan perlu disebut, kamu berhasil nemuin bagian yang hilang yang nggak bisa didapat polisi. Aku punya banyak alasan buat pengen menguasai kamu,” kata Blake.
“Tapi pendapatku juga penting, kamu tahu. Kamu nggak akan bisa mengurungku selamanya,” kataku kesal.
“Dan itu justru bikin semuanya semakin menghibur,” jawabnya sambil tertawa.
Aku masih agak linglung karena narkoba, dan setelah denger cerita Blake, rasanya aku jadi lebih tersesat.
Pria ini udah memperhatikanku selama bertahun-tahun. Dia lihat jauh ke depan, detail banget, dan sayangnya, sangat sabar. Mungkin mereka udah punya rencana darurat, jadi aku nggak bisa kabur selama bertahun-tahun. Gimana caraku ngalahin pikiran kayak gini?
“Ratu sejarah yang sebenarnya punya karakter kayak kamu. Cara berpikir dan bertindakmu, ditambah dengan keindahan dan keanggunan, tentu saja. Mereka harus melindungi kerajaan yang sebenarnya, menghadapi bahaya nyata, dan melindungi masyarakat. Ratu kontes cuma terlihat saja. Adikku lebih suka ratu kontes, aku lebih suka ratu sepertimu,” katanya.
“Tapi kalau kamu terus gini, kamu akan berakhir di penjara. Apa menurutmu itu sepadan?” tanyaku.
“Ya, aku siap bayar harga biar kamu bisa bersamaku selama bisa,” jawab Blake serius, ngebunuh semua harapanku untuk berpikir bisa bebas.
Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah menganalisis kepribadian Blake sebaik mungkin, berharap dia bakal kehilangan minat padaku. Aku pengen dia akhirnya lihat aku sebagai wanita yang membosankan dan penurut, semua ini berdasar pada apa yang bikin dia tertarik padaku.
Tapi kali ini, aku harus lebih hati-hati, mikirin langkahku dengan baik kalau suatu saat aku pengen bebas lagi. Aku punya pengalaman dan keuntungan selama bertahun-tahun, dan sekarang aku bahkan nggak bebas buat bikin rencana. Mustahil banget memikirkan situasi yang lebih sulit yang harus dihadapi supaya bisa bebas.
“Setelah Sofia, kamu nggak pernah jatuh cinta lagi?” tanyaku.
“Kamu bilang aku jatuh cinta sampai mempertaruhkan segalanya?” dia balas nanya.
“Bukan sekadar cinta, cinta biasa yang dirasain semua orang,” kataku.