Isya sadarkan diri dalam kondisi amnesia setelah mengalami kecelakaan ketika studi wisata. Amnesia itu membuat Isya lupa akan segala hal yang berkaitan dengan dirinya, bahkan banyak yang menilai jika kepribadiannya pun berubah. Hari demi hari ia jalani tanpa ingatan yang tersisa. Hingga pada suatu ketika Isya bertemu dengan beberapa orang yang merasa mengenalinya namun dengan identitas yang berbeda. Dan pada suatu hari ingatannya telah pulih.
Apa yang terjadi setelah Isya mendapatkan ingatannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanza Hann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
025 : Awal Mula Sebuah Kecurigaan
Sraasshh...
Bella menghidupkan kran air untuk dirinya cuci muka. Dia agak sedikit tegang di hari pertama berada di Adinata High School. Semuanya nampak asing, tapi ada satu orang yang berhasil membuatnya terkejut. Setelah cukup membasuh muka dengan air, Bella memutar kran agar airnya berhenti mengalir. Sejenak dia merilekskan diri sembari menatap cermin.
"Tidak mungkin! Tidak mungkin kalau itu adalah dia!" pikiran Bella masih terganggu dengan seseorang di sekolah barunya, apalagi mereka berada dalam satu kelas. "Ella sudah mati! Tidak mungkin dia ada di sini! Mustahil... ini tidak mungkin terjadi!" Bella menggelengkan kepala seolah tidak ingin percaya dengan kemungkinan yang masih mengganggunya.
Kepalanya tertunduk sembari mengatur napas agar lebih stabil, "Hosh hosh hosh..." kemudian, ia kembali menatap cermin. Terlihat jelas wajah pucat Bella seolah tidak berdaya serta tidak memiliki kuasa di tempat barunya. Saat di Orlando High school, ia termasuk salah satu siswi istimewa. Namun, di Adinata High School dia bukanlah siapa-siapa.
Di sini banyak sekali siswa-siswi yang berasal dari kalangan elit, sehingga Bella tidak berani untuk berbuat macam-macam kepada mereka. Berbeda saat di Orlando High School yang sebagian besar muridnya berasal dari kalangan bawah, hingga kerap kali Bella mempermainkan salah satu diantaranya, termasuk Trella Nadiva.
Bella masih penasaran dengan siswi bernama Trisya Oliviana tadi. Secara paras dan fisik dia sangat mirip dengan Ella. Bella sangat benci melihat gadis itu lagi. Namun, sepertinya Trisya atau biasa dipanggil dengan Isya oleh teman-temannya, bukanlah siswi biasa.
Sekilas Bella tadi sempat bertanya dengan Naila mengenai Isya. Dia bilang bahwa Isya adalah salah seorang siswi yang sangat berpengaruh selain Luna Adisia, sang cucu kesayangan Direktur Adinata High School. Orang tua Isya pun kerap memberi bantuan dana dalam membangun fasilitas mewah di sekolah ini, sehingga dia disegani oleh siswa lain. Selain karena berasal dari Keluarga Olivia yang kaya raya, juga karena kepribadian Isya sendiri yang sangat buruk dan tempramental. Oleh karena itulah, banyak siswa Adinata yang tidak ingin terlibat masalah dengan Isya.
"Trisya Oliviana... kamu benar-benar memberi sebuah kejutan di hari pertamaku berada di lingkungan baru!" Bella ingin memastikan suatu hal dari gadis itu, namun ia teringat dengan pesan ayahnya sebelum mereka pindah ke Jakarta.
~ Flashback on ~
Saat Bella rebahan di sofa, tiba-tiba Pak Hendri melempar sesuatu ke arah putrinya. Sontak Bella kaget, kemudian bangun dalam posisi duduk. "Apa ini ayah?" ia mengambil stopmap yang barusan dilempar oleh Pak Hendri.
"Isi formulir itu!"
"Apa?" Bella jadi bingung. Untuk memastikannya langsung, ia membuka apa yang tersimpan di dalam stopmap. Ternyata di dalamnya berisi formulir pendaftaran di sekolah baru yang bernama Adinata High School. "Apa aku akan pindah sekolah di sini?"
"Iya... ini kesempatan terakhir untuk memperbaiki sikapmu! Kita akan pindah ke Jakarta dan kamu akan sekolah di sana!" jawab Pak Hendri. Sebelumnya beliau nampak sangat marah dan seolah tidak lagi peduli dengan nasib putrinya. Tapi, entah ada gerangan apa beliau jadi berubah pikiran dan memberi kesempatan kepada Bella untuk memperbaiki sikap serta mencarikan sekolah baru untuknya.
Bella sangat terharu dan senang, akhirnya dia bisa kembali melanjutkan sekolah. "Terima kasih ayah, aku..." Bella belum selesai mengucapkan kalimat ungkapan rasa terima kasih yang mendadak dipotong oleh Pak Hendri.
"Kamu jangan senang dulu dan kembali bertingkah sesuka hatimu! Apa kamu tahu berapa banyak uang yang ayah keluarkan untuk menutupi kasus perundunganmu itu? Bahkan keluarga kita pun sampai harus pindah ke kota lain untuk memulai hidup baru dan menghapus jejak memalukan yang kamu hasilkan!"
Bella hanya bisa menunduk diam sembari mendengarkan. Pak Hendri tidak ingin bicara terlalu panjang lebar, sehingga dia langsung pada inti yang hendak beliau tegaskan.
"Kali ini aku masih berbaik hati dan memberimu satu lagi kesempatan, itupun juga karena bujukan dari ibumu. Tapi, jika di kota baru nanti kamu kembali berulah, maka ayah tidak segan-segan memasukkanmu ke panti asuhan atau rumah sakit jiwa. Mungkin kamu akan sadar begitu ada di sana! Reputasi ayah sebagai seorang jaksa jauh lebih berharga jika harus dipertaruhkan hanya demi tingkahmu yang memalukan! Oleh karena itu, bersikaplah lebih baik lagi jika kamu masih ingin diakui sebagai putriku! Kamu mengerti?!"
Bella tetap diam sembari menggertakkan gigi dalam rongga mulutnya. Bagaimana bisa seorang ayah mengatakan sesuatu yang sangat menyakiti hati anaknya sendiri. Terkadang Bella bertanya-tanya, apakah kehadirannya sebagai anak di keluarga ini hanya diakui secara biologis saja?
Sebab, secara moral dia sama sekali tidak pernah mendapat kasih sayang ataupun perhatian lebih dari kedua orang tua, apalagi dari sang ayah. Padahal dia adalah putri tunggal di Keluarga Athala. Kehadirannya yang selama ini kerap diabaikan, membuat Bella menjadi sosok anak yang kerap bertingkah semaunya.
Bersikap baik dan selalu menurut tidak menjamin dia akan diperhatikan oleh orang tua. Justru ketika dia sudah berbuat ulah, barulah mereka akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Dan itulah yang Bella anggap sebagai perhatian orang tua terhadap seorang anak. Padahal mereka hanyalah berusaha menutupi kesalahan yang Bella lakukan demi menjaga reputasi mereka sendiri.
Haruskah dirinya merasa senang bisa pindah ke sekolah baru yang disarankan oleh ayahnya? Jika memang dibalik ini semua, mereka hanya bermaksud memindahkan Bella ke tempat baru sembari menghapus jejak kesalahan yang pernah diperbuat oleh putrinya, apakah Bella harus tetap senang dan berterima kasih kepada mereka?
Bella tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa saat menerima kesempatan ini. Meski terasa agak melegakan, namun amarahnya jadi tidak stabil. Ia hanya bisa mengepalkan tangan guna meredam amarah yang ada dalam dirinya. "Sial, sebenarnya aku ini apa di mata kalian?"
~ Flashback off ~
Mengingat wanti-wanti dari Pak Hendri, membuat Bella jadi harus menahan diri untuk beberapa saat ini. Yang jelas dia tidak boleh bertindak gegabah jika tidak ingin nasibnya barakhir di panti asuhan ataupun rumah sakit jiwa. Tapi, rasa penasarannya akan sosok Isya dan apa hubungannya dengan Ella kian menjadi-jadi.
Jujur, ia tidak tahan jika hanya diam dan menahan rasa penasaran yang kian mencapai ambang batas. Bagaimanapun Bella harus bergerak walau secara perlahan.
"Kenapa juga aku harus kembali bertemu dengan wajah itu? Entah Ella atau Isya... orang yang sama atau sekedar mirip saja? Kalian benar-benar menyebalkan begitu aku melihatnya!" wajah Ella yang sangat Bella benci masih terukir jelas di ingatannya.
Entah kesalahan apa yang telah Ella lakukan hingga membuat Bella begitu membencinya, hanya Bella yang tahu. Bahkan sampai meninggal pun Ella tidak tahu dengan jelas alasan Bella begitu membenci dirinya. Setiap kali Ella bertanya, selalu saja jawaban Bella adalah, "Aku membencimu karena itu adalah dirimu! Dan aku benci semua tentangmu!"
Bella terlalu terobsesi dengan sosok Ella, sehingga saat melihat Isya pun ia berencana untuk melakukan sesuatu untuk membuktikan kecurigaannya.
"Trisya Oliviana... cepat atau lambat aku akan mengetahui siapa kamu yang sebenarnya!"
-One Step Closer-