Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 20 - MEMINTA MAAF
"Kenapa saya harus berlutut, Yang mulia?" protes Madeline tidak terima. Beraninya dia menyuruhnya berlutut kepada bangsawan hina itu? Dia hanyalah penggoda yang bersembunyi di balik status bangsawannya dan ingin merayu kaisar dengan tubuhnya.
"Apakah kamu mempertanyakan aku?" ujar Clarisse dengan dingin.
Madeline mendadak terdiam, tetapi matanya tetap menatap Clarisse dengan pandangan menantang. Clarisse tertawa kecil, berjalan menuju Madeline selangkah demi selangkah.
Ia membungkuk menatap Madeline dan tiba-tiba saja langsung menarik rambutnya dengan paksa.
Kepala Madeline terpaksa mendongak keatas menatap tatapan Clarisse yang seakan membunuhnya. "Kamu tau, aku bisa membuat hidupmu lebih buruk daripada kematian, jadi bersikaplah lebih baik. Saat ini kamu masih memiliki kegunaan untukku, jadi jangan coba-coba melampaui batas kesabaranku, kalau tidak aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu."
Madeline merasakan badannya gemetaran seakan-akan hawa dingin menusuk tubuhnya. Ia menggenggam tangannya dengan erat mengendalikan tubuhnya yang ketakutan karena diancam oleh Clarisse. Jangan sampai permaisuri sampai tau, dia ketakutan oleh aura Yang mulia putri ke tujuh, kalau tidak bagaimana dia bisa menjalankan tugas selanjutnya yang di perintahkan oleh permaisuri.
"Hm, satu lagi. Jangan pernah mengatakan hal ini kepada permaisuri, kalau tidak aku akan membeberkan perbuatanmu hari ini."
Harapan Madeline seketika hancur. Dia ingin melaporkan sikap sombong putri ke tujuh tanpa menyebutkan kejahatannya, karena itulah dia berlagak polos untuk mengecohnya. Ia yakin Permaisuri pasti akan memberi wanita ini pelajaran jika ia menceritakannya dan dia hanya perlu mencari kambing hitam untuk menggantikan hukumannya.
"Kamu tidak akan melakukan itu bukan?" tanya Clarisse dengan seringai di wajahnya. Wajahnya yang cantik penuh dengan aura misterius hingga membuat Madeline meragukan apakah dia adalah orang yang sama. Putri Clarisse tidak seperti ini sebelumnya, dulu dia adalah orang yang kaku dan ekspresinya selalu datar seakan tidak peduli pada dunia.
Bibir Madeline bergetar karena menahan rasa gugup, dia berdoa dalam hatinya supaya Putri Clarisse tidak melihat keanehannya.
"Ti..tidak Yang mulia." jawab Madeline berbohong.
Clarisse menganggukkan kepalanya melihat reaksi Madeline yang sudah dalam perkiraannya. Takut pada kuat dan terus menindas yang lemah, itulah sifat Madeline yang tidak pernah berubah dari dulu. Karena itu jugalah dia tidak lagi bersikap pasif seperti sebelumnya dan menantang Madeline dengan keras.
"Sekarang, minta maaflah! Aku tidak akan mengulangi ucapanku untuk ketiga kalinya."
"Ba..baik, Yang mulia." jawab Madeline tertunduk pasrah lalu beringsut maju menuju tempat tidur Pangeran Verel.
"Saya minta maaf." ujar Madeline sambil membungkukkan badannya dalam-dalam. "Saya.. saya sangat menyesal karena memperlakukan anda seperti itu."
"Kamu meminta maaf kepada siapa? Bukankah Lady Diana juga berhak mendapatkan permintaan maafmu?"
"A..aku...." gigi Madeline menggeretak, sekuat tenaga dia menahan tubuhnya untuk tidak mencabik-cabik wajah wanita itu.
Clarisse tersenyum miring melihat wajah Madeline yang berubah warna. Ini benar-benar tontonan yang bagus melihat Madeline yang tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menahan amarahnya. Haruskah dia mengabadikannya dan melihatnya ketika dia dalam suasana hati yang buruk. Ia yakin itu bisa memperbaiki moodnya.
"Maaf." kata Madeline dengan suara sepelan nyamuk.
"Kurasa Lady Diana tidak mendengar permintaan maafmu, bukankah itu semua akan menjadi sia-sia jika dia tidak menerimanya?"
"Maafkan saya, Lady Diana." ujar Madeline lagi dengan suara yang lebih nyaring.
"Tidak apa-apa." jawab Lady Diana lembut. Dia juga tau betul bagaimana statusnya di istana ini. Hanya seorang ibu pangeran yang tidak memiliki kekuatan apapun. Atas dasar apa dia berani memberikan hukuman kepada bawahan Yang mulia Permaisuri. Ia yakin Permaisuri juga ikut andil dalam siksaannya selama ini.
Kaisar tidak memberinya gelar walaupun status sebagai selir yang membuktikan dia tidak mempunyai kedudukan apa-apa di istana ini, karena itulah dia tidak berani melawan.
"Tidak, aku tidak akan memaafkannya." suara Pangeran Verel memotong pembicaraan mereka berdua yang membuat semuanya sontak mengalihkan pandangannya kepada Pangeran Verel.
"Apa yang anda katakan, Pangeran?" Lady Diana memperingatkan Pangeran Verel untuk tidak berbicara lebih jauh. Dia mengalihkan pandangannya menatap Madeline dengan tatapan meminta maaf, "Nyonya Madeline, perkataan Pangeran Verel tadi tidak benar. Kami berdua benar-benar sudah memaafkanmu, karena kami juga tau anda terpaksa melakukannya."
Terpaksa.
Clarisse tertawa mengejek mendengar perkataan itu keluar dari mulut ibu Pangeran Verel. Haruskah dia mengatakan Lady Diana terlalu naif atau bodoh? Tidak bisakah dia membedakan mana yang terpaksa atau tidak.
"Tidak, perkataanku benar." bantah Pangeran Verel keras.
"Dia mencoba mendorongku ke sungai, bukankah itu sama saja dengan percobaan pembunuhan. Beraninya dia hanya menyodorkan permintaan maafnya yang palsu atas ganti kerusakan mentalku. Tidak, aku harus melaporkan ini kepada Kaisar. Kaisar pasti akan mengusut kasus ini hingga tuntas dan memberikan keadilan untukku."
Wah, rasanya Clarisse ingin bertepuk tangan sekarang. Tidak salah lagi, dia benar-benar calon bibit yang bagus untuk mengalahkan putra mahkota. Hanya karena terhalang ibunya yang pasif, bakatnya yang gemilang terpendam di istana buruk ini.
Ia yakin jika dia membawa Pangeran Verel ke hadapan kaisar dan menunjukkan bakatnya, kaisar pasti akan meliriknya. Setelah itu , dia tidak perlu lagi melihat nenek sihir itu yang mendominasi di istana ini. Clarisse tertawa jahat ketika memikirkan semua itu.
"Pangeran Verel, saya rasa itu berlebihan jika membawa ini ke hadapan Kaisar. Nyonya Madeline hanya diperintahkan oleh seseorang, jadi saya yakin dia juga tidak bermaksud melakukannya."
Deg.
Kepala Madeline mendongak ke atas, tidak menyangka Putri Clarisse akan membelanya. Jujur saja, ia sangat ketakutan karena Pangeran Verel akan melaporkan hal ini kepada Kaisar, jadi ia sangat terharu melihat Putri Clarisse yang membelanya.
Verel terdiam menyembunyikan kekesalannya melihat Putri Clarisse yang membantu musuhnya. Apa maksud wanita ini? Baru saja dia membantunya menyelamatkan nyawanya lalu kenapa sekarang dia bersekongkol dengan musuhnya. Verel benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Putri Clarisse sama sekali. Entah skema apa yang akan dia lakukan dan harus melibatkannya.
"Pergilah." Clarisse mengusir Madeline dari kamar melihat tatapan Verel yang sepertinya salah paham dengannya. Dia harus meluruskan ini supaya tidak tenggelam lebih jauh.
"Baik, Yang mulia." jawab Madeline terharu. Sekarang ia sangat bersyukur bahwa Putri Clarisse ada disini dan bisa membantunya.
"Lalu bagaimana dengan permintaan anda yang kedua?" ujar Madeline tiba-tiba teringat bahwa Yang mulia Putri baru menyebutkan permintaannya yang pertama.
"Nanti aku akan memberitahunya padamu."
"Baiklah." jawab Madeline lalu pergi meninggalkan ruangan.
Sekarang tinggallah hanya Clarisse dan dua ibu anak itu. Clarisse mengalihkan pandangannya dan tersenyum melihat Lady Diana yang menatapnya dengan bingung.
Lady Diana polos sekali, pantas saja Pangeran Verel belum tercemar sampai sekarang. "Kenapa anda tidak pergi bersamanya?" suara Pangeran Verel menginterupsinya membuat Clarisse segera tersadar dari lamunannya.