Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 25
Jaka syok mendengar bahwa Vano akan datang menjemput Mia. Dalam perjalanan pulang lagi-lagi Jaka banyak diam. Hingga beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di gang depan rumah Mia.
"Terimakasih ya Jak" Ucap Mia, dia geser bokongnya ke kiri mendekati pintu lalu membukanya.
"Sama-sama" Jaka menunggu Mia hingga turun, tetapi ketika Mia sudah berjalan Jaka melongok dari kaca.
"Mia..." Panggilnya.
Mia pun berhenti, tetapi tidak menjawab hanya memandangi Jaka dengan dahi mengeryit. Ketika di dalam tadi pura-pura membisu, tetapi ketika sudah turun memanggilnya.
"Vano mau menjemput kamu kan? Sebaiknya hati-hati" tukas Jaka menutup kaca lalu pergi.
"Jaka... Jaka. Kamu aneh" Batin Mia. Dia berjalan melewati gang yang terang benderang karena di atasnya di pasang lampu yang panjang bukan hanya menerangi jalanan, tetapi juga rumah-ruamah warga terdekat pun di sorot, termasuk kediaman Mia.
Langkah Mia berhenti kala seorang pria tengah duduk di teras rumah. "Mase..." Mia kaget karena hanya dalam hitungan menit saat telepon di lesehan tadi. Vano mengatakan baru akan berangkat dari rumah, tetapi saat ini sudah tiba di terasnya.
"Kamu tidak apa-apa" Vano memandangi Mia dari atas sampai bawah.
"Tidak? Memang saya kenapa?" Mia balik bertanya. Dia ikut duduk di teras tidak mau mengajak Vano masuk. Tidak pantas jika Mia memasukkan pria siapapun itu.
"Saya mendengar kamu di culik? Apa benar begitu?" Selidik Vano, walaupun sebenarnya tidak yakin jika kata-kata Jaka itu benar. Nyatanya Mia saat ini baik-baik saja.
"Mase tahu darimana?"
"Calon suami kamu tadi siang datang ke kantor" Vano menceritakan bahwa pria itu mengamuk di perusahaan.
"Elah Mase... Jaka itu sahabat saya, bukan calon suami" Mia heran mengapa Vano bisa berpikir seperti itu. Mungkin dia lupa bahwa Vano pernah mendengar celetukan Jaka.
Vano hanya diam mendengarkan, celotehan Mia.
"Lagi pula saya tidak percaya jika Jaka marah-marah di tempat umum" Bantah Mia, menjelaskan bahwa selama ini tahu benar siapa Jaka, orang yang tahu tata krama.
Mia tidak sadar jika seseorang sudah kecewa, tidak sedikit yang nekat termasuk Jaka.
"Kamu belum menjawab pertanyaan saya, siapa yang menculik kamu?" Vano sedikit mencecar, karena Mia sengaja mengalihkan.
"Kalau saya katakan yang menculik saya calon istri Mase, apakah Mase percaya..."
"Apa?" Vano pun berdiri di depan Mia, tentu tidak percaya jika Dona melakukan itu. Sejahat jahatnya Dona, dia tidak akan setega itu. Pikir Vano.
"Nah, kan. Tadi tanya, ketika saya jawab Mase tidak percaya. Sekarang lihat mata saya. Apakah saya ini berbohong?" Mia menatap Vano, tetapi yang ditatap bengong. Mia akhirnya berpaling ke arah tanaman hias di hadapannya. Dia merasa aneh dengan Vano. Seberat apapun cinta Vano kepada Dona, jika memang perbuatannya sudah melanggar hukum buat apa dibela.
"Sekarang sebaiknya Mase cari Dona" Mia minta Vano menanyakan kepada Dona untuk apa menculik dirinya.
"Lalu apa yang Dona lakukan kepadamu," lirih Vano, lalu duduk kembali. Kali ini agak merapat ke tubuh Mia.
Mia menyeret bokongnya ke kiri, lalu menceritakan semuanya. Sejak dipukul bagian tengkuk, hingga tak sadarkan diri, dan sadar ketika sudah berada di hutan. Saat Mia melawan habis-habisan hingga terakhir bertengkar dengan Dona.
"Mase... calon istrimu itu mungkin harus dibawa konsultasi ke dokter jiwa" celetukan Mia mengejutkan Vano.
Pria itu menatap lekat wajah Mia. Dalam hati membenarkan kata-kata Mia. Mungkin bernar bahwa Dona stres dan harus diobati mengingat selama ini jika marah tidak dikontrol. Tetapi Vano berpikir lagi mungkin saja sikap Dona yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan.
"Mase yakin mau memperistri Dona?" Mia ngeri bagaimana dengan masa depan anak-anak mereka nanti.
"Saya sudah putus" Vano menjawab pendek.
"Putus..." Mia tak kalah kaget.
"Sudahlah, sekarang kamu ikut saya" Vano spontan menarik tangan Mia, sambil beranjak dari teras. Tetapi Mia melepas tangan Vano.
"Maaf" Vano tersenyum kikuk.
"Mau kemana Mase..." Mia malam ini sebenarnya ingin istirahat tidak mau kemana-mana lagi. Sekuat apapun tubuh Mia, tentu akan terasa lelah jika mengalami serangan seperti tadi.
"Mama mau bertemu" Jawab Vano. Entah hanya alasan, atau memang benar yang dia katakan hanya Vano sendiri yang tahu.
"Okay..." Mia mengatakan besok setelah pulang jualan akan menjenguk ibu sepuh
"Please Mia, Mama menunggu kamu" Vano mengatakan bahwa Paulina sedang sakit dan ingin obat dari Mia.
"Ibu sepuh sakit apa?" Mendengar kabar Paulina sakit, rasa lelah Mia tidak dirasakan lagi. Mia tentu tidak mau mengecewakan ibu sepuh yang selalu baik kepadanya.
Mia pamit ke dalam sebentar karena ada yang ingin dia ambil. Tidak lama kemudian kembali sudah mengenakan jaket. Tiba di uar sudah tidak ada Vano, tetapi pandangan tertuju kepada putri.
"Mia... kamu mau kemana, lalu siapa pria tadi?" Putri rupanya sudah berbasa-basi dengan Vano, sebelum akhirnya Vano pamit menyalakan mobil.
"Dia anaknya pelanggan jamu Mbak. Pemilik Sandranu grup."
"Apa?" Putri kaget, betapa beruntungnya Mia di kelilingi oleh orang-orang hebat.
"Banar Mbak" Mia juga menuturkan bahwa dia mendapatkan orderan kue banyak dari perusahaan tersebut.
"Alhamdulillah... semoga lancar usaha kamu Mia"
"Aamiin..." pungkas Mia lalu pamit pergi.
Mia kaget ketika tiba di pinggir mobil, Vano membukakan pintu untuknya. Bukan apa-apa, Mia merasa tidak pantas seorang Ceo sekelas Vano peduli kepadanya. "Tidak usah Mase, saya bisa sendiri" tolak nya masih diam di pinggir pintu depan.
"Cepat naik, saya hanya membalas budi, karena kamu tadi pagi sudah mengganti ban saya" Ucap Vano masuk akal, lalu menutup pintu ketika Mia sudah duduk di samping Vano. Bagi Mia merasa biasa saja karena sudah dua kali.
Dalam perjalanan mereka ngobrol, masih membahas tentang ibu sepuh. Hingga tiba di kediaman Paulina. Vano memberi tahu letak kamar mamanya lalu mengizinkan Mia masuk.
"Ibu sepuh sakit apa?" Mia mengingatkan agar Paulina jangan kelelahan, sambil mengurut perlahan-lahan tangan Paulina yang sudah keriput dimakan usia.
"Biasa Mia, orang itu kalau sudah tua seperti saya ini rentan sekali sama penyakit" Paulina menuturkan sembuh kaki, pindah ke pinggang, ke kepala, lalu ke perut. Merasa onderdilnya sudah mulai rontok.
"Sebentar ya Bu, saya buatkan teh jahe," Mia segera ke dapur, sudah seperti rumah sendiri setelah izin bibi ambil jahe di kulkas.
Mia tidak tahu jika dari lantai dua depan kamar Vano, Vano memperhatikan Mia. Hingga beberapa saat setelah Mia kembali ke kamar Paulina, Vano pun ke kamarnya sendiri. Dia rebahkan tubuhnya di kasur. Penuturan Mia tentang Dona mengganggu pikirannya. Vano mau tidak percaya bahwa Dona wanita yang dia jadikan kekasih sejak kuliah S1 bisa berbuat keji.
"Aku akan menemui Dona malam ini juga," Vano bangun kembali, menyandak kunci mobil yang dia letakkan di meja kamar. Tanpa izin Paulina yang sedang di kamar bersama Mia, Vano hanya berpesan kepada bibi lalu pergi.
*****************
Di kamar yang berbeda, seorang wanita tengah memperhatikan seorang pria yang turun dari mobil, melalui jendela kamar. Bibirnya tersenyum, sudah dia duga Vano akan datang minta maaf kepadanya. Dona tahu kekasihnya itu tidak akan bisa marah lama kepadanya.
Seperti yang sudah-sudah, jika Dona mengucap kata putus, maka Vano akan datang minta maaf. Dona menutup gorden lalu berjalan ke depan kaca. Dia sisir rambutnya dan menyemprot minyak wangi ke sisi leher kanan kiri.
Tok tok tok
"Masuk..."
"Ada Tuan Vano Non" bibi menyembulkan kepala.
"Ya" jawab Dona pendek. Dengan semangat dia menemui Vano ke ruang tamu.
...~Bersambung~...