Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23.
"Mas, mandi dulu." Fadila mengangguk dengan mulut yang masih terkunci rapat.
Arnan menghela napas panjang melihat respon istrinya. Ya, istri. Mulai sekarang Fadila adalah istri Arnan. Setelah pulang ke negara mereka sendiri nanti, Arnan akan langsung mendaftarkan pernikahan mereka dan mengadakan resepsi.
"Mau mandi sama, Daddy?" Arnan menatap bocah yang ada di pangkuan Fadila.
"Mau." Anan mengulurkan kedua tangannya pada Arnan. " Yey ... mandi cama, Daddy." Bocah itu bersorak girang saat sudah di gendongan Arnan.
"Buka dulu bajunya," ucap Fadila lirih.
Arnan menurunkan Anan di kasur dan mulai membukakan baju anak itu.
"Mami, ndak ikut mandi cama Daddy?" Fadila menggeleng menatap anaknya dengan senyum tipis.
"Mami, tenapa diem aja? Mami malah cama aku?" Anan cemberut melihat wajah tak semangat maminya.
Fadila segera memberikan senyum terbaiknya untuk sang anak. Fadila sadar kalau sikapnya mungkin sudah terlalu berlebihan. Hingga anaknya saja bisa merasakan perubahan dirinya.
"Mami, cuma merasa kalau jagoan Mami semakin besar saja. Dan itu membuat Mami merasa gak rela melihat kamu cepat tumbuh besar. Tapi Mami bahagia, karena kamu adalah sumber kebahagiaan Mami selama ini."
Fadila mendekap tubuh montok Anan dan mengecupi wajah anak itu. Anan tertawa karrna kini kecupan maminya turun ke perut.
"Ce top Mami, ce top! Aku mau pipis," ucap Anan yang sudah tak tahan lagi menahan rasa geli yang mengakibatkan dirinya hendak buang air kecil di buatnya.
Fadila menghentikan aksinya dan membantu anaknya berdiri.
"Cepat ke kamar mandi, sebelum keluar di sini," ucap Fadila.
Arnan mengangkat tubuh Anan dan membawa bocah telanjang itu ke dalam kamar mandi.
Fadila menatap nanar pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Wanita itu menghela napas panjang lalu merebahkan tubuhnya di kasur empuk nan luas itu.
Pikiran Fadila berkelana entah kemana-mana. Pernikahan singkat yang di lakukannya sungguh di luar perkiraan dan harapan.
Bayangan kehidupan pernikahan yang lalu kembali menghantui ibu satu anak itu. Kebahagiaan dalam pernikahannya hanya sesaat saja sampai ibu mertuanya masuk dan ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.
Jika dulu saja ia bisa di hianati dan di tinggalkan, bagaimana dengan sekarang? Fadila hanya memikirkan Anan. Kemungkinan bocah itu bisa mengalami gangguan batin dan trauma, jika sampai di tinggalkan oleh Arnan yang di anggapnya daddy.
"Apa yang kamu lamunkan?" Fadila tersentak kaget mendengar suara Arnan.
Dengan cepat Fadila duduk seperti semula. Di lihatnya kedua laki-laki beda usia di depannya sudha selesai mandi.
"Cepat sekali mandinya?" Tanya Fadila heran.
Wanita itu merasa keduanya baru saja masuk ke dalam kamar mandi. Tapi kini keduanya sudah keluar dengan keadaan Arnan sudah memakai piyama mandi dan Anan berbalut handuk putih.
"Cepat? Kami sudah setengah jam di dalam. Mau berapa lama lagi kami harus mandi? Anan, bisa masuk angin kalau lama-lama."
Kening Fadila mengkerut mendengar ucapan suaminya. Sudah setengah jam? Selama itukah dia melamun dan memikirkan tentang kehidupan masa depannya?
"Kenapa? Apa yang kamu pikirkan?" Penasaran Arnan saat mendapati Fadila yang hanya diam saja dan terlihat bingung.
"Gak ada apa-apa." Fadila mengulurkan kedua tangannya pada Anan. "Sini sama ,Mami."
Anan menjatuhkan tubuhnya di pelukan maminya. Fadila dapat mencium aroma sabun yang begitu wangi dan khas pria dewasa pada anaknya.
Sadar mereka baru saja datang dan langsung menikah. Fadila tidak jadi bertanya tentang sabun apa yang di berikan oleh Arnan pada anaknya.
"Aku keluar sebentar untuk lihat koper kalian sudah sampai belum." Fadila mengangguk sebagai jawaban.
Arnan yang sudah selesai berganti pakaian berjalan keluar kamar. Dan saat akan menutup rapat pintu, pria itu di kejutkan dengan kehadiran Jack.
"Maaf, Bos. Ini koper nyonya dan bos kecil," ucap Jack lebih dulu sebelum Arnan memarahinya karena sudah mengagetkan pria itu.
"Kemana mama sama papa?" Tanya Arnan.
"Nyonya Besar dan tuan besar pergi berbelanja, Bos."
Arnan hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kamar lagi. Mengunci pintu dan berjalan mendekati kasur di mana ibu dan anak itu menatapnya.
"Daddy, mau mana?" Tanya Anan saat melihat daddy nya membawa koper.
Sepengetahuan bocah itu, kalau membawa koper pasti akan pergi jauh. Karena ia biasa melihat kakek dan neneknya serta paman dan bibinya melakukan itu setiap akan kembali ke Indo.
"Gak kemana-mana, Boy. Ini pakaian kamu dan mami."
Arnan mendekatkan koper ke kasur.
"Pergilah mandi, biar Mas yang pakaikan baju untuk bocah kecil ini." Arnan mengangkat tubuh Anan.
"Tapi ..."
Menyadari keraguan Fadila akan dirinya, Arnan hanya tersenyum manis saja untuk meyakinkan istrinya.
Fadila menghela napas pelan lalu membuka koper besar di bawah kasur. "Tutup mata, Mas!" Perintahnya sembari kembali menutup kopernya.
"Kenapa?" heran Arnan.
"Ck, tutup mata!" Arnan mengalah dan berbalik badan.
Fadila kembali membuka kopernya yang bagian atasnya adalah pakaian dalamnya. Kerjaan siapa ini sebenarnya? Batin Fadila.
Wanita itu mengambil satu stel bajunya dan baju Anan. Serta beberapa perlengkapan untuk anaknya.
"Ini pakaian Anan dan bedaknya. Baluri dulu pakai minyak bayi, supaya gak masuk angin. Setelahnya baru di bedaki perut dan lehernya, jangan lupa bagian selakangannya di bedaki sedikit supaya gak lecet. Jangan di pakaikan pampers karena dia gak terbiasa."
Fadila memberitahu semua cara memakaikan baju anak pada Arnan. Yang di ajaki bicara hanya menanggapi dengan senyuman saja.
Ternyata istrinya cukup cerewet juga jika menyangkut kebaikan anaknya.
"Iya, Mami. Pergilah mandi, nanti kita makan malam bersama. Gak baik juga seorang wanita mandi terlalu malam," ucap Arnan.
Fadila segera pergi meninggakan kedua laki-laki itu.
Setelah Fadila masuk kamar mandi, barulah Arnan menurunkan Anan dan mulai melakukan sesuai instruksi Fadila.
"Baiklah, sayangnya Daddy. Duduk yang manis, kita pakai minyak dulu." Arnan mengolesi perut dan punggung Anan dengan minyak khusus bayi.
"Ini juga, Daddy." Anan menunjuk lehernya.
"Oke." Arnan terus melakukan pekerjaan sederhana namun sangat menyenangkan itu.
Apa lagi Anan yang bisa dia ajak bicara dan bocah itu cukup menurut padanya.
"Woah ... Anak Daddy ganteng banget, sih? Jadi semakin keren kalau begini." Kagum Arnan pada hasil usahanya memakaikam baju Anan.
"Aku danteng." Anan meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua pipinya.
Arnan yang gemas melihat itu langsung mengakat tubuh montok Anan. Mengangkat tinggi Anak sepanjang lengannya lalu menurunkan ke wajahnya untuk mengecup perut kecil Anan.
"Hem ... Wanginya, hem wanginya ..."
"Hahaha ... Cudah Daddy, cudah. Aku anti pipis lagi."
Tawa Anan dan Arnan saling bersautan di dalam kamar besar itu.
Fadila yang mandi dengan cepat karena takut anaknya di sakiti hanya bisa diam mematung melihat pemandangan di depannya. Mungkin pemikirannya memang jahat, sudah berpikiran buruk tentang suaminya.
Keraguan dalam hati Fadila perlahan berkurang melihat betapa Arnan begitu lembut pada Anan. Fadila hanya takut kalau kebaikan dan kelembutan yang Arnan tunjukkan pada anaknya hanya setingan saja.
Tapi sepertinya penilaiannya salah, yang terlihat di depan matanya kini malah tawa bahagia kedua laki-laki beda usia itu.
"Baiklah, baby boy. Sekarang kita keluar dulu supaya mami bisa ganti baju dan siap-siap."
Arnan melangkah keluar kamar membawa Anan setelah lelah bermain. Anan meletakkan satu tangannya di pundak kokoh Arnan. Keduanya terus berbicara hangat.
sangat mengecewakan Thor....
ambisi terlalu tinggi sampai tega menghancurkan rumah tangga anaknya....
😱😱