Terpaksa Menikahi CEO Lumpuh

“Assalamualaikum Kak Aidan,” sapa Elena ramah, sembari menarik kursi yang ada di sisi kanan ranjang Aidan dan menaruh kotak kue yang dibelinya ke atas nakas.

“Waalaikumsalam.”

“Sorry Kak, aku baru datang, baru tahu juga tadi pagi dari Papa, kalau Kakak dirawat juga ... ternyata istri keduamu termasuk berani juga ya,” lanjut kata Elena sembari menjatuhkan dirinya di kursi yang dia tarik itu.

Papa Ricardo hanya menyandarkan bagian pinggulnya ke sisi ranjang, lalu dia melihat kedua tangannya di atas perut ratanya.

“Dia berani karena ulah kakakmu, Elena. Semua tindakan pasti ada sebab dan akibatnya.” Papa Ricardo menimpali perkataan Elena.

Aidan menarik napasnya dalam-dalam, kedua netranya bergantian menatap Elena lalu ke Papa Ricardo.

“Pah, sekarang bisa aku menengok ke kamar sebelah?” tanya Aidan, dengan tatapan sangat berharap.

“Masih belum bisa, demi kesehatan mentalnya. Lagi pula buat apa kamu menemuinya, dia tidak kamu anggap istrikan hanya pelayanmu saja. Jadi biarkan dia beristirahat dengan tenang, jangan sampai terjadi lagi hal seperti kemarin,” jawab Papa Ricardo.

“Aku kalau jadi Deandra, sudah pasti bakal serahin diri sajalah ke polisi, daripada disiksa sama suami sendiri walau berdalih sebagai bentuk tanggungjawab karena kecelakaan itu, belum lagi juga tekanan dari mama. Coba Kak Aidan bayangin jika aku berada di posisi Deandra, Kakak sebagai Kakakku tegakah melihat adiknya diperlakukan kasar oleh suaminya seperti itu! Aku sebenarnya dari awal ingin komplain dengan sikap Kakak terhadap Dea!”

 Elena kali ini meluapkan rasa kecewanya pada kakaknya setelah Papa Ricardo bercerita dan bertukar pikiran dengannya. Apalagi sebelum ke kamar Aidan, Elena terlebih dahulu menjenguk Deandra kakak iparnya.

Jatuh sudah air mata Elena sebagai wanita melihat kerapuhan yang dipaksa dia tutupi dengan ketegaran hati. Wajah bak bidadari itu tampak tulus menghadapi kenyataan hidupnya, terutama menghadapi kearoganan suaminya sendiri.

“Jika kamu sudah lelah, jangan terus maju Dea. Kamu bisa bilang sama Papa, agar pernikahan ini cepat berakhir,” kata Elena mengiba.

Wanita yang masih terlihat pucat itu mengulas senyum tipis, kedua netranya menatap lekat adik iparnya tersebut.

“Awalnya aku memang ingin sekali menyerah Kak Elena, namun kak Aidan menghalanginya. Dan aku baru tahu kenapa tindakan bodohku tidak berhasil, Allah tidak menginginkan itu terjadi, dibalik semua itu ternyata ada hal yang harus aku kerjakan sebagai bentuk penyelesaian dari semua masalah yang aku buat,” tutur Deandra begitu lembutnya.

Elena menggenggam erat tangan Deandra yang tidak ada jarum infusnya, dia menatap dalam wajah iparnya yang ternyata sangat cantik itu melebihi kakak ipar pertamanya.

“Jika kamu memiliki kesulitan, tolong beritahu aku. Kamu tidak sendiri, walau Kak Aidan itu kakak kandungku, bukan berarti aku mendukung sikap jahatnya itu,” pinta Elena, begitu perhatian.

Wanita itu hanya mengangguk pelan.

Kedua netra Elena kembali berkaca-kaca setelah teringat pertemuan nya dengan Deandra, dan dia buru-buru mengusap matanya agar tidak semakin jatuh di hadapan kakaknya maupun papanya sendiri.

“Kakak tahu, wanita itu sekuat-kuatnya bertahan, dia tetap akan rapuh. Deandra tidak minta dicintai olehmu, juga tidak minta dianggap sebagai istrimu. Cukup Kakak beri dia kedamaian atas segala perintahmu yang harus dia kerjakan, jika Kakak sangat membencinya ... cukup jauhkan diri Kakak saja dari Dea, tidak perlu Kakak mendekatinya. Wanita akan selalu ingat orang yang telah memberi nya luka,” tutur Elena terdengar bergetar suaranya.

Sejenak Aidan tertegun dengan tutur Elena, dan melihat adiknya menahan agar isak tangisnya tidak pecah.

Lagi-lagi Elena mengusap kedua matanya. “Benci dan cinta itu jaraknya tipis Kak. Kakak akan sangat menyesali apa yang telah Kakak perbuat atas dasar ingin memberikan hukuman pada Dea. Kakak lihat sendirikan dibalik dandannya yang selama kita ketahui selalu culun, ternyata dia memiliki wajah cantik yang luar biasa. Ingat Kak Aidan jika wanita hatinya sudah terluka parah, maka kebangkitannya akan membuat orang yang menyakitinya hancur berkeping-keping!”

Elena menarik napasnya dalam-dalam, dirinya tidak menyangka bisa memberikan nasehat panjang untuk kakaknya sendiri untuk pertama kalinya, karena selama ini Elena tidak pernah ikut campur dengan urusan Aidan.

“Good job, Nak,” batin Papa Ricardo salut dengan perkataan Elena.

Pria paruh baya itu menyentuh lembut bahu putri bungsunya itu, dan tersenyum hangat pada Elena. Wanita itu bangkit dari duduknya lalu memeluk erat papanya, dengan air mata yang mulai jatuh. Deandra yang tersakiti, Elena pun merasakan jika hal itu bisa saja terjadi padanya.

Aidan tergugu atas semua curahan hati adik perempuannya, hatinya tersentil jika sikap Aidan bisa terjadi pada Elena yang tidak pernah terpikirkan olehnya, yang nyangkut di otaknya hanyalah balas dendam saja, agar Deandra semakin terpuruk

...----------------...

Mulai kini rawatlah ikhlasmu dengan begitu kamu akan terbiasa untuk lebih mengizinkan takdir memainkannya pelan tanpa kamu perlu khawatir tentang keadaan dan perasaanmu.

Ketika kamu ikhlas menerima kekecewaan dalam hidup, maka Allah akan membayar tuntas kekecewaan dengan beribu-ribu kebaikan.

“Allah tidak menyegerakan sesuatu kecuali itu yang baik, dan tidak pula melambat-lambatkan sesuatu kecuali yang terbaik.”

Kini, Deandra menatap dirinya di cermin yang ada di kamar mandi. Wajah cantik yang selama ini dia tutupi atas perintah Poppy sejak SMP, sekarang jemarinya mulai menyentuhnya pipinya kemudian membelai rambut panjangnya yang tergerai dengan indahnya.

“Aku akan belajar ikhlas menerima suratan takdirku, tapi aku ingin merubah diriku ... aku tidak akan berdiam diri,” gumam Deandra sendiri, sudut bibirnya membentuk bukan sabit, kedua netranya menatap dengan tajamnya.

Sore ini Deandra mulai melakukan tahapan proses inseminasi, untuk proses awal memeriksa kandungannya, setelah pengacara Papa Ricardo datang menemuinya. Dan sudah tentu ditemani oleh Dokter Leo saat mengunjungi ruang praktik dokter Obygn.

“Kita tes kesuburan dulu ya,” ucap Dokter Wenni selaku dokter spesialis obygn. Sang perawat mengambil sampel darah Deandra. kemudian memberikan wadah untuk menampung urine, semua prosedur tersebut Deandra lakukan demi menembus kesalahannya yang fatal.

“Mudahkanlah semua urusan ini Ya Allah, dan lancarkanlah semua prosesnya.”

Sementara itu di kamar Aidan, Elena sudah kembali ke kantor, tinggallah Papa Ricardo di sana bersama Aidan.

“Pah, aku bersedia menghamili Deandra, aku ingin Deandra mengandung anakku,” ucap Aidan tiba-tiba saja berkata seperti itu.

Terangkatlah kepala Papa Ricardo yang sedari tadi menunduk karena sedang mengecek email di ponselnya.

“Bukankah hanya Poppy yang boleh mengandung anakmu? Kenapa sekarang jadi berubah pikiran, kata kamu Poppy akan lekas bangun dari komanya,” celetuk Papa Ricardo.

Agak bingung Aidan menjawabnya, yang jelas kini dia ingin Deandra mengandung anaknya, sangat berharap ... entah kenapa dirinya sekarang sedang mencari celah agar dia tidak jauh dari Deandra.

“Tapi menurut Papa, kita tidak tahu pasti kapan Poppy akan bangun. Dan Papa bukankah berharap ingin memiliki cucu.” Inilah jawaban yang bisa dia sampaikan.

“Mengingat kamu dan dia habis bertengkar, apa mau dia mengandung anakmu! Papa tidak yakin dia mau mengandung anakmu,” jawab Papa Ricardo, tanpa memberitahukan jika Deandra sudah bersedia.

“Kalau begitu aku akan menemuinya sekarang, dan membicarakannya," kata Aidan, dia menggerakkan kursi rodanya dan menuju kamar sebelah, papa Ricardo tidak bisa menghalanginya.

“Sudah Papa bilang, jangan temui Deandra dulu!” teriak Papa Ricardo dari tempat duduknya. “Dasar anak keras kepala!”

Namun, apa yang dia temukan saat dia ingin ke kamar Deandra. Kedua netranya mulai terasa panas melihat ...

 Bersambung ...

Mohon maaf baru up bab, lagi sibuk ke beberapa toko buku cari buku pelajaran anak. Semangat buat emak-emak yang ngurus keperluan anak sekolah 💪🏻💪🏻