Memperhatikan cerita kehidupan seseorang yang sedikit berbeda, membuat wanita cantik bernama Nining tertarik akan sebuah masalah kehidupan Ustadznya.
Nining berniat mengajak Ustadznya menikah hanya sebuah gosipan.
Berhasil dan si lelaki menyetujui, apa yang akan di lakukan Nining selanjutnya saat setelah menikah dengan Ustadznya yang bernama Ilham?
Akankah nantinya Nining menyesal telah mengajak menikah Ilham?
Mari kita saksikan kisahnya hanya di aplikasi noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab - 25
Nining dan Ilham telah sampai di rumah dengan Ilham melihat Nining sebelum ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar lainnya. "Ummi masih belum bisa shalat. Jadi lebih baik tugas Ummi sekarang bereskan baju Ummi. Masukkan ke dalam lemari. Buku-buku letakkan di atas lemari buku Abi, susun di sana. Ingat! Benda tajam letakkan di tempatnya. Jangan sampai berserakan di mana-mana ya Mi. Kalau sudah Ummi belajar lagi tentang buku yang Abi kasih."
Nining mengangguk mengikuti perintah Ilham dengan ia langsung ke dalam kamar. Barang-barangnya ternyata begitu banyak di depan lemari. Walau pun Nining seorang yang ceroboh dalam segala hal, namun ia telah belajar menyusun barangnya dengan begitu rapi.
"Banyak banget baju aku." gumam Nining yang baru sadar ternyata pakaiannya tidak berjumlah sedikit.
Tidak begitu lama merapikan pakaiannya, Nining kebingungan ingin meletakkan tasnya di tempat mana lagi. Di lemari itu saja sudah penuh barang miliknya dan Ilham.
'Tanya Abi aja. Ini tas letaknya mau di mana.' Nining bergegas keluar kamar dan menemui Ilham di kamar lainnya yang bersebelahan dengan kamar mereka.
Ilham ternyata tengah duduk di kursi dan laptop di hadapannya. Suaminya begitu fokus memberikan berbagai macam ceramah sembari melihat layar tersebut.
Nining yang secara perlahan masuk membuat Ilham sedikit melirik ke istrinya. Ilham pun memberi kode dengan tangannya untuk menyuruh Nining membawakan minuman padanya.
Nining kembali mengangguk dengan ia berjalan perlahan ke arah dapur. Tasnya ia letakkan di atas meja.
"Abi mau minta minum apa ya? Air putih, kopi, atau teh." Nining ingin menjumpai Ilham kembali tapi ia takut di marah gara-gara mengganggu suaminya yang terlihat sibuk itu. Ia pun akhirnya mengingat Mamanya sering membuat kopi untuk Papanya.
Nining pun akhirnya mencari letak kopi di semua lemari yang terpajang di sudut ruangan dapur. Setelah mengobrak-abrik isi dapur, ia menemukan teh, kopi dan berbagai bumbu dapur di sana.
Nining sempat kebingungan membedakan gula, garam, dan penyedap rasa. Warna ketiganya sama-sama berwarna putih. "Mungkin yang ini kali ya." Nining menemukan wadah yang ukurannya sama-sama besar.
Ia pun memasak air panas dan menyiapkan kopi yang Nining yakini berwarna hitam. Nining juga sempat mencium baunya. "Enak banget kalau mencium bau kopi."
Air yang ia masak telah panas. "Benarkan kayak begini buatnya. Soalnya Mama sering buat kopi untuk Papa." Nining membuat minuman dengan gelas berukuran sedang berwarna putih dengan bawahnya terdapat piring kecil. "Kalau di pikir-pikir kami kan punya ladang teh. Tapi kenapa Papa sukanya minum kopi? Kalau aku dan Mama suka minum teh sih karena rasanya enak dari pada kopi yang rasanya pahit. Apa mungkin ya kalau laki-laki itu sukanya kopi yang pahit dari pada teh yang manis? Em... Mungkin aja begitu."
Setelah membuat minuman Nining membersihkan alatnya dulu. Nanti suaminya melihat dapur berantakan, ia terkena hukuman. "Aku tak mau di kalau aku di hukum." Nining sedikit menghibur dirinya. Setelah itu ia membawa minuman tersebut untuk diberikan pada Ilham yang masih ceramah.
Ilham hanya mengganggu saja dan mendekati minuman tersebut ke arahnya. Ia belum minum karena masih menjawab dari pertanyaan semua orang di dalam layar tersebut.
Nining yang penasaran dengan layar yang Ilham lihat, ia pun sakit mengintip layar tersebut tanpa wajahnya terekspos dari bawah meja.
Sebenarnya Ilham sedikit terganggu akibat Nining yang bertingkah layaknya pencuri yang sedang ketahuan oleh pemiliknya. Selesai Ilham menjawab ia pun meminum buatan istrinya itu.
Nining memperhatikan wajah Ilham yang terpaksa menelan air kopi buatannya. 'Abi kenapa kayak mau muntah begitu?'
Ilham memegang mulutnya dengan terpaksa menelan air itu. Saat ini ia tahan sebelum acara itu benar-benar selesai.
Ilham yang tak tahan dengan mulutnya, ia pun segera berdiri dan menarik Nining keluar kamar sembari membawa cangkir yang istrinya bawa.
"Ummi enggak bisa bedakan mana gula dan garam?"
Nining menyengir kuda sembari menggelengkan kepalanya. "Emang kenapa Bi?"
"Coba Ummi rasakan. Pasti Ummi belum mencobanya tadi." Ilham masih sabar menghadapi tingkah laku istrinya sambil menyerahkan gelas di tangannya.
Nining mengambil gelas di tangan Ilham. Ia memang lupa mencicipi minuman itu sebelum di berikan pada Ilham. Ia pun meminumnya dengan langsung berlarian ke tempat cuci piring.
Nining memuntahkan semua cairan yang ada di dalam mulutnya. "Uwek.. Masin banget." Nining terus saja mengeluarkan cairan tersebut.
Ilham berjalan mendekati Nining. "Subhanallah. Istri ku ternyata paling beda dari yang lain." gumamnya yang kembali melangkah berjalan ke dalam ruangan. Ia pun mengotak-atik layar laptopnya dan mencetak tulisan yang membuat istrinya tahu yang mana bahan-bahan dapur.
Ilham pun kembali berjalan keluar kamar dan mendekati Nining yang masih berdiri di area sekitar dapur. Ilham mengeluarkan semua bumbu-bumbu dapur bahkan alat-alat masak di sana. Satu persatu Ilham menempelkan tulisan tersebut ke masing-masing alat dan bumbu di hadapannya itu.
Nining hanya bisa berdiam diri dan melihat tulisan yang ditempelkan oleh Ilham. Ia memang tidak tahu tentang yang namanya alat dapur. Di asrama dia tidak di ajarkan memasak, apalagi mengenal alat-alat dapur.
"Ini semua Ummi hafalkan. Mulai besok malam setiap habis salat isya Abi akan tanyakan semua bahan dapur ini dan pelajaran yang Ummi baca." Ilham menunjuk gelas yang berisi air kopi di dekatnya. "Berhubung Ummi telah melakukan kesalahan dan membuat mubazir. Ummi harus di hukum."
Nining memajukan bibir bawahnya. Saat ini ia ingin menangis. 'Kenapa jadinya di hukum kayak begini sih?'
"Ini akan menjadi pelajaran buat Ummi. Jika sampai Ummi kayak begini lagi sudah jelas Ummi akan mendapatkan hukuman."
"Tapikan aku baru belajar Bi. Aku aja baru tau kalau bentuk gula dan garam berbeda." Nining masih mau membela dirinya.
"Ummi punya buku tapi enggak di pelajari. Jadi ini tetap menjadi salahnya Ummi. Pokoknya Ummi akan di hukum. Habis shalat isya Ummi pijitin Abi sampai Abi ketiduran. Kalau Abi enggak tidur, Ummi enggak boleh berhenti."
Nining hanya bisa mengangguk saja. Pasrah, itulah yang ia rasakan. 'Mau gimana lagi. Memang ini salahnya aku.'
"Besok pagi aja Ummi mulai belajar masak dan bereskan rumah. Ummi sekarang belajar dan ingat-ingat semua bumbu ini. Ummi mengertikan?"
Nining kembali mengangguk tanpa menjawab. Ia tidak mau perkataannya semakin membuatnya dalam masalah.
"Sekarang Ummi ambil buku dan bawa ke ruang tengah. Abi mau ke kamar dulu ambil buku. Abi akan memperhatikan gerak-gerik Ummi. Nanti Ummi enggak belajar lagi."
"Abi tunggu!" panggil Nining sesaat Ilham ingin meninggalkannya.
Ilham kembali melihat ke Nining.
"Abi tas aku mau di letakkan di mana?" Nining menujuk tasnya yang masih setia di atas meja.
"Ini biar Abi aja meletakkan di gudang." Ilham mengambil tas Nining dan berjalan ke arah ruangan lain.
Nining mengikuti langkah Ilham yang ternyata ruangan gudang di samping ruang dapur. Setidaknya ia tahu dimana letak gudang. Sebelum Ilham keluar dari gudang, Nining bergegas lari ke dalam kamar mengambil semua buku yang Ilham berikan semalam.
Nining hanya bisa meratapi nasibnya di dalam batin. Setelah lulus sekolah ia pikir akan bebas dalam segala hal. Ternyata bebannya semakin bertambah. 'Nasib-nasib.'