"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah
Semenjak Fian mengungkapkan perasaannya pada Vivi dua minggu yang lalu dan Vivi menolaknya, Fian pun mulai menjauhkan diri dari gadis berhijab itu. Bagi Fian, jika terus mendekati Vivi hal itu akan membuat Vivi semakin ilfeel padanya. Fian kembali fokus pada kuliah dan bisnisnya, dia tidak ingin mengecewakan Sean dan Sonia jika dia tidak bisa mengendalikan semua ini.
[Lagi sibuk ngak Fian? Aku mau ketemu sama kamu?]
Fian melihat pesan yang dikirim oleh Vivi padanya, dia sama sekali tidak tertarik untuk membalas pesan itu, Fian kembali menatap layar laptopnya dan mengerjakan semua pekerjaan yang tertunda akibat jadwal kuliahnya yang begitu padat.
Setelah semua selesai, Fian merebahkan diri di atas kasur dan memainkan ponselnya, dia masih tidak mau membalas pesan dari Vivi, dia takut jika kembali dekat dengan Vivi maka perasaannya akan semakin sulit untuk dihilangkan.
Saat sedang asik scroll instagram, Fian melihat chat whatsapp dari Sean yang begitu menarik perhatiannya.
[Apa benar kau tau semua tentang Sonia saat meninggalkanku Fian?]
Hati Fian tak karuan saat ini, dia bingung harus menjawab apa. Fian menghubungi Sean melalui panggilan, dia bingung jika membalas chat itu nanti Sean malah salah paham padanya. Panggilan berdering, namun tidak ada jawaban dari Sean, dia memanggil kembali barulah diangkat.
"Apa kabar?" Tanya Sean di seberang sana.
"Baik bang, kalian di sana apa kabar?"
"Kami semua baik, hanya saja Sonia sekarang dalam tahap penyembuhan dari sakit waktu itu."
"Gimana hasil pemeriksaannya? Apa yang diderita Sonia?" Tanya Fian penasaran.
"Menurut hasil pemeriksaan, ada obat yang selalu disuntikkan pada Sonia dulunya secara rutin, obat itu berefek sekarang dalam tubuh Sonia." Kata Sean.
"Maksudmu gimana bang? Obat apa memang Sonia mengonsumsi obat-obatan juga?" Tanya Fian bingung dengan penjelasan Sean.
"Bukan, obat ini diberikan pada Sonia secara paksa, obat ini bukan untuk dikonsumsi, ya semacam cairan yang disuntikkan ke tubuh Sonia secara rutin, obat ini akan menyerang daya imun tubuh Sonia dan juga otak serta pembuluh darahnya. Itu kenapa Sonia sering kelelahan, sakit kepala dan juga mimisan."
"Siapa yang memberikan obat itu padanya?"
"Aku juga tidak tau, menurut pemeriksaan, obat itu akan bereaksi empat sampai lima tahun setelah disuntikkan dan aku yakin kalau Sonia diberikan obat itu saat dia berpisah denganku."
"Jadi maksudmu Sonia disakiti oleh seseorang ketika dia berpisah denganmu? Begitu?"
"Iya dan Kenzo bilang padaku bahwa kau tau semuanya mengenai Sonia, tolong katakan padaku Fian, apa yang Sonia alami waktu itu? Dan apa hubungan istriku dengan kau, Endro dan juga Nila?" Fian terdiam, dia bingung harus menjawab apa mengenai pertanyaan Sean, dia juga sangat yakin kalau Nila atau Endro lah yang telah menyuntikkan obat terkutuk itu pada Sonia.
"Fian, tolong jawab aku." Suara Sean terdengar tegas dan menuntut.
"Maaf bang, aku tidak tau apa-apa, lebih baik kau tanyakan saja pada Sonia, aku sungguh tidak tau."
"Sonia tidak mau mengatakannya, dia memilih untuk diam daripada bicara hal ini padaku, kau bilang pada Kenzo kalau kau mengetahuinya, ayolah Fian, aku ingin tau semuanya, apa kau tidak kasihan melihat Sonia?"
Fian memejamkan matanya, hati Fian begitu sakit mendengar Sonia sampai dianiaya seperti itu.
"Aku tau bahwa pelakunya adalah papa atau Nila, sekarang tolong katakan padaku, ada hubungan apa mereka dengan Sonia?" Sean sampai sedikit frustasi bertanya pada Fian, baik istri maupun adiknya sama-sama tidak mau buka mulut jika sudah menyinggung masalah ini.
"Maaf bang, aku tidak tau apa-apa mengenai hal ini, coba saja bertanya pada Sonia, mungkin dia akan menjelaskan semuanya padamu." Fian memutuskan panggilannya sepihak dan Sean terlihat semakin frustasi dengan semua ini.
"Ini sebenarnya kenapa tuhan?" Sean meremas rambutnya sendiri karena bingung harus mencari tau bagaimana lagi.
Sean keluar dari ruangannya dan berjalan menuju parkiran, dia saat ini sedang berada di kantor, hatinya tidak fokus untuk bekerja, dia menitipkan semua urusan pekerjaan pada Jonathan. Sean mengendarai mobil menuju toko istrinya, "kangen banget." Gumam Sean, dia melihat ada orang jualan cimol, Sean turun dan membelikan cimol untuk Sonia.
Sean dengan hati yang begitu resah pergi menuju toko Sonia, biasanya setelah memeluk Sonia, hatinya akan lebih tenang.
Saat memarkirkan mobil, Sean melihat ada motor yang sangat dia kenali.
"Ngapain Vanno kesini?" Sean kesal dan segera memasuki toko, terlihat di sana Vanno sedang duduk memakan cake sambil ditemani oleh Sonia.
Sean terlihat sangat marah melihat kedekatan antara Sonia dan Vanno saat ini, Sonia tampak begitu bahagia dan tertawa lepas ketika bicara dengan Vanno, berbeda jika dengannya, Sonia tidak pernah tertawa seperti itu.
Saat Sonia berbicara, terlihat kalau Vanno memandangi wajah cantik Sonia dengan tatapan penuh cinta, Sean menyadari hal itu, dia mendekati Sonia dan Vanno.
"Lagi santai ya." Sapa Sean sambil mengecup kepala Sonia, dia sengaja agar Vanno melihat dan menaruh cimol di atas meja tepat di hadapan Sonia, Sonia terkejut dan langsung berdiri dari duduknya.
"Kok kamu nggak bilang kalau mau ke sini?" Tanya Sonia.
"Ngapain bilang, aku kan suami kamu, jadi aku bebas dong mau ke sini kapan aja." Jawab Sean dengan nada yang ketus.
Vanno tidak menggubris keberadaan Sean sama sekali, dia melanjutkan makan cake dan juga meminum minumannya.
"Iya aku tau, hm kamu mau makan? Aku belikan di luar ya." Tawar Sonia, dia menjadi salah tingkah di hadapan Sean, padahal dia dan Vanno juga tidak ada apa-apa.
"Aku nggak lapar, aku cuma mau nganterin cimol ini sama aku, aku mau lanjut pulang."
"Oh oke makasih ya." Sean pergi meninggalkan Sonia, setelah memasuki mobil dia memukul stir mobil berkali-kali, "Vanno benar-benar pengganggu dalam hidupku, kenapa harus dia yang bisa membuat Sonia tertawa begitu? Sial." Sean mengumpat di dalam mobil.
Sonia menyusul Sean ke dalam mobil, dia tau kalau suaminya saat ini sedang marah.
"Ngapain kamu masuk mobil?" Tanya Sean dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Kamu marah ya?"
"Kamu itu bodoh atau bagaimana? Setelah apa yang aku lihat, kamu nanya apa aku marah atau enggak? Sekarang turun dari mobilku sebelum aku menyeretmu keluar." Sonia menggenggam tangan Sean dan langsung dilepas oleh Sean dengan kasar.
"Maafkan aku Sean, aku juga nggak nyangka kalau Vanno akan datang ke toko."
"Kamu pikir itu sebuah kebetulan? Dia sengaja nyariin kamu tau nggak?"
"Ya aku nggak tau juga dia bakal nyari aku, kami cuma ngobrol biasa kok, nggak lebih."
"Kalau aku yang ngobrol begitu dengan Anna? Apa kamu nggak marah?"
"Aku marah."
"Lalu apa bedanya denganku sekarang?"
"Maaf Sean."
"Kamu nggak punya kosa kata lain selain maaf hah? Bosan dengerin itu terus dari mulut kamu, sekarang kamu keluar dari mobilku sebelum semua orang melihat aku menyeretmu keluar."
"Aku nggak mau, aku mau ikut kamu pulang, nanti tokonya aku titipkan sama Andre." Sekarang Andre adalah orang kepercayaan Sonia dan Sean di toko tersebut.
"Yang bilang aku mau pulang siapa?" Tanya Sean.
"Tadi kamu bilang mau lanjut pulang, ya aku mau ikut."
"Keluar sekarang." Sean mendorong tubuh Sonia agar keluar dari mobilnya. Sonia tetap bertahan, dia merasa sangat bersalah pada Sean.
"Tolong biarin aku ikut kamu ya, aku mohon, jangan kayak gini, aku minta maaf Sean, aku benar-benar minta maaf." Sean mencengkram rahang Sonia dengan keras, "jika aku sedang marah saat ini, jangan dekat-dekat denganku atau kau akan jadi samsak tinjuku." Geram Sean pada Sonia.
"Ya kalau memang itu membuatmu tidak marah lagi silahkan, aku juga tidak masalah jadi pelampiasan amarahmu, ini semua juga kesalahanku, jadi lepaskan saja amarahmu padaku." Sean melepaskan cengkramannya dan mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan juga ugal-ugalan.
"Sean jangan begini, kita berdua bisa mati." Kata Sonia yang ketakutan di dalam mobil.
"Jika memang mati, paling tidak kita akan mati bersama kan." Balas Sean. Sonia berpegangan kuat dan memejamkan matanya, dia sangat ketakutan.
Brakk
Sean menabrakkan mobilnya ke pohon besar, mobil depannya ringsek dan kepala mereka berdua terluka, Sean terus mengumpat kesal pada Sonia, sedangkan Sonia hanya diam memegangi kepalanya yang sakit. Sonia mengatur nafas agar bisa mengurangi rasa sakit di kepalanya saat ini.
"Sekarang keluar dari mobilku." Perintah Sean yang sama sekali tidak peduli dengan keadaan istrinya.
Mereka berdua keluar dari mobil, Sean menghubungi Jonathan agar mengirimkan mobil untuknya.
Sonia duduk di tepi jalan karena merasa sangat pusing, jalanan sangat sepi, Sean sengaja membawa Sonia ke jalanan ini hanya untuk melampiaskan amarahnya.
Darah di kepala Sonia tidak berhenti mengalir, sedangkan Sean darahnya tidak mengalir lagi. Sonia merasa pusing dan mual, dia bahkan tidak berkata apapun pada Sean.
Beberapa menit menunggu akhirnya mobil pun datang, Sean menyuruh sopir itu mengurus mobil yang rusak dan dia mengendarai mobil yang baru datang sendiri tanpa mengajak Sonia bersamanya.
Dia bahkan tidak peduli dengan keadaan Sonia yang terlihat lebih parah darinya, Sonia melihat ke sekeliling dan pandangannya menjadi kabur, dia bahkan tidak bertenaga untuk menyusul Sean ke mobil.
Sean meninggalkan Sonia berdua dengan sopir tadi.
"Pak, tolong antarkan saya ke rumah sakit ya." Kata Sonia lemah.
"Baik bu, saya telfonkan ambulance untuk menjemput ibu ya."
Sopir itu khawatir melihat kondisi Sonia. Sean kembali memutar mobilnya untuk menjemput Sonia, dia mengenyampingkan ego dan mengemukakan akal sehatnya karena melihat sekarang Sonia sedang rebahan di pinggir jalan menahan sakit dengan sopir yang terlihat panik.
"Pak, ibu pingsan." Kata sopir itu panik pada Sean.
"Saya akan bawa dia ke rumah sakit, kamu urus saja mobil ini."
"Baik pak." Sean menggendong Sonia dan memasukkannya ke dalam mobil di bangku belakang agar Sonia bisa rebahan.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.