Menikah Dengan Hot Duda

Keyra duduk di meja kerjanya, mencoba fokus pada layar komputer di depannya, tetapi perasaan tertekan terus menghantui. Setiap kali suara langkah kaki terdengar mendekat, tubuhnya tegang tanpa sadar. Dia tahu, itu pasti dia—mantan kekasih yang kini menjadi atasannya.

"Sudah selesai?" suara itu memecah keheningan. Keyra tidak perlu menoleh untuk tahu bahwa pria itu berdiri di belakangnya, menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa.

"Belum, Pak. Masih butuh waktu sedikit lagi," jawab Keyra pelan, berusaha tetap profesional meskipun dadanya terasa sesak dan emosinya memuncak.

Frans mendekat, tangannya bersandar di meja dengan sikap santai, ia membungkuk, membuat wajahnya dekat dengan Keyra. "Kau belum selesai mengerjakannya, karena kau lambat dan tidak mempunyai pengalaman kerja."

Keyra mendengus kasar. Ucapan Frans merupakan suatu penghinaan baginya. Dan hal itu mengingatkannya, tentang masa lalunya yang selalu membela bajingan itu di depan keluarganya.

Hah, harusnya dulu dia menerima tawaran keluarganya untuk membantu Keyvan mengelola perusahaan. Tapi karena bujuk rayu setan yang saat ini ada di dekatnya, ia menolaknya karena kelak, saat mereka menikah, pria itu yang akan bertanggungjawab atas hidupnya dan membantu mengembangkan perusahaan. Tapi semua tinggal masa lalu yang menyakitkan.

Namun, yang membuat Keyra penasaran, bagaimana bisa Frans menjadi seorang manager? Dia sangat mengenal Frans, jadi dia tahu, jika pria itu sama seperti dirinya, tidak mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan. Lalu, apa dia di terima di perusahaan ini hanya karena status keluarga?

"Sepertinya, kau membutuhkan cermin yang besar," ucap Keyra sarkas.

"Apa maksudmu?" tanya Frans.

"Tidak ada, aku hanya membicarakan seorang pecundang yang menggunakan status Keluarga demi mendapatkan jabatan. Padahal, dia tidak mempunyai kemampuan apapun selain membual."

"Kau!!" Frans mengepalkan tangannya erat, mencoba untuk tidak terbawa emosi. Dia menegakkan tubuhnya, melipat kedua tangannya di depan dada, seraya berkata, "setelah selesai, antar berkas ini keruangan ku. Aku mempunyai beberapa pekerjaan yang harus kau kerjakan dan harus selesai hari ini juga."

Keyra melebarkan kedua matanya, dia ingin membalas, ingin berdiri dan menunjukkan bahwa dia bukan orang yang bisa di tindas begitu saja. Hanya karena mereka mempunyai masa lalu, Frans ingin membalasnya. Tentu, ia ingin menolak, tapi ini di lingkungan kerja, dan dia tidak punya banyak pilihan.

"Baik," jawab Keyra singkat.

Frans menaikkan sudut bibirnya, merasa menang dari Keyra. "Ini baru permulaan, Keyra. Aku akan mencari cara untuk membuatmu merasa tidak berdaya dan memohon padaku. Dengan begitu, aku akan mendapatkan mu kembali. Tidak peduli, kau sudah menikah ataupun tidak gadis lagi. Bagiku, kau hanya milikku," seringai Frans dalam hati.

...****************...

Keyra benar-benar di buat kesal di hari pertama bekerja. Frans, menggunakan kekuasaannya untuk menindas nya. Pria itu memanggilnya untuk rapat yang tidak perlu, memberinya tugas tambahan yang melelahkan, atau sekadar melemparkan komentar pedas yang membuatnya muak.

"Dasar bajingan sialan. Hanya karena dia manager di sini, dia seenaknya menyuruh ku ini itu. Padahal, aku yakin jika dia sendiri tidak tahu tentang proyek yang dia berikan padaku. Dasar menyebalkan," umpat Keyra kesal. Namun, dia tahu bahwa menyerah bukanlah jawabannya. Di dalam hati, dia berjanji pada dirinya sendiri. "Aku akan bertahan. Aku tidak akan membiarkan dia menghancurkan hidupku lagi."

Drrtt drrttt

Ponsel di meja bergetar pelan, diiringi suara dering yang memenuhi ruangan. Keyra melirik layar dengan tatapan dingin, nama itu muncul jelas—nama yang membuatnya kesal. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, tapi bukan karena antusiasme, melainkan perasaan malas untuk menjawab.

Dengan cepat, Keyra mengalihkan pandangan, dan mencoba mengerjakan pekerjaannya. Namun, konsentrasi nya seolah terganggu dengan suara tersebut, sehingga tangannya sempat terulur untuk mengambil ponselnya. Tapi ia menariknya kembali, “Untuk apa dijawab?” gumamnya pelan,

Suara dering itu terus memaksa, mengusik ketenangan Keyra. Ia mendesah panjang, lalu memejamkan mata. Dalam kepalanya, ia sudah tahu apa yang akan dikatakan si penelepon. Permintaan, penjelasan, atau mungkin kata-kata yang hanya akan membuat hatinya semakin kesal.

Ting

Keyra membuka matanya, mendapati sebuah pesan masuk yang di kirimkan oleh seseorang yang baru saja menghubunginya.

"Jangan lupa, pulang tepat waktu."

Wajah Keyra berubah seketika, alisnya mengerut tajam, bibirnya tertarik ke bawah membentuk garis tegas. Matanya memandang tajam, mengangkat tinggi ponselnya, hendak melemparnya.

Beruntung, ia masih bisa menahannya. Ia menarik napas cepat, mencoba menahan diri, namun jelas terlihat bagaimana ia bergulat dengan emosinya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, kukunya hampir menancap ke telapak tangan.

“DASAR ALEXIO SIALAN!!” Keyra berteriak keras, mengundang perhatian karyawan lainnya. Tapi ia tidak peduli, ia membuang napas kasar, meletakkan kembali ponselnya di meja dan melipat kedua tangannya di dada—tanda jelas bahwa ia sudah tak ingin berdebat lebih jauh.

"Aku pikir, kau menelepon ku untuk meminta maaf, tapi ternyata ... Hah, kau membuatku semakin kesal."

Setelah Keyra berhasil mengontrol emosinya, seseorang menggeser kursinya, mendekat ke meja Keyra. "Kau baik-baik saja? Aku tahu, kau pasti kesal karena pak Frans terus menyuruh mu ini itu," ucapnya.

"Sangat, aku sangat-sangat kesal," geram Keyra. Dia menoleh kearah orang itu dengan kening mengkerut, seolah baru menyadari sesuatu. "Eh, maaf, maksud ku ... "

"Tidak apa-apa, aku juga karyawan baru di sini. Namaku Olivia." Olivia mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Keyra.

"Namaku Keyra, aku juga karyawan baru di sini," seru Keyra.

"Hah, syukurlah ada yang sama denganku. Sejak tadi, aku terus memperhatikan mu, aku pikir kau senior ku, makanya aku diam saja dan tidak menyapamu," ujar Olivia.

"Memangnya kenapa?"

"Kau tidak tahu? Baru pertama kali aku masuk dan mencoba bersikap ramah pada semua orang, tapi respon mereka sangat menyebalkan. Itu sebabnya, aku diam saja saat kau datang tadi," terang Olivia.

"Tidak perlu khawatir, sekarang kita adalah teman." Keyra menggenggam erat tangan Olivia, memberi kekuatan dan semangat untuknya.

...****************...

Waktu terus berlalu, tidak terasa, hari sudah gelap, dan Keyra masih terjebak di kantor. Ruangan yang tadinya penuh suara obrolan dan langkah kaki kini sunyi, hanya ada dengungan pelan dari pendingin ruangan dan suara jarum jam yang terus berdetak. Cahaya lampu di kubikel tempatnya bekerja terasa begitu terang, kontras dengan gelapnya suasana di luar jendela.

Keyra melirik layar komputer yang menampilkan dokumen yang masih panjang. "Ini tidak mungkin selesai secepat itu," gumamnya sambil menyandarkan punggung ke kursi. Rasa lelah mulai menyergap, tapi tugas di hadapannya tidak memberi ruang untuk istirahat.

Jam dinding menunjukkan pukul 8 malam. Segelas kopi yang tadi ia buat sudah dingin, tapi ia tetap meneguknya, berharap sedikit kafein bisa membuat pikirannya tetap fokus.

"Aku tidak menyangka jika bekerja akan sangat melelahkan," Gumamnya.

"Kau belum pulang?"

Seseorang muncul di belakangnya tiba-tiba, membuat Keyra melonjak kaget dan berteriak keras. "Astaga, Olivia, kau mengagetkanku saja."

"Maaf, tapi kenapa kau belum pulang?" tanya Olivia.

"Bajingan itu ... ma-maksud ku, pak Frans memintaku mengerjakan dokumen ini dan harus di serahkan besok. Hah, benar-benar menyebalkan," gerutu Keyra

"Oh begitu." Olivia tidak lagi memperhatikan Keyra, ia lebih fokus pada ponselnya.

Ting

Terdengar notifikasi di ponsel Keyra, yang menandakan sebuah pesan singkat masuk. Dia buru-buru mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.

"Pulang!"

Keyra menghela nafas panjang. Dia juga ingin pulang, tapi pekerjaannya belum selesai. "Aku lembur." Keyra mengirim balasan pesan tersebut, dan tidak berapa lama, terdengar notifikasi di ponselnya.

"Cepat keluar atau aku akan menyeret mu pulang."

Deg

Keyra spontan berdiri dengan mata yang masih tertuju pada ponselnya. Dia langsung membereskan pekerjaannya dan pergi dari sana. Bahkan dia tidak menyadari, sejak kapan Olivia sudah tidak ada di sana.

Sesampainya di depan perusahaan, ia melihat mobil yang sangat familiar terparkir di seberang jalan. "Apa dia datang untuk menjemput ku?" gumam Keyra. Dengan hati-hati, ia menyeberang, menghampiri mobil tersebut. Ia masuk di samping kemudi begitu saja, tanpa meminta ijin si empunya. "Untuk apa kau datang kemari? Tidak mungkin kau sengaja datang untuk menjemput ku, kan?"

"Cih, jangan terlalu percaya diri. Aku datang untuk memberi hukuman pada istri pembangkang."