Maya Cantika Putri, seorang wanita cantik dan sederhana. Yang kehidupan awalnya berasal dari sebuah panti asuhan. Karena kegigihannya Maya bisa menjadi seorang dokter spesialis. Setelah dewasa secara tidak sengaja ketemu dengan ayah kandungnya, berkat bantuan seorang CEO tampan yang tidak sengaja dikenalnya. Akankah Maya bahagia dengan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pendekatan
"Hm , sudah sampai nirwana ternyata" gumamnya. Telpon pun ditutup. Selanjutnya ada beberapa notifikasi pesan masuk ke ponsel Maya.
Bangun tidur, Maya merasa punya energi baru. Lelah sisa kemarin, lenyap setelah bisa tidur nyenyak. Kruk...kruk....perut belum terisi semalem. Maya mencari Yasmin. "Cin, loe udah ada sarapan belum, kalau belum pesen online aja yuk" ajak Maya.
"Lapar juga perut loe May, semalem loe tidur apa pingsan?" Yasmin menggerutu.
"Capek banget ni badan Cin, jangan marah dong. Maafin yang sudah mengabaikan makanan yang loe siapin semalem" Maya tau kalau semalem Yasmin nyiapin makanan untuknya, tapi mata sudah tidak bisa dikonsidikan.
"Ya udah pesen online aja yaa, bubur ayam mau?" rayu Maya.
"Yuk..loe pesen aja, abis ini loe langsung ke rumah sakit kan? Sambil nunggu dateng makanannya, sono mandi dulu" Maya berangkat ke kamar mandi.
Saat sarapan, "May, kuantar aja ya pagi ini? Skalian aku nganter pesenan baju ke klien. Sejalan pula ke rumah sakit" tawar Yasmin.
"Beneran ni?" Maya bertanya menegaskan.
"Yaelah May, kayak sama siapa. Masak bilang begitu loe. Mumpung lagi baik hati ini, mau nggak?"
Sambil ngobrol Maya membuka ponselnya, "Ponselku semalem apa semedi ya kok hening sekali, biasanya ni ponsel akan bunyi paling nggak sekali" pikir Maya.
Maya mencoba membuka ponselnya, ternyata low bat. Sambil diisi daya, Maya mengaktifkan ponselnya. Setelah aktif beberapa notifikasi beberapa aplikasi muncul di layar ponselnya. Kok ada panggilan masuk, dari nomer tidak dikenal lagi. Biasanya kalau telpon malam, paling juga dari ruang bersalin. Ini nomer siapa ya? tanya Maya dalam hati.
"Serius amat May?" tanya Yasmin.
"Ah, biasa aja kali Cin. Cuma ngecek telpon dan pesan masuk aja" Maya tetap memandang layar ponselnya.
Maya membuka pesan masuk. Ada pesan dari nomer yang tidak dikenal tadi. "Besok kutunggu makan siang di resto biasa kamu kerja dulu. Kutunggu janjimu mentraktirku. Mayong". Maya tersenyum sendiri. Yasmin menempelkan punggung tangannya ke kening Maya, gak panas gumamnya.
"Eh, ngapain? Gue sehat tau" Maya tetap memandang ponselnya. Yasmin sampai geregetan, "Loe berangkat nggak? Aku sudah siap ini. Pandangilah ponselmu teruuussss" Yasmin merasa dikacangin sama Maya. Maya membalas pesan Mayong, "Maaf tuan barusan buka HP. Baiklah waktu makan siang aku sempatkan ke resto itu" balas Maya melalui aplikasi pesan warna hijau di ponselnya. Semenjak mengetahui Mayong jago beladiri, ada rasa kekaguman Maya terhadap Mayong. Meski waktu Mayong menolongnya, Maya sudah pingsan duluan. Maya tersenyum sendiri membayangkan kejadian itu. Yasmin mendekat dan menjitak kening Maya.
"Loe jadi berangkat nggak?" Yasmin mengulang pertanyaannya.
"He..he...siap bu bos" Maya tersenyum kecut melihat mata Yasmin.
Sesampai di rumah sakit, Maya melanjutkan rutinitasnya di poli kandungan seperti biasanya. Yasmin langsung ke alamat kliennya.
"Selamat pagi Nin, langsung aja pasien nomer 1 suruh masuk" perintah Maya setelah memasukkan barang pribadinya di loker. Pagi itu pasien yang masuk adalah gadis muda bersama keluarga pacarnya.
"Pagi dokter, begini saya ke sini mau memastikan apakah pacar anak saya ini benar-benar hamil?" ibu itu menjelaskan maksud dan tujuannya.
Sebelum Maya bertanya lebih lanjut, ibu itu berkata lagi "Sebelum ke sini sudah dilakukan tes kencing ternyata hasilnya positif" ibu itu menunjukkan hasil tes urine yang dilakukan di rumah. Maya tersenyum melihatnya, bagaimana bisa garis merah kedua diwarnai dengan tinta warna merah. Padahal nyata-nyata kalau hasil tes urine itu garisnya cuma satu. Konyol sekali gadis ini, batin Maya. Apa sebegitu cintanya dia ke pacarnya, sampai mengaku hamil biar dinikahi. Maya menoleh ke gadis itu. Dia menunduk.
"Nona, apa anda benar-benar melakukan tes itu?" tanya Maya hati-hati. "Kapan hari pertama haid terakhir anda, bisa bilang ke saya?" Gadis itu menjawab kalau haidnya tidak teratur.
"Baiklah, sebaiknya kita ulang aja ya tes urine nya?" saran Maya. Gadis itu menolak, dengan alasan sudah melakukan tes urine. Maya berbisik kepada nona itu, "Saya tau anda bohong tentang hasil tes itu, mau di ulang tes urinenya atau langsung USG? Semua akan nampak jelas kalau anda memang belum hamil". Gadis itu tampak gugup.
"Baiklah nyonya, silahkan anda keluar dulu dengan putra nyonya. Saya mau melakukan pemeriksaan ke nona ini" usir Maya secara halus, karena secara status sosial mereka belum menjadi keluarga gadis muda itu. Maka pemeriksaan ini bersifat privasi dari gadis muda itu.
Setelah mereka keluar, tinggalah gadis muda itu sendiri di dalam. "Bagaimana, kau mau bicara jujur?" Maya mengulang pertanyaannya.
"Maaf dokter, saya sudah melakukan kesalahan. Saya pernah melakukan hubungan layaknya suami istri dengan pacar saya, terus sekarang pacar saya meminta putus dengan saya. Hanya dengan cara ini saya bisa menahan pacar saya..hiks...hiks" ujarnnya polos. Maya menoleh ke Nina, sambil geleng-geleng. Akhirnya drama pasien itu berakhir setelah Maya menjelaskan dengan baik kepada pasien dan keluarga pacarnya. Semua keputusan tentu dikembalikan Maya ke gadis muda itu, karena ranahnya bukan lagi ke penanganan medis.
Setelah pasien poli selesai dikerjakan semua, Maya menuju ruang rawat inap untuk visite. Beberapa pasien sudah diijinkan pulang oleh Maya. Maya baru sempat melihat ponselnya. Maya melihat ada notifikasi pesan masuk.
"Oke May, nanti aku jemput aja ke rumah sakit", Maya membaca pesan itu sambil senyum-senyum. Maya menyimpan nomer itu dengan nama "Tuan Besar".
Jam istirahat. Ponsel Maya berdering. Panggilan tuan besar. Maya mengangkatnya. Belum sempat bilang halo sudah terdengar aja suara di seberang "May, kutunggu kau di parkiran".
"Baik, lima menit lagi aku sampai". Maya segera bergegas. Maya segera masuk ke mobil setelah sampai di parkiran. Bara tak sengaja melihat Maya masuk mobil. "Mau kemana Maya sama kak Mayong?" gumam Bara. Jelas Bara hafal dengan jenis dan plat mobil itu.
"Kok sendiri tuan, kemana tuan Doni. Biasanya kalian pasangan tak terpisahkan?" Maya mengurai keheningan.
"Panggil kakak saja, aku juga bukan tuanmu" tanpa menoleh.
"He..he...apa kita sedekat itu tuan?" Maya ingin menggoda si wajah datar di sampingnya.
"Kalau kamu mengijinkan kenapa nggak May?" Mayong baru menoleh. Wah..wah..hawanya ada yang mau melakukan pedekate ini, batin Maya. Maya menggelengkan kepala, ah mana mungkin seorang Mayong suka pada dirinya.
"Kenapa geleng-geleng. Gak mau dekat denganku?" Mayong menambahkan.
"Eh..bukan begitu tuan" Maya gugup.
Mayong menatap Maya, Maya tampak gugup dengan tatapan itu. Mayong tersenyum.
Lampu berganti hijau, mobil melaju. Sampailah mereka di resto.
Mayong dan Maya langsung berjalan ke ruangan VIP, tempat yang biasa di pesan Mayong. Entah kebetulan atau sudah jodoh, Mayong kembali bertemu dengan tuan James. Tuan James menghampiri, "Hai tuan Mayong".
Mayong dan Maya menoleh. Tuan James melihat Maya, dia tampak terbengong. "Gayatri", gumamnya. Meski pelan Mayong masih mendengar gumaman itu.
"Tuan James saya pamit duluan" Mayong berlalu bersama Maya, sementara tuan James masih terpaku di tempatnya.
#part demi part bener-bener masih on going ya, idenya kadang muncul begitu aja# alur cerita dan endingnya masih belum kepikiran..he..he...# Akan diusahakan untuk up tiap hari di tengah-tengah kesibukan author# dunia nyata author mah tidak jauh-jauh dengan dunianya Maya#
Happy reading 😊😊😊