Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Pindah
Ajeng membawa Khalis ke kostannya. Tujuan awalnya adalah membeli pembalut. Tapi kenapa berakhir seperti ini?
"Astaghfirullah! Lupa kan jadinya! Duh, mudah-mudahan masih ada stok roti tawar di lemari. Kalo ngga, bleber kemana-mana nanti!"
Khalis memperhatikan wajah gusar Ajeng. Gadis kecil itu mengecup pipi mulus Ajeng dengan lembut.
Ajeng tersenyum tipis dan mengusap puncak kepala Khalis dengan penuh kasih sayang. Kakinya terus melangkah menuju ke tempat tinggalnya.
"Ais yang Bubu!" kata Khalis tersenyum. Bibir Ajeng berkedut tipis.
Apa Khalis menganggap ku ibunya?Batin Ajeng.
"Bubu juga sayang Khalis!" balas Ajeng. Khalis memeluk erat tubuh Ajeng yang tak seberapa tinggi itu.
Akhirnya mereka tiba di kostan sudah di sambut oleh Bu Haji Udin.
"Jeng!" panggil Bu Haji. Ajeng dan Khalis menoleh kompak.
"Ya Bu Haji?" tanya Ajeng.
"Video kamu di rumah Bhumi udah kesebar di grup RT lho! Keren kamu mah, Jeng!" kaya Bu Haji.
"Astaghfirullahaladzim!" sahut Ajeng lesu.
"Lho...kok malah nyebut! Bagus itu Jeng! Banyak kok yang mendukung kamu. Lagian kasian Khalis di sana juga ngga di urusin sama neneknya apalagi sama uwaknya!"
Ajeng menggaruk pelipisnya yang mendadak gatal.
"Tapi Bu Haji tahu kan kalau Ajeng tulus sayang sama Khalis. Ngga kaya yang di tuduh sama mereka, manfaatin Khalis buat deketin mas Bhumi?"
Bu Haji terkekeh pelan.
"Jelas lah! Ibu tahu kamu kaya gimana. Tapi kalau seandainya kamu sama Bhumi berjodoh, warga komplek sini pasti setuju!''
"Kok Bu Haji malah ngomong begitu sih!!" Ajeng merengek. Dan itu membuat Khalis tertawa karena ia melihat ekspresi Ajeng yang lucu seperti anak kecil.
"Biarin! Semoga aja bener! Dah, sini Khalis sama ibu. Kita nonton upilipul yuk, Lis! Biar BuBu kamu mandi dulu!" ajak Bu Haji pada Khalis.
Bocah itu mengiyakan dengan anggukan yang cepat. Di rumah, ia sering tak kebagian acara tv karena di kuasai Dafi.
"Makasih sebelumnya ya, Bu Haji!" kata Ajeng.
"Iya!" sahut Bu Haji singkat lalu menuntun Khalis menuju ke rumah induk.
Ajeng pun menuju ke kamarnya. Ia mencari roti tawar yang sangat ia butuhkan saat ini.
"Alhamdulillah! Masih ada tiga biji! Lumayan sampai besok pagi!" monolog Ajeng dengan nafas lega.
Gadis itu pun mengambil pakaian ganti untuk di bawa ke kamar mandi.
Di rumah Bu Tini, sang suami baru pulang memancing. Ia cukup terkejut melihat barang-barang Bhumi yang sudah ada di depan kamarnya.
Juga terdengar keributan di kamar Bhumi. Jelas itu suara Bu Tini.
"Kamu kebangetan banget jadi anak ya, Mi! Bisa-bisanya kamu milih cewek udik yang kamu sendiri baru kenal. Bahkan mempercayakan Khalis sama dia. Anak durhaka kamu, Bhumi!"
Bhumi menoleh pada ibunya.
"Ya, Bu! Anak mu ini durhaka! Hanya mba Resti anak kesayangan ibu yang selalu jadi kebanggaan ibu!''
Bu Tini menarik lengan Bhumi dengan paksa.
"Kamu keluar dari rumah ini, bukan berati kamu berhenti memberi jatah belanja di rumah ini Bhumi. Ingat, rumah kita di jual hanya untuk mengobati Ayu yang sudah tahu pada akhirnya dia akan mati!"
"Astaghfirullah ya Allah ibu!!"
Sosok lelaki sepuh itu menghampiri ibu dan anak yang sedang bertengkar itu.
"Apa? Kenyataannya memang begitu kan?" tanya Bu Tini.
"Tapi ibu lupa, rumah itu bisa kita beli juga karena Bhumi ikut membayar nya!" kata ayah Bhumi.
Bu Tini mendengus sebal.
"Tapi seenggaknya wajar dong kalau dia memenuhi kebutuhan rumah ini sekarang? Anggap saja dia bayarin rumah yang udah kejual gara-gara ngelahirin Khalis!"
Dua lelaki beda usia itu hanya bisa menggelengkan kepalanya saking tak percaya nya ucapan itu keluar dari mulut seorang ibu, seorang wanita!
''Bu, ibu ini seorang ibu lho. Tega sekali bicara seperti itu! Kalau ada pilihan, Bhumi juga tidak mau seperti ini Bu! Bhumi tidak mau kehilangan Ayu, Khalis dan juga harta ibu! Maaf kalau ternyata selama ini yang Bhumi lakukan ngga pernah keliatan di mata ibu! Bhumi pasti masih akan memberi uang belanja. Tapi ngga bisa kaya biasanya!"
Bu Tini menganga.
"Kamu mau ngasih ke cewek udik itu? Belum jadi istri saja dia udah mempengaruhi kamu, Bhumi! Pikir!!!"
"Ini ngga ada hubungannya sama Ajeng Bu! Dia memang orang asing, tapi dia sayang dan tulus sama Khalis. Bahkan jujur Bhumi merasa ngga punya muka setelah apa yang ibu dan mba Resti katakan sama Ajeng!"
Ayah Bhumi memijat pelipisnya dengan sedikit keras. Mungkin darah tingginya naik kali ini.
"Udah Bhumi, kali ini ayah dukung kamu!Kalau hanya memberi makan ibumu, ayah mu masih sanggup! Pergilah!"
"Ayah ini apa-apaan sih?!" teriak Bu Tini.
Bhumi mengangkat dua tas milik Khalis. Dan koper miliknya. Juga beberapa dus berisi boneka juga barang peninggalan Ayu.
"Kamu keluar dari rumah ini, ibu ngga akan anggap kamu anak ibu lagi!" teriak Bu Tini dengan lantang.
Bhumi memejamkan matanya. Dadanya bergemuruh hebat. Mungkin juga akan ada lelehan bening yang siap mengalir karena ucapan sang ibu yang sudah melahirkannya.
"Terserah ibu! Kalau memang itu membuat ibu tenang!"
Dengan langkah pasti ia pun keluar dari rumah itu dengan barang-barangnya. Jika menilik ke belakang, barang yang ada di rumah itu hampir semua Bhumi yang beli.
Tapi tidak mungkin Bhumi akan membawanya bukan? Toh di rumah itu juga mereka sangat membutuhkannya.
Resti dan suaminya mengintip dari pintu kamarnya. Keduanya kesal!
Kalau Bhumi tidak di sini, pasti mereka akan mengeluarkan uang!
"Adik kamu bener-bener ya, Res!" bisik Agus. Resti tak menyahut. Padahal ia sendiri sadar kalau sebenarnya, yang benar-benar menumpang di rumah ini adalah keluarga inti mereka.
Bhumi mengikat barang-barangnya di motor matik kecil itu. Badan Bhumi yang tinggi besar seolah tak bisa di tampung di motor matik itu. Di tambah lagi dengan barang bawaan Bhumi.
"Bang, taroh di terasku aja dulu bang. Nanti abang bisa balik lagi!" ujar salah seorang tetangga Bhumi.
"Makasih ya Ron!" kata Bhumi. Dan Bhumi baru membawa tas nya dan tas Khalis saja. Untung ia sudah mencari tahu sebelumnya tempat kost yang tak jauh dari sana. Dan temannya bersedia membayarnya lebih dulu sampai Bhumi tiba. Jadi setelah meletakkan barangnya, ia bisa menjemput Khalis di kost Ajeng.
💐💐💐💐💐💐💐
segini dulu ya ...kan mau buka puasa 😘😘😘😘
terimakasih semua 😊😊😊😊
tak apa... tak ada keluargamu yg mensuportmu bumi....
yakinlah... dgn mnjadikn ajeng istri... km bisa mndaptkn dan merasakn arti dan kasih sayang keluarga.... yg slm ini tak prnah km dptkn dri keluargamu...
dan brjanjilah untuk mnjadi garda trdepan untuk knyamanan istri dan ankmu.... jgn smpe keluargamu yg toxic dan benalu itu sll merusuh...
toh km n keluargamu yg mmbuang ajeng....
klo ajeng mudah move on dri km... ya itu bonusss luar biasa dri Allah... krna dia bukan perempuan yg jahat hatinya....
cerita ranu n novita... serta keluarga mereka... keluarga toxic si bhumi jga di skip dlu aja...
biarlah cerita ajeng n bhumi berkembang... smpe mereka bner2 sukses brdua... punya nama besar...
atau lamu istikhoroh dulu..