NovelToon NovelToon
Black World

Black World

Status: sedang berlangsung
Genre:Horror Thriller-Horror
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mamah Dimana Kamu Aku Takut

Ketakutan menggigit Bacin. Ia menyadari sesuatu. Malam ini adalah malam bulan sabit. Ini adalah Desa Mawar Hitam. Dan Nayla… Nama itu bergema di benaknya, menghubungkan semua potongan teka-teki yang ia temukan. Dengan gemetar, ia menggumamkan nama itu, "Nayla…"

Seketika, bangunan itu seakan kerasukan. Barang-barang berterbangan, berjatuhan dengan keras. Meja kayu tua itu hancur berkeping-keping, debu dan puing-puing beterbangan memenuhi ruangan yang sempit. Bacin tersentak mundur, ketakutan setengah mati. Angin dingin menyapu tubuhnya, seakan-akan sesuatu yang jahat tengah beraksi. Ia merangkak mundur, mencari perlindungan di antara reruntuhan.

Di tengah kepanikannya, ia merasakan sesuatu. Sebuah sensasi aneh, seolah-olah ada sesuatu yang menariknya ke arah sebuah pintu kecil yang sebelumnya luput dari perhatiannya. Pintu itu terletak di sudut ruangan, tersembunyi di balik tumpukan puing-puing. Tanpa pikir panjang, ia merangkak menuju pintu itu, terdorong oleh insting untuk menyelamatkan diri.

Ia mencapai pintu itu. Itu bukanlah pintu biasa. Pintu berwarna hitam pekat, hampir menyerupai ketiadaan, terbuat dari bahan yang tidak dikenalnya. Dan yang lebih aneh lagi, dari celah-celah pintu itu, menetes cairan kental berwarna hitam pekat, seperti minyak, namun terasa lebih…hidup. Cairan itu tidak terhubung ke tembok atau apapun, seakan-akan pintu itu mengambang di udara, cairan hitam itu menetes begitu saja, seperti air mata dari neraka. Bacin tercengang, menatap pintu itu dengan campuran rasa takut dan rasa ingin tahu yang tak tertahankan.

Kebingungan memenuhi pikiran Bacin. Pintu itu… tidak terhubung ke tembok, atau apapun. Hanya sebuah pintu hitam yang berdiri sendiri, mengambang di tengah ruangan yang hancur. Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara keras terdengar di belakangnya. Suara benda berat yang jatuh, disusul oleh suara langkah kaki berat yang mendekat dengan cepat.

Panik menguasai dirinya. Tanpa ragu, ia mendorong pintu hitam itu, memasukinya tanpa melihat apa yang ada di baliknya. Dunia berputar. Bacin merasakan sensasi pusing yang hebat, seperti tersedot ke dalam pusaran yang tak terlihat. Ketika pandangannya kembali jernih, ia menyadari bahwa dirinya berada di tempat yang sama sekali berbeda.

Di sekelilingnya, hanya ada kabut gelap yang pekat, dingin, dan mencekam. Udara terasa berat, menekan dadanya, membuatnya sesak napas. Tidak ada cahaya, tidak ada suara, kecuali desiran angin yang dingin dan berbisik, seperti bisikan-bisikan kematian. Bacin gemetar, ketakutan mencengkeram jiwanya. Di mana ini?

Pertanyaan itu bergema di benaknya, menggema di antara keheningan yang mengerikan. Dia merasa sendirian, terisolasi di dunia yang gelap dan tak dikenal, di tengah kabut yang seakan-akan menelan segalanya.

Langkah Bacin berat, menjejak tanah yang lembap dan dingin. Kabut tebal menyelimuti segalanya, membatasi pandangannya hanya sejauh beberapa meter. Namun, di sela-sela kabut yang menyesakkan itu, samar-samar terlihat siluet bangunan-bangunan besar. Bangunan-bangunan itu tampak megah, namun hancur, seperti sisa-sisa peradaban yang telah lama ditinggalkan. Sebuah perasaan dingin dan mencekam mencengkeram hatinya, seakan-akan ia diawasi oleh mata-mata tak terlihat yang mengintai dari balik kabut. Ketakutan bukan hanya sekadar perasaan; itu adalah entitas yang nyata, yang merayap di tulang punggungnya.

Ketegangan itu semakin tak tertahankan ketika sebuah kebutuhan mendesak tiba-tiba menyergapnya. Bacin merasakan desakan yang kuat untuk buang air kecil. Keadaan mendesak itu, meski memalukan, justru sedikit meringankan ketegangan yang mencekam. Ia mencari tempat tersembunyi di balik reruntuhan salah satu bangunan yang tampak paling hancur. Di sana, di balik tumpukan batu dan puing, ia menemukan sedikit ruang yang terlindung dari pandangan.

Dengan lega, Bacin menyelesaikan urusannya. Setelah rasa lega membanjiri tubuhnya, ia berdiri, menghela napas panjang. Di saat itulah, pandangannya jatuh pada sebuah jendela yang menghadap ke bangunan di depannya. Jendela itu, meskipun pecah dan berdebu, memberikan pemandangan yang tak terduga. Di balik kaca yang retak, ia melihatnya. Sesosok pocong, dengan kain kafan putihnya yang kusut dan wajahnya yang pucat, menatapnya dari balik jendela. Mata kosongnya seakan menembus kabut dan waktu, menancap tajam ke dalam jiwa Bacin.

Jeritan Bacin menggema di antara keheningan yang mencekam, memecah kesunyian mengerikan di dunia yang aneh ini. Ketakutan yang murni, naluriah, mendorongnya berlari tanpa berpikir panjang. Ia berlari sekencang mungkin, menjauh dari sosok mengerikan itu, menjauh dari bangunan itu, menjauh dari tempat yang terasa semakin mengancam. Kabut tebal, yang sebelumnya terasa mencekam, kini menjadi sekutunya, menyembunyikannya dari apa pun yang mungkin mengejarnya dari balik bayang-bayang yang mengerikan. Ia berlari, tak tahu arah, hanya didorong oleh adrenalin dan rasa takut yang membuncah.

Napas Bacin memburu, dadanya terasa seperti hendak pecah. Ia berlari tanpa henti, hingga menemukan sebuah bangunan lain. Temboknya retak dan tampak rapuh, namun cukup untuk menghalangi pandangan dari luar. Di balik reruntuhan itu, Bacin merasa sedikit aman, setidaknya untuk sementara. Ia merosot ke tanah, tubuhnya gemetar hebat karena kelelahan dan ketakutan.

Staminanya terkuras habis. Keheningan sesaat menyelimuti, lalu… dring… dring… dring… Suara bel yang nyaring dan menusuk telinga terdengar dari jalanan di luar. Suara itu—seolah-olah menari di antara kesunyian—membuat bulu kuduknya merinding. Dengan hati-hati, Bacin mengintip melalui celah di antara reruntuhan. Pandangannya tertuju pada sosok wanita yang berdiri di jalanan.

Sosoknya mengerikan. Kepalanya tampak terbalik, seakan patah di leher, dan mulutnya terkembang dalam senyum yang begitu mengerikan, seperti celah neraka yang menganga. Wanita itu melompat-lompat, gerakannya aneh dan tidak wajar, seperti tarian kematian yang mengerikan. Tubuh Bacin menegang. Ketakutan yang luar biasa membanjiri dirinya, membuatnya tak mampu bernapas, tak mampu berteriak, tak mampu melakukan apa pun selain diam membeku dan menyaksikan pemandangan mengerikan itu.

Ia takut sekali. Takut akan suara, takut akan gerakan, takut akan apa yang akan terjadi jika makhluk mengerikan itu menyadari keberadaannya. Tubuhnya gemetar hebat, setiap selnya berteriak untuk melarikan diri, namun rasa takut yang luar biasa itu membekukannya di tempat. Ia hanya bisa bersembunyi, berdoa agar makhluk itu tak melihatnya, agar makhluk itu tak mengejarnya.

Perlahan, suara bel itu menjauh, kemudian menghilang. Bacin menghela napas panjang, memejamkan mata, merasa lega. Ketegangan yang mencekik dadanya sedikit mereda. Ia membayangkan dirinya aman, terbebas dari kengerian yang baru saja disaksikannya. Namun, saat ia membuka matanya, dunia seakan membeku. Wanita itu—dengan kepala terbalik dan senyum mengerikannya—berada tepat di depannya.

Tatapan kosongnya menancap tajam, menusuk jiwanya. Tubuh Bacin bergetar hebat, kali ini bukan karena kelelahan, melainkan karena ketakutan yang amat sangat. Air mata mengalir deras, membasahi pipinya. Ketakutan yang luar biasa mencengkeramnya, membuatnya lumpuh. Wanita itu mengulurkan tangan, menyentuh kepalanya. Sentuhannya dingin, membekukan darahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!