Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 21: Menjelaskan
" Aah, dasar bocah itu."
Tara menghembuskan nafasnya sambil tersenyum simpul ketika keluar dari rumah. Sebuah mobil ditinggalkan di halaman rumah Hilya, pasti itu adalah ulah Nayaka. Tapi itu merupakan hal baik juga, lumayan untuk dia gunakan wira wiri.
Sebuah rubicon berwarna hijau army, khas dengan gaya Nayaka. Tapi bagi Tara, apapun jenisnya tidak jadi soal asalkan bisa dikendarai.
Ia berjalan mendekat ke arah mobil dan membuka pintunya, kunci mobil beserta suratnya hanya di taruh di dalam dashboard. Sekali lagi Tara menghembuskan nafasnya.
" Anak itu bener-bener. Ya udah ayok kota panasin dulu. Biar nanti tinggal langung jalan."
Brummm
Ketika Tara menyalakan mobil, orang yang berada di dalam rumah reflek keluar. Wajah mereka terlihat kebingungan. Dari Hilya, Sulis dan Yani tahu kalau Nayaka dan Nizam sudah kembali ke Jakarta tadi malam. Tapi kenapa mobil itu masih ada di sini? Itulah arti tatapan mata mereka.
" Aah ini, kayaknya Nayaka meninggalkan mobilnya di sini buat saya pakai Pak, Bu. Ehmm, jika tidak keberatan ada yang ingin saya bicarakan dengan bapak dan Ibu."
Ekspresi wajah mereka semakin terkejut. Pasalnya meninggalkan mobil yang harganya tidak bisa mereka bayangkan itu, apakah hubungan mereka sangat baik. Entahlah, sungguh hal tersebut tidak masuk dalam kepala Sulis dan Yani. Yang keduanya tahu Nayaka hanya sepupu, apa ada sepupu yang sebaik itu meninggalkan mobil mewahnya begitu saja.
Yang kebanyakan terjadi, masalah harta dan uang kadang orang tidak kenal mana saudara mana keluarga dan mana musuh. Jadi bagi Sulis dan Yani ini sungguh di luar kebiasaan.
" Ya, ayo kita bicara. Tapi sarapan dulu, udah mateng itu Bu'e masaknya."
Tara mematikan mobilnya dan ikut masuk setelah semuanya kembali masuk ke rumah. Makan pagi sebelum melakukan aktivitas adalah kegiatan hampir semua orang tidak terkecuali keluarga Hilya. Suasana yang hangat menjadi semakin hangat karena kedua orang tua itu lega bahwa sang putri tidak akan pernah ditinggalkan. Terlebih Yani, dengan mendapatkan buku nikah kemarin, ia menjadi lega karena semua ketakutannya tidak terbukti sama sekali.
Usai sarapan kini merek berkumpul di ruang tengah. Seperti yang Tara ucapkan tadi bahwa ia ingin menyampaikan sesuatu kepada Sulis dan Yani.
" Pak, Bu, saya memang sudah bisa mengingat sedikit-sedikit. Tapi belum sepenuhnya. Dan saya sungguh ingin minta maaf sebesar-besarnya karena kedua orang tua saya belum sampai di sini, dan juga mereka belum mengetahui perihal pernikahan saya dan Hilya. Tapi, bapak dan ibu tidak perlu khawatir. Saya berani menjamin kalau mereka akan setuju. Alasan mengapa saya belum berbicara soal ini adalah, apa yang terjadi pada saya saat Hilya menemukan saya beberapa bulan yang lalu, itu ada unsur kesengajaan. Maka dari itu saya masih harus dianggap belum kembali untuk mencari tahu pelakunya."
Sampai di situ Tara menghentikan penjelasannya. Ia melihat reaksi Sulis dan Yani, mereka tampak syok. Mungkin karena mengetahui fakta bahwa luka parah yang diterima Tara adalah sengaja dilakukan dan bukan hanya sebatas perampokan atau alsan sepele lainnya.
" Bapak dan Ibu tenang saja, saya beneran tulus mencintai Hilya. Dan Bapak juga Ibu tidak perlu khawatir, karena tidak akan lama lagi orang-orang itu akan tertangkap."
" Yo wes kalau gitu, Bapak lega. Bapak cuma berharap anak Bapak ndak untuk main-main. Dan semoga masalahmu cepet selesai. Ini rumahmu juga, kamu mau di sini sampe kapan pun ndak ada masalah."
Perkataan yang diucapkan Sulis membuat Tara lega. Ternyata Sulis benar-benar memiliki pikiran yang terbuka dan positif. Ia sangat bersyukur mertuanya itu memiliki sisi yang seperti itu. Tidak heran Sulis bisa menjadi ketua tani di desa setempat. Dia pasti memiliki pikiran terbuka dan mudha menerima masukan sehingga bisa mendapatkan posisi itu.
" Terimakasih Pak, ah iya saya mau mengajak Hilya main untuk hari ini. Apakah boleh?"
" Yoh kono nek meh arep lungo ( ya sana kalau mau pergi). Bersenang-senanglah."
Semudah itu ternyata. Padahal semalam Tara sudah merasa khawatir. Tapi syukurlah semua berjalan dengan lancar.
Dan benar saja setelah berbicara, Tara langsung membawa Hilya untuk pergi. Ia ingin berkeliling daerah situ.mungkin bagi Hilya tempat wisata sekita adalah hal yang biasa, tapi bagi Tara tidak. Dan Hilya mau untuk menjadi pemandu Tara.
" Tapi, apa mau yang jauhan dikit?"
" Ndak Mas, sini-sini aja cukup kok."
Sebuah senyum terukir di bibir Hilya. Dan hal tersebut membuta Tara tidak tahan untuk tidak menciumnya.
Cup!
Sebuah ciuman ia daratkan di bibir sang istri sehingga membuat wajah Hilya merona. Wanita itu jelas masih belum terbiasa dengan sentuhan fisik seperti ini. Tapi Tara suka, karena melihat wajah Hilya yang malu-malu itu merupakan sebuah penghiburan baginya.
" Nggak perlu malu, kaca mobil ini gelap dari luar jadi nggak akan kelihatan."
Bruuuum
Tara menyalakan mobilnya dan membawanya keluar dari halaman rumah. Tempat yang pertama akan dituju adalah sebuah tempat wisata yang berbentuk danau dengan nama Telaga Warna.
Di dalam mobil kedua pasangan baru menikah itu jelas nampak bahagia memulai kehidupan pernikahan mereka. Hanya saja kebahagiaan mereka ada yang tidak menyukainya.
Tatapan sinis diberikan kepada orang itu sedari tadi. Ya dia mengamati apa yang terjadi di rumah Hilya dan selalu mengucapkan kata-kata buruk. Entah memaki, entah mengutuk. Tapi yang jelas tidak ada kata baik yang keluar dari mulutnya.
" Halah, aku yakin tuh Sulis karo (sama) Yani wes ngerti kalau Tara opo Raka itu wong sugih ( orang kaya). Makane ditulungi njup didadekke mantu ( makanya ditolong dan dijadikan menantu). Sok-sokan baik tapi jebule licik."
" Ho o Bu Anjar, aku juga ngroso gitu. Mereka itu kayak ular berkepala dua. Sok-sokan baik padahal menakutkan."
Ya Anjarwati, jika awalnya dia mengolok-olok Tara sebagai pria miskin kini beralih mengatakan bahwa Hilya dan kelurganya lah yang licik dna culas. Sebuah cerita ia buat seolah-olah Hilya memang sudah tahu bahwa Tara kaya sehingga mau dinikahi.
Wanita itu sungguh belum berhenti, semua seperti yang Tara ucapkan bahwa orang seperti itu tidak akan berhenti dengan mudah mengganggu orang.
" Ibu, sudah. Malu bu. Ibu itu namanya fitnah. Hilya dan keluarganya ndak seperti itu. Hilya jelas gadis yang baik. Dosa bu, dosa!"
" Tck opo seh, kamu lho Man, bukane belain ibu malah belain mereka. Kamu selalu muji-muji Hilya. Opo kamu ndak sakit ati po?""
Tidak mau bicara dengan Anjar semakin ngawur dan melantur, Arman memilih untuk menyalakan motornya dan berangkat ke tempat kerjanya. Ia sungguh malu setiap Anjar berbicara.
" Sakit hati? Apakah pantes, wong aku selama ini hanya suka sepihak kok. Hilya ndak pernah tahu aku menyukainya. Dan Ibu lah yang sangat obsesi ingin aku menikahi Hilya. Tapi jika boleh dikata nyesel, ya aku nyesel. Aku nyesel napa kon ndak berani bilang kalau aku cinta sama kamu Hil."
TBC