NovelToon NovelToon
Ketika Kesabaran Berakhir

Ketika Kesabaran Berakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nurulina

Lestari, yang akrab disapa Tari, menjalani hidup sebagai istri dari Teguh, pria yang pelit luar biasa. Setiap hari, Tari hanya diberi uang 25 ribu rupiah untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga mereka yang terdiri dari enam orang. Dengan keterbatasan itu, ia harus memutar otak agar dapur tetap mengepul, meski kerap berujung pada cacian dari keluarga suaminya jika masakannya tak sesuai selera.

Kehidupan Tari yang penuh tekanan semakin rumit saat ia memergoki Teguh mendekati mantan kekasihnya. Merasa dikhianati, Tari memutuskan untuk berhenti peduli. Dalam keputusasaannya, ia menemukan aplikasi penghasil uang yang perlahan memberinya kebebasan finansial.

Ketika Tari bersiap membongkar perselingkuhan Teguh, tuduhan tak terduga datang menghampirinya: ia dituduh menggoda ayah mertuanya sendiri. Di tengah konflik yang kian memuncak, Naya dihadapkan pada pilihan sulit—bertahan demi harga diri atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan yang sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Ogah lah! Tari semakin merasa geram. Ia tidak akan membiarkan dirinya diperlakukan begitu, hanya untuk memenuhi kehendak orang lain. Dia tahu apa yang pantas untuk dirinya, dan ia bertekad untuk melawan jika harus. Tidak ada yang berhak memperlakukan dirinya seperti itu, dan ia tidak akan diam begitu saja.

"Nih, kanjeng Mami... bukti belanjaan hari ini!" seloroh Tari sambil mengeluarkan senjata pamungkasnya, yaitu tumpukan barang belanjaan yang baru saja ia bawa.

"Kalau masih menuduh Tari korupsi, berarti mata ibu juling!" tambahnya dengan nada tegas dan canda yang penuh keberanian. Ia tahu ini adalah cara untuk mematahkan tuduhan yang tidak adil, dan ia tak ragu untuk memperlihatkan bahwa dirinya tidak seburuk yang mereka kira.

Mata Bu Ayu kembali mendelik tajam, jelas terlihat tanda ketidaksenangannya. Namun, meski wajahnya penuh amarah, ia tetap meraih secarik kertas yang berisi catatan belanja tersebut, mencoba untuk menilai apa yang tertulis di dalamnya. Meski tidak berkata-kata, gerakannya yang cepat dan tegang menunjukkan bahwa ia tidak akan membiarkan begitu saja tuduhan itu dipatahkan tanpa pemeriksaan.

Tak mau dikatai juling, mata Bu Ayu pun terfokus penuh, mengawasi dengan seksama setiap angka yang tertera di catatan belanja. Ia memeriksa satu per satu, lalu dengan cepat mentotalnya dalam hati, berusaha memastikan bahwa semuanya sesuai dan tidak ada yang mencurigakan. Wajahnya terlihat serius, seolah sedang menjalani misi penting, dan ia tidak akan berhenti sebelum merasa puas dengan hasilnya.

"Lah, ini masih sisa 2000, mana duitnya!" ketus Bu Ayu, sambil menyodorkan telapak tangan ke arah Tari. Suaranya terdengar penuh kekecewaan dan amarah. Sampai mati pun, Bu Ayu tidak akan ikhlas dan ridho jika uang tersebut digunakan Tari untuk jajan, meskipun hanya dua ribu perak sekalipun. Baginya, setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan, dan ia merasa tidak ada yang boleh menghambur-hamburkan uang itu begitu saja.

Tari memutar matanya hingga hampir juling ke atas, ekspresinya penuh keheranan.

"Lihatlah, mas, perkara uang dua rebu aja pake ditagih segala. Takut banget aku jajanin cilok!" ketus Tari dengan nada sarkastik. Ia merasa seperti diperiksa habis-habisan hanya karena hal sepele, dan ia tak bisa menahan untuk melontarkan sindiran tajam itu.

Teguh ikut membaca kertas catatan tersebut, dan setelah memeriksanya, ia mengangguk, ternyata belanja hari ini hanya habis 23 ribu. Itu artinya, tuduhan ibunya bahwa Tari korupsi tidak berdasar. Meski begitu, soal uang 2000 yang masih tersisa, Teguh sebenarnya tidak terlalu peduli. Yang lebih membuatnya kesal adalah kenyataan bahwa dengan uang 10 ribu, ia hanya mendapatkan kepala, ceker, dan pantat ayam, bukannya daging ayam sekilo seperti yang ia harapkan. Dalam hati, ia merutuk, merasa kecewa dengan hasil belanja yang sangat jauh dari ekspektasinya.

"Huh, harusnya 10 ribu udah dapet daging sekilo, itu pasti Tari kena tipu Mak Yuni!" batin Teguh, geram. Ia merasa ada yang tidak beres dengan harga yang dibayar, seolah ia telah dibohongi. Teguh mulai merasa curiga, tapi ia memilih untuk diam, meskipun kekesalannya mulai membangun di dalam hatinya.

"Uang 2 ribunya Tari belikan sampo, tuh di atas kulkas. Abis kan samponya?" ucap Tari sambil menunjuk ke arah atas kulkas dengan ekspresi santai. Ia mencoba memberikan penjelasan sambil mengalihkan perhatian, seolah ingin menunjukkan bahwa uang tersebut digunakan untuk hal yang wajar dan diperlukan.

"Udah ya, udah jelas semuanya kan? Kalau Tari tuh gak pernah yang namanya korupsi. Yang ada mah ibu yang korupsi jatah nafkah Tari," tukas Tari dengan nada penuh sindiran. "Hati-hati loh, bu, nanti kena azab kubur," tambahnya dengan tatapan tajam, seolah menakut-nakuti dengan ancaman yang samar, namun cukup untuk membuat suasana semakin tegang.

Puffftt!

Bayu melipat bibirnya, berusaha keras menahan tawa yang sudah hampir meledak. Ekspresinya terlihat tegang, seperti ingin segera meledakkan tawa itu, tapi ia berusaha tetap tenang, tidak mau terlihat terlalu menikmati keributan yang terjadi di depannya. Namun, jelas sekali bahwa ia cukup terhibur dengan suasana yang semakin memanas ini.

"Apa kamu bilang?!" pekik Bu Ayu, matanya mendelik tajam, hampir keluar dari orbita saking geramnya. Suaranya keras dan penuh amarah, seperti petir yang siap menyambar. Ia tak terima dengan tuduhan Tari yang begitu berani dan langsung merasa tersinggung.

Berhubung Tari sudah selesai sarapannya, ia pun buru-buru bangkit dan ngacir dari sana, tak tahan mendengar omelan sang mertua yang terus menerus menyerangnya. Ia merasa sudah cukup dengan perdebatan itu, dan lebih memilih untuk menjauh daripada terjebak dalam suasana yang semakin memanas.

"Heh, Tari! Jangan kabur kamu!" pekik Bu Ayu, suaranya membahana, penuh amarah. "Beraninya kamu do'ain ibu kena azab kubur!" tambahnya dengan suara yang semakin meninggi, jelas terdengar di seluruh rumah. Bu Ayu tak terima dengan ucapan Tari dan merasa harga dirinya dihina, membuatnya semakin tak bisa menahan kemarahannya.

"Lihat tuh istri pilihanmu, Teguh! Kurang ajar terhadap orang tua dan tidak punya sopan santun!" adu Bu Ayu, sambil mendengus kesal. "Entah dikasih makan apa sama orang tuanya dulu, sampai sikapnya seperti itu!" tambahnya dengan nada penuh penghinaan, seolah tak habis pikir bagaimana Tari bisa berperilaku seperti itu. Bu Ayu merasa sangat terpukul oleh sikap menantunya yang dianggap tidak tahu aturan.

Teguh berdecak kesal, merasa frustrasi karena setiap kali makan selalu ada saja masalah. Ia merasa lelah dengan pertengkaran yang terus-menerus terjadi di rumah. Tanpa sadar, Teguh mulai menyadari bahwa semua ini adalah akibat dari keputusannya sendiri. Salahnya memberi nafkah yang sangat minim kepada Tari, serta mencampurkan istri dan orang tua untuk tinggal satu atap, yang jelas hanya memperburuk keadaan. Ia mulai merasa bahwa mungkin ia telah membuat kesalahan besar yang memicu ketegangan ini.

Tak tahukah Teguh bahwa dalam satu atap tidak boleh ada dua ratu? Inilah akibatnya. Ketika dua perempuan dengan karakter kuat dipaksakan untuk hidup bersama di bawah satu atap, konflik pasti akan muncul. Meski Teguh merasa kesal dan terjebak, ia mulai menyadari bahwa keputusan yang diambilnya untuk menyatukan Teguh dan ibunya dalam satu rumah tanpa pertimbangan matang justru memicu ketegangan yang tak kunjung reda.

"Hati-hati, bu," peringat Bayu dengan nada tegas, sambil menatap Bu Ayu. "Kalau sampai Mbak Tari denger ibu jelekin almarhum kedua orang tuanya, bisa habis ibu di amuk Mbak Tari," tambahnya, memperingatkan dengan serius. Bayu tahu betul bagaimana perasaan Tari terhadap keluarganya, dan ia tidak ingin ibunya semakin memperburuk situasi yang sudah tegang ini.

Bu Ayu memandang masam wajah anak kembarnya, matanya penuh kekecewaan. Namun, di dalam hati, ada sedikit perasaan was-was yang mulai muncul. Ia tahu benar betapa garangnya menantunya, Tari. Bu Ayu menyadari bahwa jika sampai Tari benar-benar marah, dampaknya bisa sangat buruk, dan ia tidak ingin memperburuk keadaan lebih jauh lagi.

"Huh, gadis miskin aja belagu," batinnya kesal, perasaan Bu Ayu semakin memburuk. "Awas aja, akan kubuat Teguh menceraikanmu!" ancamnya dalam hati, penuh amarah. Ia merasa sangat tersinggung dengan sikap Tari yang dianggapnya tidak tahu diri. Semua perasaan frustrasi itu semakin menumpuk, dan Bu Ayu tidak bisa menahan niat buruk yang semakin membara dalam dirinya.

1
Wanita Aries
Suka ceritanya..
Semangat thor
Wanita Aries
Naudzubillah dpt laki pelit amit2 dah
Wanita Aries
Gila aj dkasih cm 25rb. Uang saku ankq yg SMP itu
Diah Ratna
ceritanya bagus,thor .
Sulfia Nuriawati
udah d perbudak msh mw bertahan helloooo cinta blh goblok jgn y sayang, bersikap lah tunjuk kan bahwa km pny harga yg lbh dr pelakor jg suami g pny otak itu,mn pelit lg dih ogah bnget😡😡😡
Sulfia Nuriawati
Luar biasa
Nurulina: makasi yaaa🥰
total 1 replies
Aerilyn Bambulu
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
Nurulina: Waaah makasih yaaaw😍
total 1 replies
Phoenix Ikki
Aku tumpahkan air mata gara-gara endingnya😢
Kazuo
Bikin nagih bacanya 😍
Nurulina: waaah, makasih yaaa🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!