NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Turnamen Mahkota Perak.

Turnamen Mahkota Perak adalah sebuah petanding bela diri yang diadakan pada pertengahan musim panas setiap empat tahun sekali di Kekaisaran Agung Alexandria. Pertandingan ini memiliki peraturan yang cukup unik, di mana, setiap individu hanya dapat mengikutinya sekali seumur hidup dan berusia antara enam belas sampai dua puluh lima tahun.

Turnamen Mahkota Perak sendiri diikuti oleh para Knight dari seluruh penjuru Benua Avalon, oleh karena itu, Turnamen tersebut merupakan sebuah agenda nasional bagi Kekaisaran Agung Alexandria.

Bagi para pria, Turnamen tersebut mungkin merupakan ajang di mana mereka bisa mendapatkan nama dan kehormatan. Namun, bagi wanita, Turnamen tersebut juga memiliki artinya sendiri.

Kenapa turnamen tersebut disebut Turnamen Mahkota Perak? —itu karena pemenangnya akan dihadiahkan sebuah mahkota perak. Mahkota perak sang pemenang kemudian akan dihadiahkan sang pemenang pada seorang wanita yang menjadi sumber kekagumannya, dan biasanya adalah; kekasih atau wanita dambaan sang pemenang.

"Saya tidak tertarik, dan tidak akan hadir pada pertandingan terakhir Turnamen." Ujar Axillion menolak ajakan Lilia menonton pertandingan terakhir Turnamen Mahkota Perak yang akan diadakan bulan depan.

"Kenapa?" tanya Lilia bingung. "Apa kau tidak penasaran?—kau tidak pernah menghadirinya sama sekali."

"Ibunda, anda sudah bertanya seperti itu pada saya empat kali dalam tujuh belas tahun hidup saya," jawab Axillion sambil tersenyum. Kedua mata hijaunya menatap Lilia lembut. "Dan saya menjawab; saya tidak penasaran."

Lilia menghela napas mendengar jawaban Axillion. Dia mengira kali ini akan berbeda karena putranya telah melangkah kaki keluar empat kali dari kamar beberapa bulan ini, tapi ternyata, jawaban yang didapatkannya lagi-lagi mengecewakan.

"Mari kita bahas yang lain saja, Ibunda," tertawa pelan, Axilliion menuangkan secangkir teh untuk Lilia. "—ekspresi kecewa sama sekali tidak cocok di wajah cantik anda."

Lilia mengeleng kepala mendengar ucapan Axillion. Putranya selalu menggunakan kata-kata manis untuk menghindari topik pembicaraan yang tidak disukainya. "Kau dan mulut manismu."

Axillion tertawa dan menyerahkan cangkir teh di tangan pada Lilia. "Silakan, Nyonya."

Lilia menerima cangkir teh dari Axillion. Dia bisa mencium bau harum teh di tangan, sebelum meminumnya dengan anggun. Melihat tangannya yang mengenggam pegangan cangkir teh, sebuah pertanyaan kembali terlintas dalam pikiran sang Ratu Ketiga Kekaisaran.

"Xion," panggil Lilia pelan. Meletakkan cangkir teh ke atas meja, dia menatap Axillion penuh tanda tanya. "Apa yang kau lakukan pada Lucius?"

"Maksud Ibunda?" Kebingungan Lucius menatap Lilia penuh tanda tanya.

"Aku melihat dia berdiri mengaktifkan Aura pada sebatang pensil di tangan," jelas Lilia mengingat apa yang tadi dilihatnya sebelum masuk ke dalam kamar Axillion. "Katanya, kau yang menyuruhnya melakukan itu selama berdiri di depan."

"Benar." Balas Axillion mengangguk kepala.

"Kenapa?" tanya Lilia lagi.

"Anggap saja sebagai latihan untuk Sir Lucius." Tawa Axillion lepas. Dia tidak mungkin menjelaskan pada Lilia bahwa penyebab sesungguhnya dia menyuruh Lucius melakukan itu karena dia terganggu.

Axillion memiki mata Mana Detector, selain itu, sesungguhnya, dia juga sangat sensitif dengan Mana. Untuk Lucius yang memiliki Mana luar biasa besar dan sangat liar, mau tidak mau, keberadaannya selalu dirasakan dan menganggu Axillion. Karena itulah, dia memintanya untuk mengendalikan Mana dengan pensil di tangan. Walau sepertinya masih belum berhasil meskipun dua hari telah berlalu.

"Latihan?" Jawaban Axillion hanya membuat Lilia semakin bingung.

"Benar, latihan." Senyum Axillion. Yang dikatakannya memang tidak salah. Memiliki Mana sebesar itu bukanlah masalah, tapi liar tidak terkendali bagaikan api adalah masalah. Lucius tidak akan dapat mencapai puncak jika tidak bisa mengendalikannya.

"Aku tetap tidak mengerti," menghela napas, Lilia menyerah bertanya lebih lanjut, karena dia merasa Axillion juga tidak berkeinginan menjelaskannya secara mendetail. "Ibunda percaya padamu."

Axillion kembali tertawa mendengar ucapan Lilia.

Melihat tawa bahagia Axillion, Lilia mau tidak mau ikut tersenyum. Dia memang tidak tahu apa maksud Axillion meminta Lucius melakukan latihan aneh itu. Tapi, setidaknya, ini adalah pertama kalinya dia melihat Axillion mau berinteraksi secara pribadi dengan seseorang.

Axillion adalah anak yang unik. Sejak dia kecil hingga tumbuh besar sekarang, dia sangat berbeda dengan semua orang. Dia tersenyum tapi tidak tersenyum, dia ramah tapi sebernarnya tidak. Lilia tahu, selain kepada dirinya dan Owen, Axillion tidak peduli pada siapapun. Karena itu, untuk Lucius yang berhasil menarik perhatian putranya, dia berharap itu akan menjadi awal Axillion membuka dirinya pada orang lain.

...****************...

"Semuanya mati?" tanya seorang wanita pelan. Matanya menatap datar sosok berkerudung hitam di depan, tidak ada emosi sedikitpun di wajah cantiknya.

"Tidak," balas sosok berkerudung tersebut. Menepuk telapak tangan, dua orang bawahannya menyeret masuk seorang pria. Pria tersebut tidak lain adalah Mage yang selamat dari misi membunuh Pangeran Pertama Kekaisaran Agung Alexandria pada malam pesta perayaan penutupan Gate Kosong. "Seorang Mage selamat. Dia membiarkannya hidup."

Menghempas jatuh pria yang diseret masuk, kedua bawahan sosok berkerudung tersebut diam membisu tidak mengatakan sedikitpun. Namun, Mage yang jelas ketakutan tersebut segera merangkak mendekati sang sosok berkerudung. "M-master, Master," panggilnya cepat. Berlutut menyembah, dia menghantamkan dahinya berkali-kali ke lantai hingga berdarah. "M-maafkan hamba. Pangeran Axillion terlalu kuat. Kami semua bukan lawannya."

"Kau kabur?" tanya sosok berkerudung yang dipanggil Mage tersebut 'Master' pelan.

"Tidak," menggeleng kepala, Mage tersebut menatap Masternya dengan ekspresi yang masih penuh ketakutan dan badan bergemetaran. "Pangeran Axillion membiarkanku pergi."

"Oh?"

"D-dia memintaku menyampaikan pesan," lanjut Mage tersebut sambil menelan ludah dan berusaha menenangkan dirinya. "Pangeran Axillion mengatakan jika ingin membunuhnya silakan mencoba, tapi jangan pernah menyentuh Ratu Ketiga Lilia."

"Itu saja?" tanya Master Mage tersebut lagi.

"Iya," menjawab dan mengangguk kepala cepat, Mage tersebut menjawab sejujurnya apa yang isi pesan Axillion hari itu. "Hanya itu."

"Baiklah," tersenyum, tangan kanan sang Master menyentuh pundak Mage tersebut perlahan. "Kau sudah berkerja keras—beristrahat lah."

Kebahagiaan dan senyum lebar segera memenuhi wajah Mage tersebut. Dia selamat, itulah pikirnya. Namun, sedetik kemudian, rasa sakit luar biasa memenuhi seluruh badannya.

"Aaahhhhh!!"

Berteriak keras penuh kesakitan, Mage tersebut bisa melihat seluruh badannya perlahan-lahan mulai menghitam. Darah mengalir keluar dari mulut, hidung, telinga dan mata. Penuh keputus asaan dia menatap Masternya. "Tidak!! Tidak!! Maafkan hamba!! Maafkan hamba!! Ahhhh!!"

Sosok sang Master tidak memperlihat kepedulian sedikitpun pada Mage tersebut. Dia hanya terus menatap datar bawahannya yang jatuh tertelungkup ke bawah dan tidak bernyawa.

Menoleh kembali menatap wanita yang ada di depan, dia tersenyum. "Walau hasilnya tidak seperti yang diharapkan, saya sudah berusaha membantu anda."

"Aku tahu." Balas wanita tersebut pelan. Wajahnya tetap datar tanpa emosi meskipun ada yang mati dengan begitu menyakitkan di depan mata.

"Sekarang," senyum sang Master semakin melebar. "Giliran anda membantu saya."

"Apa yang kau inginkan?" tanya sang wanita.

"Turnamen Mahkota perak," jawab sang Master sambil tertawa gembira. "Saya ingin melakukan sesuatu."

...****************...

1
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!