NovelToon NovelToon
Simpanan Tuan Anjelo

Simpanan Tuan Anjelo

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Ama Apr

Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.

Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.

Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.

"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.

Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"

"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.

Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Meremat jemari sambil memejamkan mata. Itulah yang dilakukan Zeona seraya menunggu kakaknya yang sedang menjalani pemeriksaan lebih lanjut oleh Dokter Onkologi. 

Jantungnya berdebaran tak menentu. Segala kemungkinan baik dan buruk bercampur menjadi satu. Meski begitu, Zeona tetap berusaha berpikir positif dan optimis. Berharap keajaiban Tuhan datang dan tiba-tiba menghilangkan penyakit kakaknya. 

Ruang pemeriksaan terbuka dan Zeona langsung menegakkan badan. Menyambut Dokter dan kakaknya yang kini sudah keluar.

Di sinilah mereka bertiga berada, di ruang rawat yang sebelumnya. 

"Dok, bagaimana keadaan kakak saya?" 

Dokter bername tag Denis Wirawan itu menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Zeona. Dia juga melirik dulu ke arah Zalina yang terbaring lemah di atas ranjangnya. "Kanker rahim yang diderita Mbak Zalina sudah menyebar ke kandung kemih dan rektum. Stadiumnya sudah meningkat menjadi empat."

Bagai dihantam tinju raksasa, dada Zeona langsung terasa sesak. Butiran-butiran bening luruh begitu saja dari kedua matanya. "Kakak." Zeona memeluk Zalina dan menangis tersedu tanpa mempedulikan kehadiran Dokter Denis. 

Seluruh tubuhnya seolah lumpuh layu. Tak bisa digerakkan saking hancurnya mendengar keterangan menyakitkan yang selama ini selalu ia takutkan. 

Kakak beradik itu saling terisak bersama. 

Kejadian itu tak luput dari perhatian Denis. Dokter berkacamata berumur tiga puluh enam tahun itu ikut prihatin melihatnya. Apalagi mengetahui fakta jika mereka hidup hanya berdua tanpa adanya orang tua. "Semoga Tuhan menguatkan kalian," bisiknya dalam hati. 

Setelah sekian menit menangis, akhirnya Zeona dan Zalina mengakhirinya. Mereka berdua meminta maaf pada Dokter Denis karena terbawa suasana. 

"Maafkan kami berdua, Dok. Kami berdua malah menangis berjamaah. Padahal ada Dokter yang menunggu untuk menjelaskan keadaan saya," imbuh Zalina dengan suara lemah dan parau. 

"Tidak apa-apa. Saya sangat mengerti tentang kesedihan kalian. Jika sudah selesai tangis menangisnya, izinkan saya untuk menjelaskan keadaan Mbak Zalina." 

"Silakan Dok!" Zalina kembali bersuara. "Tapi sebelumnya boleh saya meminta sesuatu?" 

"Oh ya? Silakan-silakan! Mbak Zalina mau minta apa?" Dokter Denis menjawab dengan cepat. 

"Tolong jangan panggil saya dan Zeona dengan sebutan 'Mbak', panggil nama saja. Iya 'kan Zeo?" 

"Iya." Zeona mengangguk tandanya setuju. Dia juga agak risih dipanggil Mbak oleh Dokter Denis yang notabene jauh lebih tua dari dia dan kakaknya. 

Denis tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepala, "Hm, baiklah." 

Mulailah Denis memaparkan keadaan Zalina. 

"Dokter, apakah tidak ada cara lain lagi, selain kemoterapi dan pengangkatan rahim?" Zalina benar-benar putus asa. Melakoni dua pengobatan yang disarankan Dokter Denis bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya dari keadaan tubuh, tapi juga materi. 

Meskipun biaya pengobatannya dicover oleh BPJS, tapi ada beberapa jenis yang harus menggunakan uang sendiri. Contohnya seperti obat-obatan yang baru, canggih dan mahal serta terapi-terapi yang lainnya. 

Zalina tidak mau menambah beban adiknya. Dia kasihan pada Zeona.

Perkataan Dokter Denis membuyarkan lamunan Zalina. 

"Tidak ada, Zalina. Untuk saat ini, pengobatan itulah yang sangat saya sarankan. Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, bahwa sel kankernya sudah menyebar ke kandung kemih dan juga rektum. Jika tidak segera diobati, akibatnya akan sangat fatal. Sel-sel kanker itu bisa dengan cepat menyebar ke organ di luar panggul, misalkan hati dan paru-paru. Nantinya jadi semakin sulit untuk disembuhkan." Tak jemu-jemu, Dokter Denis memberikan penjelasan agar Zalina mau melakukan pengobatan. Karena sejak tadi, perempuan dua puluh dua tahun itu seolah enggan untuk mengikuti sarannya. Kukuh hanya ingin diberi obat pereda nyeri saja. 

"Kakak, tolong jangan keras kepala! Ikuti saja apa yang Dokter Denis katakan! Aku mohon Kak!" Giliran Zeona angkat bicara. Membujuk Zalina agar mau melakukan pengobatan. 

"Benar apa yang dikatakan Zeona!" Dokter Denis menimpali. 

Zalina tak menyahut. Dia menunduk seraya meremat kesepuluh jemari tangannya. 

"Diskusikanlah dengan baik. Saya permisi dulu!" Dokter Denis pamit undur diri. 

"Kak." Zeona memanggil kakaknya. Menggenggam jemari tangan yang saling meremat. "Mau ya melakukan kemoterapi?" bujuknya dengan wajah mengiba. 

Mengangkat wajah lalu melepaskan genggaman tangan Zeona dari tangannya. "Biayanya mahal Zeo." Alasan itulah yang membuat Zalina enggan melakukan kemoterapi. 

"Nggak mahal Kak!" sergah Zeona. "Kita 'kan punya BPJS," sambungnya memanjangkan harapan. 

"Tapi 'kan tidak semua biaya pengobatan ditanggung BPJS. Tetap saja kita harus punya uang untuk dana darurat. Kakak tidak mau merepot--" Buru-buru Zeona memotong ucapan kakaknya dengan desisan. 

"Kakak tidak usah khawatir dengan biaya. Semua itu biar menjadi urusanku. Uang bisa dicari, tapi nyawa tidak bisa. Aku tidak mau kehilangan Kakak. Aku nggak mau hidup sebatang kara. Tidak Kak. Aku tidak mau!" Tangis menyayat hati pecah lagi. Zeona dan Zalina saling memeluk. Mencurahkan kesedihan mereka. 

Kegiatan menguntai air mata itu terpotong karena ponsel Zeona berdering. Memanjangkan tangan untuk mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Zeona menahan napas dengan mata sedikit terbelalak. "Tuan Anjelo." Zeona berucap tanpa suara. "Kak, aku angkat telepon dulu ya?" Bangkit berdiri dan melangkah pergi tanpa menunggu tanggapan dari kakaknya. 

Zeona melipir keluar dari ruang rawat inap kakaknya. Agak menjauh mencari tempat yang sepi. Berdehem dua kali guna menormalkan suaranya yang sedikit parau akibat terus menangis. 

[Halo Tuan, ada apa?]

Suara berat Anjelo berkumandang. [Kamu ada di mana, Zeona?] 

[D-di rumah, Tuan.] Zeona terpaksa berbohong karena dia tidak mau Anjelo bertanya-tanya jika dirinya mengatakan sedang berada di rumah sakit. 

[Hm, di rumah ya?] Ada nada setengah tidak percaya dari ucapan Anjelo. [Kalau begitu, sebelum jam makan siang, kamu harus sudah stanby di apartemen!] 

Baru juga akan mengeluarkan suara, panggilan itu sudah keburu diakhiri oleh Anjelo. Membuat Zeona mendengus jengkel. "Dasar lelaki otoriter!"

Perjanjian hitam di atas putih sudah tertulis. Jika Zeona tak menuruti perintah Anjelo, maka konsekuensi yang sangat buruk akan ia dapatkan. Entah apa hukuman yang akan diberikan Anjelo kepadanya dan Zeona pun tak ada niat untuk mengingkari perjanjian itu. Dia bukanlah orang yang suka mengingkari janji. 

Anjelo sudah berbaik hati membebaskan kakaknya dari Miss Helena dan bersedia menikahinya, meskipun hanya secara agama. 

Bergegas kembali masuk ke dalam ruang rawat Zalina. 

"Kak, aku pulang dulu ya? Aku mau beres-beres rumah dulu. Nanti sore aku ke sini lagi! Kakak jangan banyak pikiran. Istirahat saja ya!"

Zalina menganggukkan kepala. "Hati-hati Zeo!" 

Giliran Zeona yang menganggukkan kepala. Kemudian meraih tangan Zalina dan menciumnya. "Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikum salam." Zalina mengulas senyum samar. 

*****

"Terima kasih atas waktunya, Pak Anjelo. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan anda!" Seorang lelaki berkumis tebal menjabat tangan Anjelo. 

"Sama-sama Pak Darmono. Saya juga senang berbisnis dengan anda." Anjelo membalas perkataan rekan bisnisnya. 

Darmono pun berpamitan meninggalkan ruangan Anjelo. 

"Eric, hari ini jadwal saya padat atau tidak?" 

Yang dipanggil namanya lekas menegakkan badan. "Tidak Tuan. Setelah istirahat makan siang, anda tidak ada pertemuan dengan siapapun. Baru nanti sore ada pertemuan lagi. Dengan Mister Keanu dari Singapura." Eric memaparkan. 

Angguk-angguk kepala Anjelo mendengarnya. "Baguslah. Berarti saya punya waktu senggang ya, siang ini?" Senyum samar terbit di bibir. 

"Iya, Tuan." Eric mengiyakan. 

"Kalau begitu, saya mau keluar sebentar!" Anjelo berdiri dari duduknya. Dia menyambar kunci mobil. Dirinya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Zeona. 

Namun saat membuka pintu ruangan, napasnya langsung tercekat. 

1
Diah Salwa Nabila
maaf bukan menyaperi thor tapi menghampiri🙏
Ama Apr: Siap Kak☺
ke depannya aku ganti deh🤭
Diah Salwa Nabila: Iyah sama2 cuman kaya kurang cocok maaf cuman saran yah thorr hehe 🙏
total 3 replies
Gato Piola
Menyentuh banget.
Ama Apr: Makasih Kakak🥰
total 1 replies
Ama Apr
Siap Kak🥰
Makasih udah baca😊
Ma.Cristina Alvaro
Jangan lupa update setiap hari, saya suka banget dengan ceritanya 👏
Ama Apr: Insya Allah, siap Kak.
Makasih udah baca🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!