Bismillahirrohmanirrohim.
Siapa sangka dirinya akan terjebak di dalam novel buatan kakaknya sendiri, selain itu, sialnya Jia harus berperan sebagai Antagonis di novel sang kakak, yang memang digambarkan untuk dirinya dengan sifat yang 100% berbanding terbalik dengan sifa Jia sebenarnya di dunia nyata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hainadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian
...Bismillahirrahmanirrahim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد...
...🍒Selamat membaca semua🍒...
"Ayo masuk." Raka membuka pintu mobil untuk istrinya, sebelum masuk Jia tersenyum pada Raka.
Kini setiap sore hari Raka pasti akan selalu menyempatkan diri agar bisa menjemput Jia saat pulang kerja.
"Terimakasih," ujar Jia seraya berlalu masuk ke dalam mobil.
Citra mereka kini di depan banyak orang menjadi pasangan yang romantis bukan lagi pasangan yang penuh drama. Tanpa keduanya sadar ada seorang yang sejak tadi memperhatikan keduanya.
Raut wajah orang itu tidak bisa ditebak, dia sedikit terlihat tidak suka dengan kedekatan Jia dan Raka, dia hampir beberapa hari ini selalu melihat pemandangan dimana Jia dan Raka selalu bersama saat waktu pulang kerja. Memang tidak ada salahnya Jia dan Raka dekat karena memang mereka pasangan suami istri yang sah.
Semakin hari hubungan Raka dan Jia terlihat semakin harmonis, bahkan setiap hari Raka selalu mengantarkan jemput Jia ke kantor. Melihat Jia dan Raka setiap hari bersama orang-orang beranggapan jika hubungan keduanya sudah membaik.
Ada yang menyayangkan sikap Jia yang luluh begitu saja pada suami yang jelas terang-terangan sudah mengkhianati dirinya. Mereka bisa apa atas hubungan Jia dan Raka memang bukan urusan mereka.
Seperti biasa diperjalanan keduanya tampak akrab saling berbincang satu sama lain. "Kamu mau makan dulu?" tawar Raka.
Membuat Jia berpikir sejenak hingga akhirnya dia mengangguk antusias. Sudah hampir satu minggu ini Jia selalu tersenyum bersama Raka begitu pula sebaliknya. Raka merasa dia lebih nyaman bersama Jia daripada bersama Sania sebelum.
"Kita mau makan apa?"
"Seperti biasa saja," jawab Jia yang disetujui oleh Raka.
Seperti biasa mobil Raka berhenti tepat di resto yang akhir-akhir ini sering dikunjungi Raka dan Jia. Ketika keluar dari mobil, Jia tak sengaja melihat Sania yang kebetulan juga melihat kearah Jia bersama Raka.
Mengetahui Sania berjalan mendekat kearah mereka, Jia diam-diam tersenyum penuh makna, semakin dekat Sania berjalan kearah keduanya Jia semakin memperlambat langkahnya, Raka yang berjalan dibelakang Jia menyesuaikan langkah sang istri. Raka. belum menyadari kehadiran Sania.
Arghaaa....
Hampir saja Jia terjatuh untung Raka dengan sigap menangkap sang istri hingga Jia jatuh dipeluk Raka. Kini posisi mereka berdua sangat dekat membuat Raka menatap dalam Jia, melihat tatapan Raka yang tersirat sudah jatuh cinta dengan Jia. Jia tersenyum puas dalam benaknya.
Sania bahkan sudah berada disebelah Raka dan Jia melihat dengan jelas adegan mesra itu membuat Sania mengepalkan tangannya erat seraya menghentakkan kakinya kesal. Hal biasa yang sering Sania lakukan ketika sedang kesal pasti selalu menghentak kaki.
Hmmm...
Batuk Sania akhirnya membuat Raka tersadar, Jia tersenyum canggung pada Sania pura-pura tidak tahu jika ada Sania disamping mereka. Padahal sejak tadi Jia memang sudah menyadari kehadiran Sania. Berbeda dengan Raka yang terlihat bersikap acuh.
"Sania, sejak kapan disini?" Jia bertanya dengan nada ramah.
"Barus saja, kebetulan kita bertemu disini."
"Iya, udah berapa hari ini aku nggak pernah lihat kamu. Kamu juga jarang datang ke kediaman keluarga Baskara," papar Jia.
Memang sejak sikap Raka berubah secara tiba-tiba pada Jia bahkan masih ada Sania disana, sejak hari itu pula Sania tidak pernah lagi datang ke kediaman keluarga Baskara.
"Aku beberapa waktu ini memang sedang sibuk Jia makanya tidak bisa mampir." Jia mengangguk mengerti.
"Bagaimana jika aku mentraktir mu sudah lama kita bertiga tidak makan bersama bukan, benarkan sayang? Seingat ku, setiap satu bulan sekali kita akan meluangkan waktu untuk makanan bersama." kini Jia beralih menatap Raka, pria itu tersenyum seraya mengelus pucuk kepala Jia sayang.
Sejak tadi Jia memang bergelayut manja di lengan Raka membuat Sania berdecit pelan melihat keromantisan dua orang dihadapannya ini. Sania ingin menolak tawaran Jia, tapi jika dia menolak Sania yakin pasti Jia akan merasa menang.
"Bagaimana Sania?" ulang Jia sekali lagi, karena Sania barusan terlihat melalu.
"Sepertinya tidak buruk, aku juga sudah tidak lama makan bersama kalian."
Ketiganya berjalan masuk ke dalam restoran. Raka sedikitpun tidak menatap Sania membuat Sania geram. Bahkan sejak tadi dia terus menempel pada Jia, bicara saja sepatah katapun pada Sania tidak Raka lakukan.
"Pesan apa saja kesukaanmu," ujar Jia setelah mereka duduk di salah satu meja di dalam restoran.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya Sania menghubungi seorang mengajak orang itu ketemu, hati Sania masih panas mengingat momen tadi sore. Dia merasa sial karena bertemu dengan Jia dan Raka yang terlihat begitu romantis yang membuat Sania tidak terima Raka tidak menyapanya sama sekali jangankan menyapa Sania menatap Sania pun tidak. Raka seperti orang asing yang belum pernah mengenal Sania.
Melupakan fakta mereka sudah sedekat itu bahkan pernah berada dalam satu ranjang yang sama walaupun tidak memiliki hubungan suami istri.
Setelah menghubungi orang yang Sania maksud dia bergegas pergi padahal baru beberapa menit lalu dia pulang ke rumah sekarang sudah pergi lagi.
"Lihat saja Jia, aku akan membuatmu terluka. Aku tidak segan menjadikanmu sengsara," tekad Sania tidak main-main, apalagi dia sudah sangat membenci Jia sejak dulu.
25 menit berlalu Sania sampai di tempat pertemuan mereka di sana ada seorang yang menunggu kehadiran Sania dengan menutup wajahnya menggunakan masker.
Sania tahu perempuan itu yang tadi dia hubungi saat di rumah mengajak ketemuan. "Hai, sudah lama?" sapa Sania.
Perempuan itu terlihat cuek tidak begitu menanggapi Sania. "Langsung saja katakan apa yang kamu mau Sania, tak usah berbasa-basi padaku," ujarnya ketus.
Tidak begitu sakit hati Sania dengan sikap perempuan di depannya ini, dia lebih sakit hati melihat kedekatan Jia dan Raka. "Riska, kamu tidak ingin membalas semua ini pada Jia? kamu akan membiarkan saja perempuan itu bersenang-senang sementara kita disini dalam keadaan kacau."
"Tidak usah menyebut nama perempuan itu! Aku sangat jijik mendengarnya," tangan Riska mengepal tatapan matanya terpancar penuh kebencian, Sania yang melihat jelas pancaran kebencian dari mata Riska untuk Jia diam-diam tersenyum senang. "Gara-gara perempuan itu aku menjadi seperti sekarang, karierku yang sudah lama aku bangun dalam sekejap hancur, sekarang aku bukan lagi artis dan model ternama. Semua gara-gara perempuan itu, hari itu harusnya dia yang berada di dalam kamar itu!" lanjut Riska, dia seperti sangat terguncang setelah kejadian beberapa hari yang lalu.
Kebenciannya pada Jia semakin bertambah besar, tanpa sadar semua yang terjadi pada dirinya atas perbuatan mereka sendiri.
'Bagus Riska semakin membenci Jia, bukankah ini akan semakin memudahkan aksiku.' Sania tersenyum sinis