"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Pekerjaan Baru (REVISI)
"Sha, lo kok diam aja sih. Kenapa? Ada masalah sama ibu dan adik tiri lo, hem?" Lulu, salah satu rekan kerja Queensha menepuk pundak temannya itu.
Queensha yang saat itu sedang termenung, cukup tersentak beberapa saat ketika ada seseorang menepuk pundaknya. "Kamu? Kirain siapa," jawabnya setelah melihat Lulu berdiri dengan tatapan penuh tanda tanya.
Lulu menarik kursi yang jaraknya tak jauh dari mereka, kemudian duduk di bangku tersebut. "Lo pikir siapa? Mbak Puji? Manager kita enggak mungkin datang ke sini kali. Dia 'kan anti banget sama tempat-tempat kotor dan kumuh modelan begini," sahut gadis itu.
Sejak Lulu dipindahtugaskan ke restoran tempatnya bekerja saat ini, ia memang tidak begitu menyukai Puji sebab menurutnya manager mereka adalah seorang penjilat dan bermulut besar. Oleh karena itu, ia tak begitu menyukai Puji. Terlebih mereka sempat adu mulut beberapa bulan lalu hingga menyebabkan keretakan di antara keduanya.
Refleks, Queensha menepuk bahu Lulu dengan pelan. "Jangan sembarangan bicara. Ketahuan Mbak Puji, bisa kena teguran loh!" pungkas wanita itu menasihati rekan kerjanya.
Queensha menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Lulu. "Aku bingung banget, Lu, gimana caranya lepas dari dua benalu yang enggak tahu diri macam ibu dan adik tiriku. Sejak dulu, mereka tak pernah sekalipun membiarkan hidupku tenang. Mereka selalu mengusik dan mengancamku dengan ancaman yang sama. Lama-lama, aku capek terus menerus berurusan dengan mereka," keluh wanita itu. Ia tampak begitu frustasi ketika menceritakan Mia dan Lita kepada Lulu.
Mendengar masalah yang sama, Lulu mendengkus kesal. "Gue udah pernah bilang sama lo, jangan dikasih duit mulu, lama-lama mereka ngelunjak. Sesekali lo harus bersikap tegas kalau Nenek Lampir itu minta duit ke lo, bukan malah diam aja dan nurutin kemauan mereka. Kalau lo lemah, mereka semakin semena-mena sama lo. Ngerti?"
Queensha menyenderkan punggung di sandaran bangku. "Aku udah menolaknya, tapi mereka mengancam akan membuang dan menjual rumah peninggalan kedua orang tuaku. Kamu tahu sendiri, cuma rumah itu satu-satunya kenang-kenangan Papa dan Mama. Di rumah itu juga banyak kenanganku dengan mereka saat masih kecil."
"Kenapa enggak lo ambil aja sertifikat rumah itu? Sha, lo adalah ahli waris yang sah atas semua harta peninggalan kedua orang tua lo, bukan Nenek Lampir dan si Ganjen itu. Tante Mia dan Lita cuma orang asing yang kebetulan aja dipungut oleh mendiang Papa lo dari jalanan hingga derajatnya terangkat. Jadi, setelah Papa lo meninggal, mereka bukan siapa-siapa lo lagi."
Entah dengan cara apa lagi Lulu menyadarkan rekan kerjanya itu untuk bersikap tegas dan tak mudah ditindas oleh Mia dan Lita. Bukannya ia tidak suka mendengar curhatan Queensha, hanya saja ia tak mau jika ada seseorang yang berbuat semena-nena terhadap orang terdekatnya.
"Masalahnya sertifikat itu disimpan oleh Mama Mia dan aku enggak tahu ditaruh di mana, Lu. Kalaupun tahu, udah dari dulu aku rebut dan kuusir mereka dari rumah itu."
Suasana kembali hening seperti sedia kala. Tak ada satu pun dari dua wanita itu berkata-kata.
"Lalu, apa yang akan lo lakuin sekarang? tanya Lulu memecah keheningan.
Queensha melirik sekilas ke samping, lalu menatap langit-langit ruangan tersebut. "Sepertinya aku mau nyari kerjaan lain, Lu. Hanya mengandalkan gaji dari restoran ini, enggak akan cukup untuk membungkam mulut mereka. Aku butuh uang yang banyak dan menyusun strategi untuk merebut kembali apa yang seharusnya jadi milikku. Untuk sekarang hanya itu yang aku bisa."
Lulu merangkul bahu Queensha hingga posisi mereka berdekatan. "Lo mau kerja apaan dengan ijazah SMA? Kantoran? Jangan mimpi, Sha. Paling banter kita tuh cuma jadi pelayan dan cleaning service."
Queensha kembali menghela napas kasar. Apa yang dibicarakan Lulu benar adanya.
Dulu, saat mendiang papanya Queensha masih hidup, Mia dan Lita menghasut Gunawan untuk tidak menuruti permintaan wanita itu. Berkat ucapan manis dan rayuan maut, akhirnya Gunawan setuju dan tak mengabulkan keinginan putri tunggalnya itu. Padahal saat itu kehidupan mereka masih berjaya, bisnis di bidang transportasi maju dan banyak pemasukan masuk ke rekening. Namun sayang, Queensha tak dapat merasakan itu semua.
"Kerja apa aja, Lu, asalkan halal. Daripada aku jual diri, malah nambah dosa. Kasihan mendiang Mama dan Papaku di sana kalau lihat aku menjajakan tubuh ini hanya demi sesuap nasi."
Seulas senyuman mengembang di bibir Lulu. "Jadi babysitter, mau enggak? Kebetulan ada majikan dari saudara gue sedang cari pengasuh untuk cucu mereka. Usia anak itu sekitar empat tahunan, jenis kelamin perempuan. Dari info yang gue dengar, gajinya lumayan besar cukup untuk lo tabung dan selebihnya bisa lo lemparin ke wajah ibu dan adik tiri lo. Selain itu, makan dan tempat tinggal ditanggung mereka. Jadi gaji lo sebulan itu bersih, tanpa potongan."
"Serius? Aku mau kalau begitu. Kapan bisa mulai kerja?" tanya Queensha antusias. Informasi ini bagaikan angin segar bagi wanita itu. Wajahnya yang semula muram kini berseri kembali.
Lulu menurunkan tangannya yang berada di bahu Queensha, lalu mengeluarkan telepon genggam dari saku celananya. "Gue kirimin nomor asisten rumah tangga dari pemilik rumah itu. Nanti lo bisa komunikasian sama dia lewat WhatsApp," ujarnya. "Semoga tempat kerja lo yang baru ini bisa memberikan ketenangan, ya. Gue denger sih si pemilik rumah killer banget dan jutek abis. Kalau emang benar, bisa dipastikan Tante Mia dan Lita enggak berani datang dan gangguin lo lagi."
Alih-alih merasa takut, Queensha justru tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Di balik killer-nya sikap seseorang, akan ada satu titik kebaikan di dalamnya. Aku yakin, sebetulnya si pemilik rumah itu orang baik hanya saja kita tak pernah melihat kebaikannya itu."
"Thanks, Lu, kamu udah bantuin aku. Aku janji saat gaji pertamaku cair, kuajak kamu makan enak di restoran manapun kamu mau."
***
Sementara itu, di kediaman Wijaya Kusuma, mbak Tina bergegas menemui Ghani sesaat setelah mendapat pesan dari Queensha. "Den Ghani, saya baru aja dapat pesan katanya ada yang mau melamar jadi babysitter Neng Aurora. Kebetulan dia adalah sahabat dari sepupunya teman saya. Gimana, Aden mau ketemu langsung dengan orangnya?"
Ghani yang saat itu sedang membaca rekam medis pasien yang akan dia operasi besok lusa segera menghentikan sejenak kegiatannya tanpa menaruh benda pipih itu dari genggaman tangan. "Minta dia menemuiku besok jam dua belas siang. Jangan sampai telat karena aku harus berangkat ke rumah sakit, ada rapat dengan Ayah dan dewan direksi."
Dengan patuh mbak Tina menjawab, "Baik, Den. Saya akan sampaikan pada yang bersangkutan.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔