Simpanan Tuan Anjelo
"Kak, aku mohon ... berhentilah menjadi wanita malam! Ayo kita tinggalkan kota ini dan memulai hidup baru di kota lain. Atau kalau perlu, kita pindah saja ke desa. Kak Zalina mau 'kan?" Zeona memegang kedua tangan Kakaknya dengan wajah memelas berlinang air mata.
Gelengan kepala diberikan Zalina sebagai jawaban atas permohonan adiknya. "Maafkan Kakak, Zeo. Kakak tiba bisa meninggalkan pekerjaan ini. Kakak sudah terikat kontrak dengan Miss Helena. Jika Kakak berhenti, maka Kakak harus membayar ganti rugi yang sangat fantastis. Dua milyar, Zeo dan itu mustahil!" Zalina berkata dengan wajah frustrasi. "Bahkan jika Kakak mengang kang setiap jam pun, belum tentu Kakak bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat. Mustahil Zeo! Mustahil!" ucap Zalina penuh penekanan.
"Dan lagipula, jika Kakak berhenti dari pekerjaan ini ... bagaimana dengan kamu. Sebentar lagi kamu lulus SMA dan akan masuk perguruan tinggi. Kamu harus kuliah. Kamu harus menjadi wanita sukses. Jangan seperti Kakak yang hanya bisa menjajakan tv bvh pada lelaki hidung belang. Jangan Zeo! Kamu ... harus hidup lebih baik dari Kakak!"
Pecahlah tangis kakak beradik itu. Keduanya saling berpelukan di dalam kamar kosan sempit yang hanya terdiri dari tiga ruangan.
"Kakak harus kembali. Kakak takut Miss Helena curiga dan menyusul Kakak ke sini. Bisa gawat kalau dia tahu Kakak punya adik secantik kamu. Kakak pulang dulu ya?" Zalina mengurai pelukan. Mengusap air mata di pipinya dengan tisu. Kemudian membubuhkan kembali bedak dan teman-temannya agar wajahnya tidak terlihat sembab.
"Kak, jangan pergi!" Zeona menarik blouse hitam ketat yang membungkus tubuh sintal Zalina.
"Jaga diri kamu baik-baik. Ini uang bulanan untuk memenuhi kebutuhan kamu!" Zalina menyimpan amplop cokelat yang sebelumnya ia ambil dari dalam shoulder bag-nya. Dia tak menggubris rengekan Zeona yang memintanya untuk tetap tinggal.
Mengenakan kembali coat hitamnya. Tak lupa masker dan kacamata. Zalina keluar dari kosan kumuh dan sempit itu sembari melihat kanan kiri. Setelah dirasa aman, tubuh sintalnya melesat pergi meninggalkan sang adik yang sesenggukan di ambang pintu.
"Kak, aku berjanji. Suatu saat nanti, aku pasti akan membebaskan Kakak dari tempat nista itu!"
Bersamaan dengan terlontarnya janji itu, tarian langit pun berjatuhan. Seolah-olah ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Zeona Ancala.
________
"Zeona! Tunggu!" Seorang pemuda yang memakai seragam sama dengan Zeona berlari mengejar langkah kaki dari gadis bertubuh semampai itu. Napasnya terdengar ngos-ngosan saat sudah berada di depan Zeona. "Ak-aku bilang tunggu, Zeona. Kenapa kamu malah terus berjalan?" gerutunya sambil mengatur napas.
Zeona meringis, "Maaf, Alden. Aku nggak denger suara kamu."
"Masa?" Alden mencebik tak percaya.
"Beneran, Al. Aku tadi fokus baca ini!" Zeona mengangkat buku kecil yang ada di tangan kanannya. "Bentar lagi ujian akhir, jadi aku harus lebih giat belajar. Biar bisa dapat beasiswa dan bisa kuliah." Zeona tercengir di akhir ucapannya. "Oh ya, kamu tadi manggil aku ada perlu apa?"
"Aku mau ngasih ini!" Alden memberikan kartu undangan pada Zeona.
"Oh, kamu ulang tahun?"
Alden mengangguk, "Ya. Kamu harus datang! Nggak usah bawa kado. Cukup datang aja!" titah Alden penuh penekanan.
Zeona mengangguk pelan. "Ok!"
Percakapan mereka terhenti karena bel sudah berbunyi. Keduanya berjalan berdampingan menuju ruang kelas mereka. Kelas dua belas IPA.
_______
"Ngghh ... teruskan Zalina! Ss-sebentar lagi ss-saya sampai." Zalina mempercepat gerakannya. Dia bergerak lincah di atas tv bvh lelaki berbadan kekar yang ada di bawahnya. Menaik turunkan tv bvh supaya si lelaki segera mencapai puncaknya. "Aarggh Cantik, ak-aku samp--aaargghh!" Tubuh itu mengejang bersamaan dengan lolongan nyaring keluar dari mulut keduanya.
Tv bvh Zalina ambruk menimpa dada kekar si lelaki. Napas keduanya memburu. Tersengal-sengal dengan peluh yang bercucuran.
"Ka-mu ss-selalu he-bat Zalina. I like it. Minggu depan, aku akan mem-book ing mu lagi."
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan Rodrigo. Dengan senang hati, saya akan menanti book ingan anda," ujar Zalina seraya menggulirkan tubuh.
"Ok, Sayang!" Rodrigo bangkit dan mengambil dompetnya yang ada di atas nakas. Mengambil dua puluh lembar uang berwarna merah lalu memberikannya kepada Zalina. "Ini bonus untukmu karena kamu selalu membuat saya puas!"
Mata Zalina berbinar, dia mengambil uang itu dengan senang hati. "Terima kasih, Tuan Rodrigo!" Dimasukannya uang tersebut ke dalam shoulder bag.
"Saya mau mandi dulu!" Rodrigo melenggang masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Zalina yang masih setia memasang senyum ceria.
Namun senyum itu perlahan menghilang dari bibir Zalina. Berganti dengan senyuman getir. Disertai setitik air bening yang jatuh dari pelupuk mata. Dia bergegas turun dari tempat tidur. Memunguti semua pakaiannya dan menumpuknya menjadi satu.
Tak lama, Rodrigo keluar dari kamar mandi. Kemudian giliran Zalina yang membersihkan diri.
Tiga puluh menit kemudian, Zalina keluar lebih dulu dari hotel, barulah disusul oleh Rodrigo.
Saat akan masuk ke dalam taksi online yang sudah dipesan, ponsel Zalina berdenting. Wanita seksi berambut panjang agak pirang itu merogoh ponselnya.
Miss Helena: Jika kamu sudah selesai dengan Tuan Rodrigo, segera pergi ke hotel Mosu. Di sana sudah ada pelang gan yang menunggumu.
Zalina menjatuhkan punggungnya ke kursi mobil. Dia masih merasa lelah, namun apalah daya ... beginilah konsekuensi jadi wanita pang gilan. Siang malam harus mengang kang. Memuaskan batang demi batang.
Taksi pun melaju menuju hotel Mosu. "Zeona ... semoga nasibmu lebih baik dari Kakak. Semoga kamu bisa meraih cita-cita dan menjadi manusia yang sukses dan kaya raya." Zalina membatin lirih dalam diamnya. "Tolong jaga Zeona, Tuhan. Jangan sampai dia terjerumus ke dalam kubangan dosa seperti yang aku lakukan saat ini. Aku ingin dia hidup normal seperti wanita pada umumnya. Menikah dan punya anak. Lalu hidup bahagia ..."
"Sudah sampai, Mbak!" beri tahu si sopir taksi yang membuat Zalina tersadar dari lamunannya.
"Ah ya, Mas. Terima kasih. Ongkosnya sudah saya bayar melalui aplikasi ya?"
"Iya, Mbak!"
Zalina turun dari taksi. Mengayun langkah menuju bangunan bertingkat tinggi yang akan menjadi tempatnya menja jajakan diri lagi.
"Huuuh!" Zalina membuang napas kasar sebelum memasuki lobi. "Mudah-mudahan setelah pelanggan ini, tak ada lagi yang mem bo ok ingku. Aku benar-benar lelah dan butuh istirahat!" batinnya penuh harap. Dia kembali melangkah lagi, masuk ke dalam lift untuk menuju ke kamar di mana pelang gannya menunggu.
Sebelum keluar dari lift, Zalina merapikan penampilannya. Dia membubuhkan lagi lipstik di bibir sensualnya. "Kamar nomor seratus sepuluh," desisnya setelah keluar dari lift. Dia mengedarkan pandangan, mencari letak kamar tersebut.
Senyum kecil terbit di sudut bibir. Ketika mata bulatnya menangkap kamar yang dituju.
Satu ketukan dilayangkan Zalina pada pintu bercat putih di hadapannya.
Gagang pintu tersebut turun ke bawah dan terkuaklah pintu di hadapannya berbarengan dengan munculnya pemuda berwajah innocent. Melempar senyum kepada Zalina.
"Silakan masuk, Cantik!"
Zalina membalas senyuman si pemuda, lalu dia pun melesakkan diri masuk ke dalam kamar tersebut. Baru dua langkah masuk, napas Zalina langsung dibuat tercekat hebat. Matanya membeliak dengan sempurna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments