(#HIJRAHSERIES)
Keputusan Bahar untuk menyekolahkan Ameeza di SMA Antares, miliknya mengubah sang putri menjadi sosok yang dingin.
Hidup Ameeza terasa penuh masalah ketika ia berada di SMA Antares. Ia harus menghadapi fans gila sepupu dan saudaranya, cinta bertepuk sebelah tangan dengan Erga, hingga terlibat dengan Arian, senior yang membencinya.
Bagaimanakah Ameeza keluar dari semua masalah itu? Akankah Erga membalas perasaannya dan bagaimana Ameeza bisa menghadapi Arian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Hasna Raihana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Evil or Good
Erga melemparkan tasnya ke sembarang arah. Emosinya benar-benar meledak. Sebab setiap hari surat berisi komentar jahat itu selalu berada di lokernya. Surat yang selalu membuatnya tertekan. Sampai sekarang pun Erga tak tahu siapa yang mengirim surat itu.
Setelah berjalan tak tentu arah dan memilih bolos sekolah, Erga akhirnya mendudukkan diri di rerumputan. Tubuhnya menyender ke batang pohon. Pohon yang melindunginya dari sinar matahari pagi yang pelan-pelan mulai menyorot.
Beberapa hari ke belakang Erga sama sekali tak ingin membuka lokernya. Ia terlalu penat dan belum siap jika lagi-lagi mendapati surat berisi komentar jahat itu berada di dalam lokernya.
Kehidupannya sekarang benar-benar tak tentu arah. Erga yang terlihat sangat pendiam dan tak banyak bicara, siapa sangka sering bergulat dengan pikirannya. Pemikiran-pemikiran negatif yang kerap kali menyerangnya membuat Erga down saat itu juga. Erga sudah terlalu penat menjalani kehidupannya, kehidupan yang bahkan Erga sendiri tak tahu akan berakhir seperti apa dan apa tujuan hidupnya saat ini? Erga pun tak tahu. Jika tidak ingat neneknya, mungkin Erga sudah mengakhiri hidupnya. Ia sudah terlalu banyak memikirkan hal-hal yang membuatnya lelah sendiri. Belum lagi ia masih mengingat dengan jelas pertemuannya dengan sang ayah. Jujur saja Erga membenci laki-laki itu. Laki-laki yang dengan tega berselingkuh dan meninggalkan ia dan ibunya. Bahkan untuk sekedar berkunjung saja saat kematian ibunya sang ayah tidak datang. Sulit bagi Erga untuk melupakan semuanya, dan semakin sulit juga untuk memaafkan perilaku ayahnya dulu.
Kepalanya mendongak menatap dedaunan yang bergerak mengikuti angin yang berembus cukup kencang. Tiba-tiba ia jadi teringat dengan Ameeza, si rich girl dan si cerewet. Erga ingat bagaimana permintaan Ameeza. Perempuan itu bahkan memaksanya untuk menjadi teman curhat. Well, jangankan untuk mendengarkan permasalahan orang lain, Erga sendiri pun sedang pusing dengan permasalahannya sendiri. Wajar saja jika ia menolaknya. Namun, yah Erga bahkan merasa lucu sendiri, mengingat bagaimana Ameeza menjauh dan seperti memusuhinya karena hal sepele itu. Tapi, Erga tak masalah jika perempuan itu memusuhinya. Lagi pula memangnya Ameeza penting? Memangnya jika Ameeza memusuhinya Erga akan kesusahan? Tidak juga.
"Lo harus lihat ini!" Suara itu membuat Erga yang membuka kedua kelopak matanya. Menatap pada satu objek manusia yang saat ini duduk dengan lutut ditekuk. Dia Arian—teman satu eskulnya.
Arian menyodorkan HP-nya. "Pelaku yang sering ngasih lo surat," kata Arian menjelaskan. Jika tidak dijelaskan, Erga akan mengacuhkannya.
Erga meraih HP di genggaman Arian. Dengan seksama ia memperhatikan sebuah video yang mempertontonkan seorang perempuan yang memerintahkan seorang perempuan lainnya untuk meletakkan surat itu di loker Erga. Namun, sayang wajah perempuan yang memerintah itu tidak terlihat karena tudung jaket. Erga mengarahkan pandangannya kepada Arian. Mengerti akan tatapan itu Arian mengambil HP-nya. "Ini pelakunya," tutur Arian sembari membalikkan HP-nya agar Erga bisa melihat video lanjutan yang tadi.
"Dia ... lo yakin kak?"
"Tentu aja, lo udah lihat jelasnya 'kan." Arian memasukkan HP-nya ke saku celana.
Kali ini giliran Erga yang bertanya. "Itu sebabnya lo gak suka sama dia?"
Arian mengangguk mantap. "Jelas, lagian dia itu cewek bermuka dua, Ga. Keputusan lo saat nolak dia itu udah tepat."
Mendengar perkataan Arian membuat Erga bungkam. Ia sendiri masih tak percaya dengan pelakunya. Erga pikir perempuan itu tidak akan mendendam padanya. Tapi, setelah tahu kebenarannya, Erga faham. Lagi pula sejak awal pertemuannya dengan Erga. Perempuan itu memang bermuka dua.
"Lo lagi nyari kerjaan 'kan?" tanya Arian disambut anggukan oleh Erga.
"Gue ada kerjaan buat lo. Ini ditempat om gue, kerjanya cuci mobil sama motor. Gimana?"
Erga mengangguk.
Selanjutnya Arian hanya bisa mendengus karena Erga kembali pada sifatnya yang irit bicara. "Lo kenapa, sih gak mau ngomong? Padahal tadi udah ngomong lumayan panjang."
Ocehan Arian tidak Erga tanggapi. Membuat Arian lagi-lagi mendengus kesal disusul dengan decakan. "Masih gak percaya sama gue? Lo takut buat dijauhin, yah karena gue punya banyak temen?"
"Yah."
Arian merangkul bahu Erga. "Tenang aja, gak bakalan kayak gitu, kok. Sementara ini gue bakal ngajarin lo buat jadi manusia yang mudah bergaul."
"Buktiin ...."
"Jangan asal ngomong," sambung Arian.
"Gue udah hafal kosa kata lo. Setiap kali gue bilang gini, pasti jawabannya selalu sama."
Lagi-lagi Erga tak menanggapi.
Tring!
Suara itu berasal dari HP Erga. Erga mengeceknya sebentar, namun setelah tahu siapa orang yang mengiriminya pesan. Erga memilih tak acuh.
...-oOo-...
Setelah 3 hari lalu Ameeza berada di rumah sakit. Hari ini perempuan berambut cepol itu masuk sekolah.
Baru saja Ameeza menyimpan tasnya di meja, Eza sudah lebih dulu berteriak, "Amy piket lo!"
Suara melengking dari Eza sukses membuat beberapa pasang mata yang berada di kelas melotot pada laki-laki itu. Bahkan Siska yang sedang menghapus papan tulis menyorot Eza tajam. Lantas melemparkan penghapus papan tulis ke arah laki-laki itu. Namun, sayang lemparan Siska tidak mengenai Eza.
"Dia baru sembuh," bisik Siska. Namun, Eza hanya mengangkat bahu acuh.
"Dia udah sembuh total 'kan? Yaudah."
Ameeza mengerti arah pembicaraan Eza dan Siska. Ia lebih dulu berkata, "Gue ambil buku di perpus, pelajaran biologi 'kan?"
Eza mengangguk mantap. "Yaps."
Sedangkan Siska menoyor kepala Eza gemas. Lantas berlari menghampiri Ameeza yang sudah berada di ambang pintu.
Ketika Bu Atikah sedang mencatat berapa jumlah buku paket yang dipinjam dan siapa guru yang mengajar. Ameeza baru teringat akan sesuatu. "Sis, gue mau minjem buku dulu."
"Buku apaan?"
"Ada, deh. Lo kalau mau duluan silakan aja."
Belum sempat Siska menyela, Ameeza sudah lebih dulu kabur. Beberapa detik setelahnya bel pertanda masuk berbunyi.
"Lagi nungguin apa? Bel udah bunyi tuh? Lagian itu di belakang pada ngantri," kata Bu Atikah seraya menunjuk antrian di belakangnya yang cukup panjang.
Siska buru-buru membawa setumpuk buku paket biologi ke atas meja yang tak jauh dari meja tempat peminjaman dan pengembalian buku.
Saat Siska tengah kebingungan bagaimana cara membawa buku paket biologi sendirian, Eza tiba-tiba muncul dari balik pintu. Alhasil kemunculan cowok itu membuat Siska senang. "Za, bantuin," pinta Siska.
Eza menyentak kecil tangan Siska yang berada di pergelangan tangannya. Tatapannya menyorot Siska dengan pandangan setengah kesal. "Lah, tadi lo bareng si Ameeza. Kemana itu orang?"
"Dia pinjem buku. Kayaknya bakalan lama."
"Gue mau balikin buku," kata Eza.
Wajah Siska berubah masam.
"Nanti gue bantuin, deh," ujar Eza akhirnya karena melihat Siska yang memasang tampang memelas.
...-oOo-...
Pintu ruang eskul sekaligus lapangan indoor bulu tangkis ditutup kasar oleh Arian ketika semua anak-anak eskul sudah pergi. Ameeza yang berada satu langkah di depan pintu tentu saja terlonjak kaget. Ia menyorot Arian tak suka. "Gue mau keluar, kenapa lo nutup pintu duluan?"
Arian menyenderkan tubuhnya di pintu. Menatap Ameeza dari atas hingga bawah berkali-kali hingga membuat Ameeza risih. Lantas menyeletuk, "Mau ngomong apa? Gak usah ngeliatin gue segitunya, risih gue."
Arian tersenyum miring. "Bukan gue, tapi dia," tunjuk Arian pada seseorang yang berdiri tepat di belakang Ameeza.
Ameeza berbalik. Dan mendapati Erga yang memasang tampang datar.
Erga menunjukkan video yang tentang pelaku yang menyuruh seseorang untuk menyimpan surat berisi komentar jahat di loker Erga.
"Lo pelakunya ternyata," kata Arian yang kini sudah berdiri di samping Erga.
Setelah video itu terputar habis, Erga mengantongi HP-nya. "Maksudnya apa?"
"Udah jelas dia bermuka dua, Ga!" kata Arian mengompori.
"Diem!" teriak Ameeza dan Erga bersamaan. Alhasil Arian memilih mundur. Dia segera pergi dari sana, biarlah masalah ini Erga dan Ameeza yang menyelesaikannya. Arian tidak perlu ikut campur lebih jauh lagi.
"Gue saat itu lagi benci sama lo, gue terlalu kecewa sama penolakan lo saat di Cafe," kata Ameeza.
"Lo jahat atau baik, sih?" heran Erga. Kali ini dia menunjukkan pesan yang dikirimkan Ameeza padanya pagi hari saat Erga membolos. Pesan yang menanyakan dimana Erga berada. Seolah-olah pesan itu menandakan bahwa Ameeza khawatir padanya.
Ameeza terdiam.
"Lebih baik lo gak udah ikut campur sama kehidupan gue. Lo gak tahu akibat terburuk dari surat yang selalu lo kirimin ke loker gue," tutur Erga sekasual mungkin. Berusaha menyembunyikan kekecewaan dan amarah yang terus mencuat.
"Tapi gue ...."
"Gue punya kehidupan sendiri dan lo juga punya kehidupan sendiri. Kenapa sih cuma karena alasan sepele lo sampe berbuat sejauh ini? Ngelakuin hal yang bikin mental orang down." Sesaat Erga menjeda kalimatnya. Memikirkan ulang kalimat yang pantas dilontarkan untuk perempuan berambut cepol di hadapannya. Kemudian Erga menatap Ameeza, meski hanya sebentar. Sebelum akhirnya menatap pada pintu yang berada tepat di belakang Ameeza. "Harusnya lo menjauh aja seperti yang lo lakuin beberapa hari ke belakang. Kenapa justru malah peduli kayak gini?"
Ameeza hendak menyela, namun Erga lebih dulu berbicara. "Masalah lo yaudah selesain sendiri, jangan bergantung sama orang lain. Lo pikir orang lain juga gak punya masalah? Punyalah. Belajar mandiri."
Selepas itu Erga pergi. Meninggalkan Ameeza yang masih terpaku ditempat. Perlahan Ameeza menundukkan kepala, mengingat dan terus memutar ulang perkataan Erga.
Yah memang benar. Seharusnya sejak awal Ameeza tak perlu memaksa Erga. Lagi pula kenapa ia bersikeras meminta Erga untuk menjadi teman curhatnya. Perkataan Erga tadi tepat menikam keras dadanya. Berkat itu ia jadi tersadar.
"Maaf," gumam Ameeza pelan.
"Gue salah," sambung Ameeza.
...-oOo-...