"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Pagi yang Pegal
Setelah bangun tidur, Lily merasa badannya pegal dan capek sekali akibat malam yang penuh gairah dengan Rian. Sambil mengusap wajahnya, dia merenung, “Aduh, sepertinya malam itu cukup melelahkan, tapi sangat menyenangkan.” Dia tidak bisa mengelak dari senyuman yang menghiasi wajahnya saat memikirkan momen-momen intim bersama Rian.
Setelah segar dan membersihkan diri, Lily keluar menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Aroma kopi yang hangat mengisi udara, memberikan kenyamanan di pagi yang cerah. Saat dia duduk di meja makan, ponselnya bergetar. Ternyata itu pesan dari Rian.
“Selamat pagi, cantik! Semoga kamu tidak terlalu capek setelah malam yang penuh petualangan. Ada rencana hari ini?”
Lily membalas dengan semangat. “Pagi, Rian! Aku baik-baik saja, hanya sedikit pegal. Mau ketemu nanti?”
Sementara itu, Dinda keluar dari kamarnya. Melihat wajah ceria Lily, dia langsung mendekat. “Eh, ada apa ini? Senyum-senyum sendiri, ya?” tanya Dinda sambil menaruh tangannya di pinggul.
“Rian baru saja mengirim pesan. Dia bilang mau ketemu lagi,” jawab Lily sambil tersenyum genit.
Dinda menggoda, “Wah, sepertinya kamu jatuh cinta, nih. Jangan sampai terbawa perasaan, ya!”
“Gimana sih? Ini kan baru awal, Din. Yang penting seru-seruan dulu,” balas Lily sambil tertawa.
Setelah sarapan, Rian mengirimkan pesan lagi. “Ngomong-ngomong, aku mau pergi ke tempat yang bernama SPONTAN. Mereka spesialis dalam memperbesar dan memperpanjang alat vital. Apa kamu mau ikut?”
Mendengar pesan itu, Lily terkejut. Namun, senyum nakal mulai mengembang di wajahnya. “Waduuh, kamu mau pergi ke sana? Nanti tambah gede dong punyamu!” ujarnya dengan nada menggoda, membuat Dinda tertawa di sampingnya.
Rian membalas dengan tawa, “Haha, aku hanya penasaran saja. Lagipula, aku ingin membuat pengalaman kita lebih... seru. Gimana, mau ikut atau tidak?”
“Hmm, mungkin lain kali. Aku penasaran, kenapa kamu mau ke sana?” tanya Lily.
“Ya, aku ingin tahu apakah itu benar-benar efektif. Kamu tahu, untuk masa depan kita,” jawab Rian dengan nada menggoda.
Mendengar jawaban Rian, Lily merasa bersemangat. “Baiklah, semoga itu membantu. Jangan lupa cerita aku, ya!”
Sementara Rian pergi, Lily duduk merenung di meja makan. Dia mengingat kembali momen-momen indah bersama Rian dan merasa harapannya untuk masa depan semakin kuat. “Semoga semuanya berjalan lancar,” pikirnya.
Lily kemudian membayangkan, “Kalau Rian punya alat vital yang lebih besar, pasti aku jadi tambah panas, nih!” Dia tidak bisa menahan tawanya sendiri saat membayangkan situasi yang mungkin terjadi. Bayangan itu membuatnya merinding sekaligus bersemangat.
Ketika Lily kembali ke rutinitasnya, dia tidak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Momen-momen seru bersama Rian membuatnya merasa hidup. Dia tahu, ini baru permulaan dari petualangan mereka.
Sore harinya, Rian kembali dengan wajah ceria. “Aku sudah pergi ke SPONTAN! Dan wow, itu sangat menarik. Mereka punya banyak informasi dan layanan yang bikin penasaran.”
“Serius? Ceritakan, apa yang kamu dapatkan?” tanya Lily dengan penuh minat.
Rian menjelaskan semua yang dia dengar dan lihat di SPONTAN. “Mereka punya metode yang katanya aman dan efektif. Aku cuma mau pastikan saja, agar bisa lebih memuaskan kamu ke depannya.”
Lily tertawa mendengar keinginan Rian. “Kamu benar-benar serius, ya? Oke, kita lihat saja nanti. Yang penting adalah kita saling menyenangkan satu sama lain.”
Setelah Rian menceritakan pengalamannya di SPONTAN, Lily merasa bersemangat. Mereka berdua menikmati momen kebersamaan sambil saling bercerita. Namun, dalam benaknya, Lily juga merasa perlu mengingatkan Rian tentang persiapannya sebelum mereka bertemu lagi.
Lily kemudian membuka ponselnya dan mengetik pesan untuk Rian. “Rian, jangan lupa kamu minum jamu kuat dulu ya sebelum kita ketemu hehe. Biar stamina kamu terjaga,” tulisnya dengan nada genit.
Tak lama kemudian, Rian membalas pesan Lily dengan cepat. “Haha, kamu tahu saja apa yang aku butuhkan! Aku akan cari jamu kuat yang paling ampuh. Siap-siap aja, ya!”
Lily tersenyum membaca balasan itu. “Oke, aku tunggu kabar baik darimu. Jangan sampai mengecewakan, ya!”
Dia pun membayangkan pertemuan mereka yang akan datang, bagaimana Rian akan bersiap-siap dengan jamu kuatnya. “Pasti seru nih,” pikirnya sambil membayangkan suasana yang penuh energi dan keceriaan.
Setelah berbalas pesan, Lily kembali ke aktivitas sehari-harinya. Dia merasa hari ini sangat menyenangkan, dengan harapan-harapan baru yang menggebu. Namun, di dalam hatinya, dia juga sedikit khawatir. Rian yang baru mengenal jamu kuat itu mungkin akan memberikan hasil yang berbeda dari yang dia harapkan.
Saat sore menjelang, Lily memutuskan untuk bersiap-siap untuk bertemu Rian. Dia memilih gaun yang sederhana namun seksi, merasa percaya diri untuk tampil menawan di depan Rian. Dengan mengaplikasikan sedikit riasan, dia berusaha tampak fresh dan menggoda.
Tak lama kemudian, Rian mengirimkan pesan lagi. “Siap untuk pertemuan kita? Aku sudah mempersiapkan segalanya. Jamuku sudah siap!”
“Siap! Aku juga sudah tak sabar untuk bertemu kamu,” balas Lily dengan penuh semangat.
Setelah mendapatkan konfirmasi, Lily segera berangkat menuju tempat yang telah mereka sepakati. Saat tiba, suasana hangat menyambutnya. Rian sudah menunggu di sana, dengan senyum lebar di wajahnya.
“Hey, cantik! Kamu terlihat luar biasa,” puji Rian saat melihat Lily.
“Terima kasih! Kamu juga terlihat segar. Jadi, jamu kuatnya berhasil, ya?” tanya Lily dengan nada menggoda.
“Bisa dibilang begitu. Sekarang, aku siap untuk membuat malam ini tak terlupakan,” jawab Rian sambil menggenggam tangan Lily, menariknya ke dalam suasana malam yang penuh keseruan.
Mereka berdua menjelajahi tempat-tempat baru, bercanda, dan tertawa. Lily merasa sangat nyaman dan senang bisa bersama Rian. “Ini adalah malam yang sempurna,” pikirnya.
Seiring malam berlanjut, percakapan mereka semakin hangat dan intim. Rian tampak bersemangat dan percaya diri, dan itu membuat Lily semakin tertarik. Mereka berbagi cerita, harapan, dan mimpi-mimpi mereka, menjalin kedekatan yang lebih dalam.
Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah kafe. Di sanalah, mereka melanjutkan percakapan yang semakin akrab.
“Jadi, bagaimana perasaanmu setelah mencoba jamu itu? Apakah ada perubahan yang terasa?” tanya Lily, ingin tahu lebih jauh.
“Hmm, bisa dibilang aku merasa lebih bertenaga dan percaya diri. Sepertinya jamu ini memang bekerja dengan baik,” jawab Rian sambil tertawa. “Sekarang, aku merasa bisa melakukan lebih banyak hal untuk kamu.”
Lily hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Rian. “Aku suka semangatmu. Semoga malam ini berjalan sesuai harapan kita.”
“Malam ini hanya untuk kita berdua. Aku ingin menunjukkan seberapa istimewanya kamu bagi aku,” Rian berkata dengan serius.
Ketika mata mereka saling bertemu, Lily merasa ada sesuatu yang berbeda di antara mereka. Sebuah ketertarikan yang semakin dalam, dan malam itu, semua terasa sempurna. Lily tak sabar untuk melihat bagaimana pertemuan mereka akan berlanjut.
Di dalam kafe, suasana romantis menyelimuti Rian dan Lily. Dengan cahaya lembut dari lampu-lampu di sekitar, keduanya duduk berhadapan, saling berbagi cerita sambil sesekali tertawa.
Ketika percakapan semakin hangat dan perasaan di antara mereka kian mendalam, Rian merasa tidak ingin menunggu lebih lama. Tanpa memberi tanda, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Lily dan mencium bibirnya dengan lembut namun penuh gairah. Ciuman itu membuat keduanya terhanyut dalam suasana yang intim, melupakan sejenak dunia di sekitar mereka.
Namun, tak lama setelah mereka berciuman, suara keras dari belakang mengejutkan mereka.
“Hey! Di sini tidak boleh berbuat mesra!” teriak kasir kafe dengan nada marah. Ia melangkah mendekat dengan ekspresi kesal, seolah-olah mereka telah melakukan pelanggaran berat.
Rian dan Lily langsung terpisah, terlihat kaget dan malu. “Maaf, kami tidak bermaksud mengganggu,” jawab Rian dengan wajah memerah.
“Tapi, ini kafe, bukan tempat untuk berciuman! Kalau mau pacaran, cari tempat lain!” Kasir itu tidak memberi ampun, melotot kepada mereka.
Lily menatap kasir dengan terkejut. “Kami hanya…,” ucapnya, namun kalimatnya terhenti karena kasir itu sudah mengacungkan tangan.
“Keluar! Jika tidak bisa menjaga perilaku, mendingan kalian pergi dari sini!” perintah kasir dengan tegas.
Rian dan Lily saling berpandangan, merasa canggung dan terhina. “Kami pergi, tenang saja,” ujar Rian sambil bangkit dari kursi.
Di luar kafe, keduanya berdiri di trotoar, masih merasa malu karena kejadian yang baru saja terjadi. “Wow, kita benar-benar menarik perhatian, ya,” kata Lily sambil menutup wajahnya dengan tangan, berusaha menahan tawa.
“Ini semua salahku. Seharusnya aku lebih hati-hati,” jawab Rian, merasa bersalah.
“Ah, santai saja! Toh, kita punya momen sendiri yang tak terlupakan,” balas Lily, mencoba meredakan suasana.
Keduanya tertawa, meskipun situasi tersebut tidak ideal. Rian merasa lebih lega melihat Lily bisa tersenyum. “Jadi, ke mana kita selanjutnya?” tanya Rian dengan semangat.
Lily berpikir sejenak sebelum mengusulkan, “Gimana kalau kita ke kosanku? Aku ingin melanjutkan momen intim kita, lebih nyaman di sana.”
Rian menatap Lily dengan kaget, namun senyumnya semakin lebar. “Kedengarannya sangat menarik,” jawabnya sambil mengangguk setuju.
Mereka berjalan ke kosan Lily, merasakan ketegangan yang menyenangkan di udara. Begitu tiba di depan pintu, Lily dengan cepat membuka pintu dan mempersilakan Rian masuk. Setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitar, dia menutup pintu dengan pelan.
Di dalam kosan, suasana menjadi lebih hangat. Lily menyalakan lampu lembut dan mengajak Rian duduk di sofa. “Jadi, kita bisa lebih santai di sini,” katanya sambil menatap Rian dengan genit.
Rian tersenyum dan mendekatkan wajahnya lagi. “Aku suka suasana ini. Rasanya sangat pribadi,” jawabnya sambil merangkul Lily.
Ketika mereka berbincang, keduanya saling memandang dengan penuh hasrat. Rian kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium Lily lagi, kali ini lebih dalam dan lebih intim. Lily merespons ciuman itu dengan antusias, merasakan aliran kehangatan di sekujur tubuhnya.
Rian menjelajahi bibir Lily, sementara Lily merespons dengan membalas ciumannya. Detak jantung mereka berdua semakin cepat seiring dengan meningkatnya ketegangan di antara mereka.
“Wow, kamu semakin membuatku terpesona,” bisik Rian di telinga Lily setelah mereka berpisah sejenak.
“Begitu juga denganmu. Rasanya kita bisa menjelajahi lebih banyak hal bersama,” jawab Lily, suaranya penuh keinginan.
Setelah itu, mereka kembali berciuman, semakin dalam dan semakin intim. Lily merasakan betapa Rian bisa membuatnya terhanyut dalam suasana yang luar biasa. Keinginan untuk lebih dekat semakin membara.
Momen-momen intim di kosan itu menjadi lebih berarti. Lily mengajak Rian untuk menjelajahi lebih jauh, dan keduanya semakin tenggelam dalam keinginan yang tak terbendung.