Srikandi, gadis cantik yang selalu digilai oleh setiap laki laki yang mengenalnya. karena selain cantik dan berasal dari keluarga kaya, Srikandi juga baik hati.
Srikandi memiliki seorang kekasih bernama Arjun, tetapi tanpa sepengetahuan Srikandi ternyata Arjun hanya menganggap dirinya sebagai piala yang dia menangkan dari hasil taruhan saja. Arjun tidak pernah mencintai Srikandi yang dia anggap sebagai gadis manja, yang hanya bisa mengandalkan harta orang tua.
Padahal tanpa sepengetahuan Arjun, Srikandi juga memiliki sebuah bisnis tersembunyi, yang hanya ayahnya saja yang tahu.
Saat Srikandi tahu kebusukan Arjun, Srikandi tidak marah. Srikandi bersikap santai tapi memikirkan sesuatu untuk membalas sakit hatinya. Apalagi hadirnya pria tampan yang mencintai dirinya dengan tulus. menambah lengkap rencana Srikandi.
Arjun harus merasakan juga mencintai tapi tidak di anggap. Arjun harus tahu rasanya patah hati .
ikuti kisah selengkapnya dalam
BUKAN LELAKI CADANGAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
“Jadi benar, yang dikatakan oleh Mama kamu, kalau saat ini kamu sedang menjalin hubungan dengan tuan muda Dharmawangsa?”
Tuan Anggoro Wibisono ingin mendengar langsung cerita yang sebenarnya dari putrinya, Srikandi. Dan suasana meja makan seperti saat ini adalah suasana yang tepat. Tidak ada bagi mereka istilah makan harus diam dan tidak boleh berbicara. Bagi keluarga Tuan Anggoro Wibisana sana, meja makan adalah tempat bagi mereka untuk saling berbagi cerita akan keseharian yang mereka temui atau pun lakukan di luar sana.
“Dia memang menyatakan niatnya, Pa. Tetapi entahlah, sepertinya aku masih ragu. Aku pernah menjalin hubungan dengan seorang pria, dan ternyata pria itu mengkhianatiku.”
“Meskipun aku masih belum bisa jatuh cinta pada pria itu. Dan aku menerimanya hanya karena merasa tidak enak karena dia terus mengejarku. Tapi tetap saja, rasanya sakit. Aku takut, dia pun akan melakukan hal yang sama.”
Rahasia sudah terkuak. Tak ada lagi yang bisa dia sembunyikan dari keluarganya. Akhirnya Srikandi memilih mengungkapkan semuanya. Dari awal pertemuannya dengan Arjun, kemudian juga pertemuannya dengan Yudistira yang tanpa sengaja, sampai dia mengetahui niat buruk Arjun, tak ada yang luput untuk dia ceritakan.
“Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?” Tuan Wibisana bertanya sambil menelisik wajah putrinya.
Srikandi menggelengkan kepalanya. Sejujurnya dia juga masih belum tahu harus apa.
“Kata Mama kamu ingin membalas dulu perbuatan pria bernama Arjun itu. Apa itu benar?” Tuan Wibisana masih belum mengalihkan perhatiannya dari sang Putri.
“Kandi kesal, Pa. Walaupun Kandi tidak mencintainya, tapi selama ini Kandi selalu mencoba bersikap baik kepadanya. Bahkan Kandi juga selalu berusaha menuruti apa kemauannya.”
“Kandi tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk membeli apa yang dia butuhkan. Tapi setelah semua yang Kandi berikan padanya, ternyata sekarang Kandi tahu bahwa dia hanya menganggap Kandi sebagai bahan mainan.”
Dihadapan papa dan mamanya Srikandi menumpahkan segala unek-uneknya. Dianggap sebagai gadis manja yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa mengerjakan apa-apa, adalah sesuatu yang sangat melukai harga dirinya.
Tuan Wibisana mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya kembali sebelum berucap, “Nak, tidak baik menyimpan dendam. Dendam itu ibarat api yang akan bisa membakar habis tubuhmu.”
“Papa apa-apaan sih? Masa kita harus diam saja kalau kita tahu bahwa kita dikhianati. Ini tentang harga diri kita loh, Pa. Dia telah mempermainkan Putri kita. Seharusnya jika Srikandi tidak bertindak, kita yang bergerak. Kok ini malah Papa melarang Srikandi untuk membalas perbuatan si pecundang itu??”
Nyonya Sinta menyahut, tidak terima atas nasehat yang disampaikan oleh suaminya kepada sang putri. Dia merasa marah putrinya yang sangat dia sayangi dipermainkan.
“Kalau kita membalas perbuatannya lalu apa bedanya kita dengan mereka, Ma? Dendam itu akan menjadi masalah yang tidak berkesudahan.”
“Sekarang Srikandi membalas dendam kepada laki-laki itu. Lalu laki-laki itu akan merasa kesal marah Dan benci. Kemudian dia juga akan berusaha untuk membalas apa yang telah dilakukan oleh Srikandi. Kemudian Srikandi akan membalasnya kembali, dan akan seperti itu seterusnya tanpa ada akhir.”
“Hidup kita tidak akan pernah tenang karena dikejar oleh dendam dan kebencian. Coba kalian pikir baik-baik. Apa yang baru saja Papa sampaikan ini. Benar atau betul?”
Tuan Wibisana diam sejenak, memperhatikan secara bergantian raut dari Putri dan istrinya. Sang Putri tampak mengerti dan bisa menerima dengan apa yang dia sampaikan. Akan tetapi sang istri tampak masih tidak terima. Terlihat dari rautnya yang jutek.
Membuang nafas perlahan Tuan Wibisana merasa gemas, dengan wajah istrinya yang tampak seperti seorang anak kecil yang kalah dalam perebutan mainan.
“Bukankah katanya kamu sudah berhasil mengambil kembali apa yang pernah kamu berikan padanya? Lepaskan dia. Putuskan hubungan kalian jika kamu memang tidak suka. Jangan menggenggam bara api, karena itu akan membakar tanganmu sendiri.”
***
“Apa jadwalku setelah ini, Citra?” Srikandi bertanya saat sekretarisnya mengambil dokumen yang akan disimpan di Bank.
“Untuk hari ini sudah tidak ada lagi, Nona. Tapi beberapa hari yang lalu Anda mengatakan ingin mengunjungi yayasan. Mungkin ini saat yang tepat,” jawab Citra.
“Ya sudah, kalau begitu. Segera selesaikan pekerjaan. Kalau sudah kita antar dokumen ke bank dulu, setelah itu kau ikut aku ke yayasan.”
“Baik, Nona.” Citra menundukkan sedikit kepalanya sebelum undur diri.
Membuang nafas berat, Srikandi menopang dagunya dengan sebelah kepalan tangan. Sudah lima hari ini Yudistira tidak datang mengganggunya.
Entah apa yang sudah dilakukan pria itu di luar sana. Ah, tapi yang namanya seorang CEO yang memiliki 10 perusahaan besar, tentu saja kesibukannya memang tidak main-main.
Srikandi membuang nafas yang terasa berat. Hanya buket bunga dan kotak makan siang saja yang tidak pernah absen dikirimkan oleh pria itu. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa sepi.
Jika pekerjaan sedang padat-padatnya, Srikandi tidak terlalu merasakan ketidak hadiran pria itu. Tetapi di saat seperti ini, di saat dirinya senggang dan tidak ada yang harus dia lakukan, entah kenapa dia ingin pria itu datang merecoki aktivitasnya. Meskipun hanya dengan kata-kata narsis yang acap kali membuatnya merasa mual. Tetapi saat sepi seperti ini, dia ingin mendengarnya.
Apakah ini yang namanya rindu?
“Hahh… untuk apa aku memikirkannya. Daripada memikirkan pria yang seperti jelangkung itu, bukankah lebih baik melakukan sesuatu yang berguna.” Srikandi meraih ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Ingin menelepon tapi tidak tahu mau menelepon siapa. Akhirnya satu kontak dia tekan.
Arjun. Nama kontak itu. Jemari Srikandi dengan lincah menari di atas keyboard.
Ketik ketik ketik ketik…
“Arjun, ayo kita putus!” Send
Sudah beberapa hari ini dia memikirkan apa yang diucapkan oleh papanya. Dan berpikir bahwa itu semua benar.
*
Di perusahaan cabang milik Dharmawangsa Group.
“Arjun, ponselmu berbunyi.” Winda berseru sambil mencoba melepaskan diri dari belitan tangan Arjun.
“Biar saja. Paling itu bukan sesuatu yang penting, kegiatan kita sekarang lebih penting.” Arjun memilih melanjutkan apa yang baru saja dia mulai, dan tak menghiraukan apa yang diucapkan sekretarisnya. Mumpung jam istirahat. Dia harus mendapatkan sesuatu dulu. Sesuatu yang lebih penting dari sekedar makan siang.
“Ahhh..” Winda, wanita berpakaian seksi itu tanpa sengaja mengeluarkan suara luknutnya, saat rasa basah dari lidah Arjun menyapu dari leher dan mulai menjelajah semakin turun.
“Arjun, ahhh… kunci dulu pintunya.” Suara Winda terputus-putus karena menahan gejolak.
“Shit..” umpat Arjun. Tapi tak pelak dia melepaskan wanita itu dan membiarkan terduduk di atas meja kerjanya. Sedang dia sendiri bergerak menuju pintu melakukan apa yang baru saja dikatakan sekretaris plus-plusnya.
*
“Saya sudah siap, Nona.” Citra kembali ke ruangan Srikandi dengan tangan mendekap map besar berwarna coklat, yang akan mereka bawa ke bank untuk disimpan di SAVE DEPOSIT BOX. SDB. Di pundaknya sudah menggantung tas cangklong kecil.
Srikandi melirik sebentar ponsel di tangannya. Pesan yang dia kirim pada Arjun beberapa saat yang lalu. Centang dua, tetapi warnanya masih hitam. Itu artinya pria itu belum membukanya.
Masa bodoh, Srikandi tidak peduli. Yang penting baginya dia sudah menyampaikan apa yang ingin dia ucapkan. Tentang pria itu yang menerima atau tidak, dia tetap tidak akan peduli.
*
Di sebuah pedesaan yang berada di daerah pedalaman…
Cuaca yang sangat ekstrem membuat desa terpencil itu terjangkit wabah penyakit. Suhu sangat panas di siang hari, dan berubah menjadi sangat dingin di malam hari.
Di sebuah klinik pribadi milik seorang dokter muda. Hari itu pasien benar-benar penuh berjubel.
“Permisi dokter Yudi, di luar tapal batas desa ada sebuah mobil box, yang katanya mengirim pesanan dari Anda.” seorang pemuda tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam ruangan. Nafasnya terengah-engah mungkin karena lelah berlari, bahkan dia sampai terlupa untuk mengetuk pintu gimana sang dokter sedang melakukan pemeriksaan terhadap pasien.
“Tunggu sebentar ya, Pak,” ucap dokter muda itu sambil tersenyum ramah. Ditinggalkannya sejenak pasien tersebut dan menghampiri pemuda yang baru saja datang.
“Kenapa tidak langsung saja disuruh ke sini saja, Yanto. Kenapa harus menunggu di tapal batas?” Tanya Dokter muda itu
“Mereka membawa mobil box. Dan jalan menuju tempat kita tidak bisa dilalui oleh mobil sebesar itu.”
“Astagfirullah, aku lupa,” dokter itu menepuk keningnya. Terlupa akan fakta bahwa saat ini dia sedang tinggal di desa yang sangat terpencil.
bnrn yudistira yg jd dktr.....
Duuhh....kl srikandi jdian sm dia,bruntung bgt....udh baik,kya rya,pduli sesama jg....d jmin bkln bhgia kl hdp sm dia....
Btw,tu nnek shir msh ngeyel aja....
tar mlah blik k dri sndri....
tapi sekarang mending, satu doang yg tembus. telkomsel. selain itu jangan harap ada jaringan.