Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 35
Rahman langsung memberitahu Ningsih tentang kabar gembira bahwa keluarganya merestui dan mendukung niatnya untuk menghalalkan hubungan mereka. Rasa haru juga bahagia terpancar jelas di raut kedua pasangan itu. Meskipun mereka tidak saling bertemu, karena Rahman memberi kabar melalui panggilan telepon.
"Rencananya, aku akan datang bersama keluarga hari Sabtu depan, bagaimana. Kamu siapkan, sayang?" Sambung Rahman yang mulai berani berkata mesra pada wanita yang sangat dia cintai itu. Ningsih yang mendengar panggilan sayang, seketika itu juga langsung merona dan hatinya menghangat.
"Insyaallah, mas. Bismillah, ya. Aku akan kasih tau ibu juga adikku." Sahut Ningsih dengan suara lirih, menyembunyikan kegugupannya.
"Soal biaya kamu tidak perlu khawatir, biar semua aku yang tanggung. Kamu hanya perlu menyiapkan apa yang ingin kamu hidangkan. Aku percayakan semuanya sama kamu, calon istriku." Sambung Rahman dengan suara terdengar lancar, Ningsih pun tersipu meskipun Rahman tak bisa melihat wajahnya yang memerah karena malu.
"Terimakasih, mas. Acaranya sederhana saja, ya? Cuma keluarga inti sama tetangga dekat saja. Kamu gak papakan, mas?" Balas Ningsih yang mengutarakan keinginannya.
"Aku ikut saja bagaimana baiknya, yang penting itu kamu mau jadi istriku, dah itu saja. Selebihnya untuk rangkaian acara senyamannya kamu." Sahut Rahman yang tak ingin memaksakan kehendaknya, karena juga sadar kalau status mereka memang sudah tak muda lagi.
"Iya, mas. Terimakasih banyak, sudah mau mengerti." Sahut Ningsih yang semakin yakin menjadikan Rahman sebagai imamnya.
"Apapun itu, asal kamu bahagia dan nyaman. Aku transfer sekarang ya uangnya, terserah kamu mau beli apa aja untuk suguhan nantinya." Sambung Rahman yang langsung mengotak Atik ponselnya tanpa menunggu jawaban dari Ningsih. Uang sepuluh juta sudah masuk ke rekening Ningsih. Rahman memang tergolong orang berada, dia tidak hanya bekerja sebagai PNS saja, tapi punya bisnis sampingan yaitu toko bangunan dan juga sewa sound sistem untuk orang hajatan. Soal uang, Rahman memang tak jadi soal.
"Mas, ini kok banyak banget. Kebanyakan loh ini, kan cuma hidangan untuk suguhan beberapa orang saja." Protes Ningsih yang kaget dengan nominal yang Rahman kirim ke rekeningnya.
"Gak papa, kalau masih sisa kamu simpan buat tabungan kamu. Lagian kamu juga akan jadi istriku, apa yang aku punya akan jadi milikmu juga." Balas Rahman santai, dia memang sengaja memberikan lebih, agar wanita yang dicintainya merasa dihargai dan tidak kekurangan sedikitpun.
"Semoga Allah selalu melancarkan rejekimu, mas. Sehat sehat terus ya, terimakasih banyak sudah selalu baik sama aku juga keluargaku." Balas Ningsih hari, tak terasa matanya menghangat. Baru kali ini dia merasa begitu di hargai dan di cintai oleh seseorang dengan begitu tulusnya.
"Iya sayang, sama sama. Untuk seserahan lamaran kamu minta apa saja, biar aku belanja sama adikku nantinya. Atau kamu ikut, biar kamu bisa pilih sendiri sesuai dengan keinginan kamu?" Kembali Rahman membuat Ningsih begitu terharu.
"Gak usah berlebihan, mas. Cukup kamu mau terima aku dan Salwa dengan tulus itu sudah lebih dari cukup untukku." Sahut Ningsih yang merasa sungkan, karena Rahman sudah sangat memberi banyak untuknya selama ini.
"Kamu itu begitu berharga buatku, jadi aku ingin memberikan yang terbaik dan istimewa untuk calon istriku. Jadi jangan pernah menolak apa yang ingin aku berikan untukmu, karena memang itu sudah menjadi hak kamu sebagai calon istriku, paham kan sayang?" Sahut Rahman lembut, Rahman benar benar ingin meratukan Ningsih.
"Kalau kamu malu, biar nanti adik perempuanku yang temenin kamu belanja, pokoknya harus lengkap sesuai dengan kebutuhan perempuan, oke?" Sambung Rahman yang tak mau mendengar penolakan lagi dan Ningsih hanya bisa pasrah menerima keputusan Rahman yang menurutnya berlebihan.
"Yasudah, sekarang kita istirahat. Besok kamu siap siap, habis dhuhur aku jemput ke rumah. Aku akan datang sama adik perempuanku, biar kamu gak canggung saat mau memilih untuk seserahan lamarannya. Asalamualaikum." Sambung Rahman yang langsung mematikan sambungan telepon setelah mengucapkan salam, karena tidak ingin mendengar protes dari calon istrinya yang dia tau pasti akan menolak. Ningsih hanya bisa menggelengkan kepalanya, namun di sudut hatinya membisikan kalimat syukur yang tak henti.
"Aku akan bicara sama ibu, semoga beliau belum tidur." Lirih Ningsih yang beranjak dari kamar dan menemui sang ibu di dalam kamarnya.
"Asalamualaikum, Bu. Ibu belum tidur?" Sapa Ningsih saat melihat ibunya masih membuka matanya dan melihat acara televisi yang sengaja Ningsih pasang di dalam kamar ibunya. Agar ibunya tidak suntuk dan kesepian saat berada di dalam kamarnya.
"Masih belum ngantuk, nduk. Kamu kok juga belum tidur. Ada apa, sepertinya lagi seneng, tuh senyumnya sumringah." Sahut Bu Yati yang melihat binar bahagia di wajah anak sulungnya.
"Bu, barusan mas Rahman telpon. Dia kasih kabar kalau hari sabtu besok mau datang melamar bersama keluarganya." Sahut Ningsih yang tersipu malu saat di tatap oleh ibunya.
"Alhamdulillah, semoga ini awal kebahagiaan kamu ya, nduk. Semoga Rahman benar benar bisa menjaga dan mencintaimu apa adanya. Ibu yakin dia laki laki yang baik dan bertanggung jawab. Insyaallah hidupmu dan Salwa akan bahagia bersamanya. Ibu ikut senang, maafkan ibu kalau tidak bisa bantu apa apa, tapi doa ibu akan terus mengalir untuk anak anak ibu." Sahut Bu Yati dengan mata berkaca kaca. Haru sekaligus bahagia.
"Restu dan dia ibu adalah yang utama untuk Ningsih. Terimakasih ya Bu, berkat doa ibu Ningsih mendapat jodoh yang baik seperti mas Rahman." Sahut Ningsih sambil menggenggam jemari tangan ibunya.
"Bahagia ya, nduk. Tetaplah jadi perempuan yang taat sama ajaran agama dan patuh sama suamimu." Balas Bu Yati yang sudah meneteskan air matanya, bukan sedih tapi bahagia.
"Salwa sudah tau?" Sambung Bu Yati yang menatap lekat wajah Ningsih.
"Belum, Bu. Salwa sudah tidur. Biar besok pagi saja Ningsih kasih taunya. Semoga dia juga bahagia, karena aku melihat kalau Salwa bisa dekat dan ceria saat sama mas Rahman." Sahut Ningsih yang merasa sudah yakin kalau putrinya juga tidak akan keberatan kalau Rahman menjadi bapak sambungnya.
"Yasudah, kamu istirahat. Besok kamu masuk kerja kan?" Sambung Bu Yati sambil mengelus punggung tangan anaknya dengan lembut.
"Besok Ningsih ijin libur Bu, karena mas Rahman mau ajak Ningsih belanja seserahan sama adik perempuannya." Sahut Ningsih jujur apa adanya, Bu Yati tersenyum dan mengangguk. Doa doa kebaikan meluncur deras di dalam lubuk hatinya untuk anak perempuannya.
"Yasudah, istirahat. Ibu juga sudah mulai ngantuk. Besok antar ibu kerumah bulikmu, kita akan minta tolong dan memberi tahu Jabar bahagia ini." Sahut Bu Yati dan mematikan televisi lalu merebahkan tubuhnya. Bu Yati memang struk, tapi tubuhnya masih bisa di gerakkan sebagian.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Saat Ningsih kembali ke dalam kamarnya, ada panggilan tak terjawab lebih dari sepuluh panggilan. Dan ternyata itu dari Kanti, dahi Ningsih berkerut menatap layar ponselnya. Bertanya tanya kenapa Kanti menelpon berkali kali di malam hari.
"Ada apa ya, kenapa Kanti bisa telpon berkali kali?" Batin Ningsih yang tidak berniat untuk menelpon balik atau sekedar bertanya pada Kanti. Hatinya sudah membeku oleh kelakuan Kanti di belakangnya. Ningsih tidak ingin ambil resiko lebih dalam lagi, untuk itu Ningsih berniat untuk tidak menggubris perempuan itu lagi.
Saat Ningsih sudah ingin merebahkan tubuhnya, ponselnya kembali berdering. Nama Kanti terpampang di layar datar miliknya. Tak ingin berurusan dengan Kanti lagi, akhirnya Ningsih memutuskan untuk mengheningkan ponselnya. Dan menutup matanya untuk mengistirahatkan diri.
Sedangkan di sebuah hotel, Kanti terus mengumpat kesal karena Ningsih tak kunjung menerima panggilan telepon darinya.
"Sial, kemana sih Ningsih. Di telpon dari tadi gak diangkat angkat." Gerutu Kanti kesal, Hendra yang tidur pulas disampingnya tidak perduli dengan kekesalan Kanti.
"Awas saja, giliran di butuhkan tidak perduli. Giliran di kasih gratisan grecep. Dasar wong kere, kalau aku gak butuh gak akan aku telpon kamu. Uuuughh sialan memang si Ningsih itu!" Geram Kanti terus mengumpat kesal pada Ningsih yang memang tidak ingin perduli lagi dengan Kanti. Niat Kanti menelpon Ningsih karena Kanti ingin memberi tahu kalau umpama ibunya tanya keberadaannya, Kanti ingin Ningsih sekongkol dengannya kalau Kanti menginap dirumahnya. Tapi justru Ningsih sama sekali tidak menggubris panggilan telepon darinya. Kanti jadi ketar ketir, kalau kalau ibunya ketemu Ningsih dan Ningsih bicara tidak sesuai dengan omongannya pada ibunya.
"Aku kirimkan pesan saja pada Ningsih. Biar dia tidak ngomong macam macam kalau ketemu ibuku." Batin Kanti yang langsung mengirimi pesan Ningsih sesuai dengan keinginannya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏
mksh ka/Kiss/sumpah ceritanya bagus buat candu
entah apa hukumnya wandi mentalak irma tanpa saksi juga ..syahkan cerainya. ktnya hrs dpn saksi jatuhin talak