Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ceroboh
Esok Hari
Perusahaan Maxindo
Sejenak wanita muda itu melupakan masalah yang sedang menimpa keluarganya, dan kembali beraktivitas seperti biasa yaitu bekerja. Sejak jam 8 pagi sampai jam 10 pagi, kedua netra Tania sudah melotot di depan komputer, di tambah lagi ada rasa kantuk yang melanda kedua netranya, sepertinya wanita itu butuh sesuatu untuk menghilangkan rasa kantuknya.
“Kia....,” panggil Tania, sambil melongo ke kubikal Kia.
“Apa...,” sahut Kia tanpa menoleh.
“Gue mau beli kopi di coffe shop bawah, loe mau nitip gak?” tanya Tania.
“Gak dulu, asam lambung gue lagi naik,” tolak Kia.
“Ya udah gue ke lobby dulu ya,” pamit Tania. Kia hanya menganggukkan kepalanya.
Tania bergegas ke coffe shop yang ada di lantai bawah dengan langkah cepat, takut nanti di cariin sama manajer marketingnya kalau kelamaan meninggalkan meja kerjanya.
Untung saja setibanya di coffe shop tidak banyak antrian, begitu datang langsung pesan kopi yang di inginkan.
Setelah membeli, sambil jalan menuju lift, Tania meneguk ice cappucino tanpa lagi memperhatikan jalan di depannya.
BUGH!
“Eeh...” Seketika terhenyak Tania melihat jelas minumannya menyenggol tubuh seseorang, hingga cup minuman nya jatuh ke lantai terlepas dari genggaman tangannya.
“Yaa....baru minum sedikit,” keluh Tania tak rela, lalu melihat orang yang telah di tabraknya. Seketika itu tubuh Tania gemetar, melihat siapa yang ditabraknya.
“P-Pak Al-Albert...,” ucap Tania terbata-bata, kemudian kedua netranya turun ke bagian jas CEO tersebut, terlihat ice cappucino miliknya membasahi jas Albert.
Pria itu ikutan melirik bagian jasnya kemudian mendengus kesal.
“M-maaf Pak Albert...saya tidak sengaja.” Tangan Tania refleks menyentuh noda ice cappucino yang ada di jas Albert, lalu mengusapnya berharap nodanya bisa pudar, tapi di rasa tak mungkin...hampir satu cup ice cappucino mengguyur jas milik pria itu.
“Singkirkan tanganmu dari jas saya!” tukas Albert, bernada dingin.
Tania langsung menarik tangannya, dan sedikit takut ketika melihat kedua netra Albert yang terlihat sangat tajam. Jujur jantung wanita itu berdebar-debar ketika berdekatan dengan pria yang di kaguminya, baru kali ini Tania berada begitu dekat dengan Albert.
Pria itu membuka jasnya. “Biarkan saya yang mencuci jasnya, Pak Albert,” pinta Tania berusaha menembus kesalahan atas kecerobohannya.
Albert langsung memberikan jasnya ke Gerry asisten pribadinya. “Buang jas itu!” perintah Albert.
“Di b-buang,” Tania mengulang ucapan Albert, tenggorokan wanita itu tercekat.
Kalau jas semahal itu di buang, berarti gue...
“Maaf Tuan, saya tidak mampu jika harus menggantikan jas Bapak,” jantung Tania sudah tambah deg deg degan kalau di suruh ganti jas Albert yang sudah tentu harganya sangat mahal.
Albert memindai Tania dari ujung kaki ke ujung rambut, dan sedikit menaikkan sudut bibirnya, terlihat tatapannya agak merendahkan diri wanita itu.
“Dilihat dari penampilan kamu, memang terlihat tidak akan sanggup mengganti jas saya. Dan harga jas saya sudah pasti melebihi gaji kamu satu bulan, jadi untuk kali ini saya kasih toleransi. Tapi untuk kejadian kedua kalinya saya tidak akan menoleransi lagi,” tukas Albert, sedikit sombong.
Tania menelan salivanya dengan kasar, setelah mendengar kata Albert yang begitu merendahkannya. “Terima kasih Pak Albert atas kebaikannya, akan saya ingat selalu,” balas Tania, sembari membungkukkan punggungnya sebagai tanda hormat.
Albert tidak menggubrisnya lagi, justru berlalu ketika Tania membungkukkan punggungnya.
“Huft....untung tidak di suruh ganti,” gumam Tania bernapas lega.
Pertemuan singkat Tania dengan Albert yang di luar dugaannya, membuat wanita itu tersenyum senyum sendiri menuju ruangannya. Walau ice cappucinonya terjatuh, tak jadi menikmatinya. Paling tidak tadi dia berdekatan dan berbicara langsung dengan sang CEO.
Ah mimpi apa gue semalam...
Tania cubit pipinya sendiri, berulang kali.
...----------------...
Malam Hari...
Rumah Tania
Seperti biasa dalam keadaan capek pulang bekerja, Tania harus menyiapkan makan malam untuk sekeluarga atas perintah Bu Rita dan Ayah Hans, sedangkan Clara yang baru saja pulang dengan seenaknya beristirahat di kamarnya.
Dengan kepalan tangannya Tania mengedor pintu kamar Clara, sambil memanggil nama Clara berulang kali.
Ceklek...
“Eh loe bisa gak kalau ngetuk pintu tuh gak usah pakai ngedor-ngedor pintu segala!” tegur Clara dengan gaya santainya.
“Kalau dari tadi loe denger gue teriak panggil nama loe, harusnya nyahut dong. Makanya telinga loe jangan pakai headseat aja!” seru Tania sambil meraih headset dari telinga Clara.
“Eh loe udah lancang banget ya pakai ngerebut handset gue!” maki Clara tak terima, salah satu tangannya mulai terangkat.
“Berani loe nampar atau pukul gue, gue patahin tangan loe. Bantuin gue masak di dapur, loe bukan Nyonya di sini!!” ancam Tania tidak main-main dengan tatapan tajamnya. Adik tiri Tania langsung menurunkan tangannya yang masih melayang di udara.
Rita kebetulan baru keluar dari kamarnya dan mendengar kegaduhan Tania dengan Clara, seketika Rita jadi naik pitam.
“Tania, berani sekali kamu menyuruh anak saya membantu kamu. Anak saya ini calon model terkenal, tidak boleh bekerja di dapur, cepat sana selesaikan masakkannya, kami semua sudah kelaparan!” perintah Rita sambil berkacak pinggang. Sedangkan Clara menyeringai sinis dari balik pintunya, merasa puas kakak tirinya kalah power sama ibunya.
Mau tidak mau wanita itu kembali ke dapur dan menyelesaikan masakannya. Kadang di pikiran wanita itu, sampai kapan dia bertahan di rumah ini. Haruskah lebih bersabar lagi, sampai dia memiliki tabungan yang cukup agar bisa hidup mandiri. Entahlah kapan waktunya tiba.
...----------------...
Esok hari
Rumah Tania
Rutinitas Tania dari jam lima pagi sudah mulai bekerja di dapur seperti biasa, kewajibannya untuk masak sebelum berangkat kerja, meninggalkan masak kan untuk orang yang di rumah serta bekal makan siang untuk dirinya sendiri, menghemat gaji nya jika bawa dari rumahnya ketimbang makan di luar kantor tempatnya bekerja.
Akan tetapi seperti biasa, dia melakukan seorang diri tanpa bantuan ibu tirinya atau adik tirinya, Tania sudah diperlakukan bak pembantu di rumahnya sendiri.
Jam 07.00 wib
Bu Rita, Ayah Hans dan Clara sudah berkumpul di ruang makan untuk menikmati sarapan paginya. Sedangkan Tania terlihat sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja.
“Ayah, Tania berangkat kerja dulu,” pamit Tania sambil mencium punggung tangan Ayah Hans. Sedangkan ke Bu Rita, dia tidak di pamiti.
Ayah Hans menatap lekat-lekat punggung anak dari mantan istrinya, yang sudah berlalu dari ruang makan.
Mas Hans, sepertinya kita tidak bisa mendapatkan uang sebanyak 200 juta dalam dua hari ini. Bagaimana ini Mas?
Mas Hans, aku ada info katanya ada orang yang butuh seorang wanita muda. Dia akan membayar sebesar lima ratus juta jika ada yang menjual wanita muda dan masih perawan. Bagaimana kalau kita jual Tania aja buat bayar hutang kita, dan kita untung 300 juta. Dari pada rentenir yang menjual anak Mas Hans dari istri yang gak benar itu, kita tidak akan dapat untung.
Percakapan semalam Hans dengan Rita masih terngiang-ngiang di otak Hans.
Jangan diam saja dong Mas, Tania anak yang gak ada untungnya. Bukankah Mas sangat benci dengan ibunya Tania, sekarang waktunya Mas membalaskan dendamnya, biarkan Tania merasakan rasa sakit Mas ketika Shinta berpaling dengan Mas. Lagi pula mas masih punya Clara, anak mas juga, anak dariku.
Pria paruh baya itu jadi termenung di meja makan, dia harus segera mengambil keputusan karena waktu akan terus berjalan. Untuk menggadaikan rumahnya sudah tidak bisa.
“Mas kok bengong aja, ayo di makan, setelahnya minum obat, biar nyeri di badan cepat sembuh,” imbuh Rita.
“Iya Rita...”
“Ayah, Ibu...aku butuh duit lagi dong 50 juta, biar aku bisa ikutan casting sinetron. Paling tidak aku harus siap in uang buat orang dalamnya, biar lolos casting,” dengan santainya Clara meminta uang sebanyak itu.
“Clara, enteng sekali kamu minta uang 50 juta, kamu baru saja minta uang 200 juta empat bulan yang lalu, dan itu belum ayah bayar, mana uang hasil kerjaan kamu yang katanya di kontrak nilainya 50 juta. Kamu bisa kan pakai uang itu!!” geram Hans, sampai membanting sendoknya di atas meja.
“Gak bisa dong Ayah, uang itu untuk keperluan aku ke salon, memangnya aku gak butuh perawatan apa!” sahut Clara.
“Mas jangan marah dong sama Clara, uang dia untuk penunjang dirinya. Kita harusnya mendukungnya, Mas. Kalau Clara berhasil, kita yang terkenal Mas, kayak Ayu Ting Ting. Setelah terkenal, orang tuanya ikutan kaya juga. Betulkan Clara,” ucap manis Bu Rita.
“Iya Bu, kalau aku berhasil pasti Ibu dan Ayah ikutan jadi orang kaya,” jawab Clara.
Hans hanya bisa mendengus kesal.
“Tenang Clara, sebentar lagi dua hari atau besok Ibu dan Ayah akan menyiapkan uang 50 jutanya, betulkan Mas,” ujar Rita sambil melirik ke suaminya. Ayah Hans tak menjawab.
“Makasih ya Bu, Ayah,” ujar kegirangan Clara.
Sebentar lagi Tania akan keluar dari rumah ini, akhirnya....batin Rita
bersambung.....
Kakak Reader yang cantik dan ganteng, jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, like, komen, di kasih hadiah, vote dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐ juga mau, biar semangat menulisnya. Terima Kasih
Love you sekebon 🌹🌹🌹🌹