Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24 - Dua Kubu Bertemu
Terlihat Ardian sedang duduk di teras bersama dokter Herlambang dan telah di sediakan kopi hitam untuk mereka berdua. Sedangkan, Rendy sedang berdiskusi bersama pak kades di dalam rumah soal pembayaran jasa Agensi Detektif Hantu.
Pak ustadz masih di dalam ruangan, menunggu keempat anak pemuda itu bersama dengan keluarga lain yang masih melantunkan ayat-ayat suci.
"Kau telah tubuh lebih dewasa nak Ardian. Terakhir kali kita bertemu, setelah kau menyelamatkan anak dan istri saya, selebihnya, kita hanya berkomunikasi lewat handphone..." ujar dokter Herlambang dengan lemah lembut.
"Dokter masih saja membesarkan hal itu. Saya hanya ingin kemampuan saya berguna untuk orang lain. Lagipula, Tuhan lebih berhak atas sanjungan dokter daripada saya..."
"Hehehe... Iya juga ya. Saya cuma berharap kerja sama antara kita bisa membantu banyak orang nak."
"Saya harap juga begitu, dok."
Tiba-tiba...
Di pertengahan pembicaraan mereka, angin yang cukup besar menerjang membuat Ardian fokus ke arah luar pagar ghaib.
Tubuh meremang, seluruh bulu kuduk berdiri serta hawa dingin tipis yang datang, membuat Ardian yang semula duduk langsung berdiri dan melompat ke depan, sebelum berdiri tegap di depan rumah tanpa rasa takut.
Ada rasa takut yang besar melanda dokter Herlambang saat merasakan hal yang sama namun, kehadiran Ardian di depannya membuatnya bisa melawan ketakutan tersebut.
Rendy yang merasakan hal yang sama kemudian berlari sebelum berhenti di samping Ardian, yang kemudian di ikuti oleh pak kades dan pak ustadz di belakang mereka.
"Widih, yang datang bakal rame nih bre. Mau mengamankan rendang kah mereka? Seperti sebuah oknum instasi berbaju orange?" celetuk Rendy yang dapat mencairkan suasana tegang dan mencekam menjadi lebih humoris.
"Iya nih bre..." jawab Ardian sambil menahan tawa.
Satu persatu, makhluk ghaib banyak kumpulan asap putih mengepul dari dalam gelapnya hutan sebelum mulai memadat dan membentuk diri.
Sosok-sosok makhluk ghaib mulai bermunculan dari berbagai bentuk, dari Pocong, Kuntilanak, Tuyul, Gundul Pringis, Genderuwo dan sebagainya.
Namun...
Yang paling depan memimpin, tidak lain adalah kakek tua kerdil yang di temui Ardian di pintu Lingkar Pinus.
Berbeda dengan pertemuan awal mereka, kakek itu melayang tidak terlalu tinggi dengan tanah.
Ardian dan Rendy dengan kesadaran penuh pun melangkah keluar dari pagar ghaib tanpa merusaknya, dan di belakang mereka, berdiri Om Poci, Ucil dan Kinarsih yang siap menerjang.
Agensi Detektif Hantu siap melawan rombongan makhluk ghaib dari hutan Lingkar Pinus.
Dua kubu telah bertemu.
Pertemuan mereka juga di saksikan oleh dokter Herlambang, pak kades dan pak ustadz yang bahkan tanpa mata bathin pun, dapat melihat sosok ghaib di antara dua kubu.
"Apa mau kalian?" tanya Ardian lantang tanpa ada rasa takut.
"Singkat saja anak muda." ucap kakek tua kerdil itu lalu melemparkan sesuatu seperti buntelan putih kusut yang ternyata Pocong tempo hari yang di hajar oleh keempat pemuda semprul dan juga memberi mereka pelajaran.
Tetapi bukan pelajaran sekolah ya...
Pocong itu nampak menangis sedih, meski dengan wajah mengerikan saat di saksikan oleh orang yang tidak terbiasa melihat bangsa ghaib.
"Saya ingin meminta maaf. Bukan maksud untuk membuat keributan dan kerusakan sebesar ini. Saya hanya ingin memberi pelajaran kepada keempat pemuda semprul itu... numpang lewat doang kok di hajar habis-habisan? Emang gue samsak pasir apa?"
"Gue paham sakit hati lu tong!" ujar Om Poci bersimpati, merasakan hal yang sama atas perlakuan Ardian yang tidak berprikehantuan.
Pocong itu menangis tersedu-sedu membuat Ardian yakin akan asumsi awalnya.
Bahwa ada pihak luar yang dengan sengaja memanfaatkan konflik antara Pocong ini dengan keempat pemuda semprul itu dan membuat kerusakan di tempat ini, hingga menawan Qorin mereka.
"Sepertinya Pocong itu mendapatkan peringatan keras dari si kakek tua kerdil, pemimpin mereka." guman Ardian dalam hati.
"Gimana pak kades? Sebagai wakil warga dan keluarga keempat pemuda itu, apa bisa di terima kata maafnya?" tanya Ardian yang punya kewajiban sebagai penengah antara manusia dan makhluk ghaib di desa Lingkar Pinus.
Pak kades berpikir untuk sejenak, sebagai orang tua, rasanya sulit untuk memaafkan sosok yang bertanggung jawab atas keadaan anaknya, tetapi sebagai kepala desa, dia juga tidak bisa mengambil keputusan sepihak menurut ego dan emosinya pribadi.
Menurut penuturan Ardian, bukan makhluk ghaib di desa Lingkar Pinus yang telah menawan Qorin keempat pemuda yang sekaligus ada anaknya, tetapi pihak dari luar.
Melihat pak kades yang berpikir keras, Ardian tahu apa yang harus dia katakan jika berada di posisi beliau.
"Jika bapak tidak mau memaafkan dia, itu juga hak bapak. Saya yakin, kakek tua kerdil ini bisa menghukum Pocong itu dengan balasan yang setimpal."
Mendengar penuturan Ardian, Pocong di depannya pun semakin menjadi tangisannya dan guling-guling di tanah, seperti anak kecil yang sedang merajuk.
Pak kades bersimpati kepada Pocong tersebut saat melihat keadaannya.
"Bapak harus berhati-hati, mereka itu sangat pintar dalam tipu muslihat..." ujar Ardian tanpa belas kasihan.
"Njir, sadis amat boss gue." celetuk Rendy.
"Gak mau ah! Pokoknya gue gak mau kena hukuman! Udah di hajar manusia sampai bonyok, malah dapat murka lagi dari kakek kerdil! Tolongin saya pak... tolong maafkan kesalahan saya!"
Pak kades hanya bisa menghela nafas panjang setelah mendengar permintaan belas kasihan dari si Pocong yang isak tangisnya semakin menjadi-jadi.
"Baiklah, saya akan maafkan segala kesalahanmu. Lagipula, kondisi anak saya dan ketiga temannya sudah mulai membaik. Jadi, masalah ini lebih baik tidak di perpanjang lagi."
"Waaahhh! Terima kasih pak kades! Boleh minta peluk gak?" pinta si Pocong yang bahagia.
"Ogaaaah! Kagak mau saya punya pengalaman meluk Pocong! Hiii, mikirin aja udah bikin ngeri sendiri." jawab pak kades sambil bergidik.
"Ya sudah kalau gak mau... nanti nyesel loh udah nolak pelukan hangat dari saya?"
"Kagak bakal!" celetuk pak kades.
Mendengar kedua belah pihak sudah mendapat jalan keluar atas konflik ini, Ardian pun ikut nimbrung dengan sebuah anjuran yang di tujukan oleh si kakek tua kerdil.
"Jika kalian ingin hidup damai dengan kecil kemungkinan akan gangguan dari aktivitas manusia, di empat penjuru mata angin hutan ini, masih terdapat tempat asri dan belum terjamah. Agen kami telah memastikannya."
Anjuran Ardian pun di balas oleh kakek tua kerdil dengan senyuman tipis nan lembut, "Terima kasih anak muda, atas bantuan dan pesannya. Kami dan para warga ghaib akan segera pindah ke arah yang kau sarankan..."
"Satu hal lagi..." lanjut Ardian.
"Apa wahai anak muda? Jika ada pertanyaan yang mengganjal akan saya jawab sesuai kemampuan..."
"Eyang Ismoyo... Apakah nama itu asing bagimu wahai makhluk ghaib?" tanya Ardian sambil mengamati gerak-gerik makhluk ghaib yang mendengarnya untuk memperdalam asumsinya.
Ada yang terkejut dengan mata terbelalak, beberapa nampak kagum setelah mendengar namanya, bahkan ada yang menjatuhkan lututnya dengan rasa hormat. Ada juga yang takut sambil perlahan bersembunyi.
Melihat berbagai macam reaksi, Ardian tidak tahu harus berpatokan pada reaksi yang mana.
Namun kakek tua kerdil itu...
"Hahahahahaha..."
Dia hanya tertawa terbahak-bahak setelah mendengar nama itu, membuat Ardian tambah bingung.
"Maaf anak muda, bukan kewajibanku untuk menjawab pertanyaan itu dan akan lebih baik lagi, jika kau cari sendiri siapa itu Eyang Ismoyo."
Perlahan namun pasti, kakek tua kerdil itu menghilang saat kembali ke bentuk astralnya, beserta dengan semua makhluk ghaib bersamanya.
"Saya pamit undur diri karena segala urusan telah selesai." ujarnya sebelum menghilang dari pandangan Ardian.
Saat dia membalikan badan, betapa bingungnya Ardian melihat ekspresi Rendy dan trio badut yang kaget tiada tara.
Mata mereka terbelalak lebar seakan tidak percaya atas pertanyaan Ardian kepada si kakek tua kerdil itu.
"Elu beneran kagak tahu siapa itu Eyang Ismoyo!?" tanya Kinarsih tak percaya.
"Kok bisa ya bang Ardian gak tahu!" Ucil ikut nimbrung.
"Ya ampun nih anak, kalau soal 72 Iblis dari Ars Goetia dan High-Premiumnya paham, tapi kalau soal Eyang Ismoyo kok bisa-bisanya nol besar!?" ujar Om Poci sambil geleng-geleng kepala.
"Ini beneran elu kan bre? Ini beneran Ardian Putra Wirawan? Boss gue yang pinter, cerdik, licik dan sumitro?" tanya Rendy sambil memegang bahu Ardian.
"Sumitro itu apa bre?" tanya Om Poci.
"Suka minta rokok!"
"Oh..."
"Iya emang kenapa kalau gue gak tahu soal Eyang Ismoyo!? Lagian, kalian ini tumben-tumbenan bisa serasi membully gue!? Emang gue bodoh apa?!"
"Ya jelas lah pake nanya!" sahut mereka serentak yang benar-benar tidak percaya akan hal ini.
"Udah lah... jadi badmood gue. Kita selesain urusannya biar bisa pulang cepet. Males kena bully sama kalian..." ujar Ardian yang melangkah ke arah rumah pak kades.
Mereka berempat pun tersenyum kuda karena jarang sekali dapat sebuah momen untuk membully Ardian, karena biasanya mereka yang kena.
Dengan serentak, mereka berempat pun dengan semangat kemudian bernyanyi dan bergoyang ria di samping Ardian.
"Tak di sangka oh tak kusangka kalau... Ardian geblek~ Ardian sengklek 🎶 Hey, Ardian geblek ~ Ardian sengklek🎶"
"Lanjut!"
"Pola pikir kena ~ Dia jadi gila🎶"
"Aseek!"
"Ķasian deh lu~ Tipis otak lu🎶"
"Jos!"
"Ardian lelet ~ Otaknya konslet🎶"
"Berisik ah kalian ini!" ujar Ardian sebelum mengejar keempat sahabatnya dengan membabi buta dan angkara murka yang di balas oleh canda tawa mereka.
Ah, sungguh, ini adalah hari-hari yang normal bagi Agensi Detektif Hantu.