DASAR, SUAMI DAN ISTRI SAMA-SAMA PEMBAWA SIAL!
Hinaan yang tak pernah henti disematkan pada Alana dan sang suami.
Entah masa lalu seperti apa yang terjadi pada keluarga sang suami, sampai-sampai mereka tega mengatai Alana dan Rama merupakan manusia pembawa sial.
Perselisihan yang kerap terjadi, akhirnya membuat Alana dan sang suami terpaksa angkat kaki dari rumah mertua.
Alana bertekad, akan mematahkan semua hinaan-hinaan yang mereka tuduhkan.
Dapatkah Alana membuktikan dan menunjukkan keberhasilannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V E X A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAM28
"Lho, Mas. Coba lihat itu, Mas." Ku colek lengan Mas Rama yang duduk di samping Bima, sambil menunjuk ke sebelah kiri.
"Mereka sedang apa, ya?" tanya Mas Rama.
"Berhenti dulu, Bim. Cari tempat untuk berhenti." Ku minta Bima untuk menghentikan mobilnya.
"Kita balik ke sana jalan kaki aja ya, Mas." Ku ajak Mas Rama ke sana.
Ku lihat tadi dua balita sedang duduk di bangku taman. Yang besar, bocah lelaki yang ku taksir tidak lebih dari 5 tahun. Yang membuat miris adalah bayi yang menempel padanya. Mungkin sekitar 1 atau 2 tahunan.
"Halo adek-adek. Kalian kenapa di sini? Ibunya mana?" aku bercangkung di depan mereka sambil tersenyum.
"Ibu pergi. Kami disuruh duduk aja di sini," jawab si kakak.
"Ibu perginya kapan? Sudah lama?"
Sambil kuelus kepala adiknya. Bayi itu diam saja sambil melihat ke arahku.
"Lama, Tante. Sampai aku dan Dek Kia ketiduran, terus bangun lagi. Terus kami disuruh pergi dari sini. Sekarang kami di sini lagi tunggu Ibu." Si kakak menjelaskan. Ku lihat matanya sudah berkaca-kaca.
Mas Rama yang ikut bercangkung bersama ku, ikut menyapa mereka. "Kakak, namanya siapa?"
"Nama ku Zaki, Om. Adikku namanya Zazkia."
"Kalau Bapaknya Zaki, ke mana?"
"Bapak sudah di dalam tanah. Kata tetangga, kalau di dalam tanah begitu disebutnya meninggal."
Ya Allah. Mereka ternyata yatim. Ibunya entah masih hidup atau tidak. Aku menatap Mas Rama, dan sepertinya dia mengerti maksudku.
"Kak Zaki ingat rumahnya di mana?"
"Jauh, Om. Naik bus dulu."
"Kak Zaki dan Adek Kia mau ikut ke rumah Om? Biar tidak kepanasan begini, dan tidak kedinginan kalau malam. Mau?"
"Nanti kalau ibu datang ke sini nyari Kakak sama Adek gimana, Om?"
"Kita titip pesan ke pak polisi di sana. Kalau nanti ibu datang, biar disampaikan kalau kakak Zaki dan Dek Kia ada di rumah Om. Gimana?"
Bian yang digandeng Bima, ikut buka suara.
"Ikut aja yuk, Kak. Nanti main sama Bian. Bian ada mobil-mobilan di rumah. Dek Kia biar dibelikan boneka ama Ayah Bian. Di rumah juga banyak kue." Tak ku duga Bian yang sekecil ini juga ikut membujuk Zaki.
"Mau ya, Nak? Kalian pasti lapar juga, kan?" Aku masih berusaha membujuk.
Tiba-tiba Kia mengulurkan tangannya kepadaku. Ah, air mataku nyaris tumpah. Segera ku gendong Kia, baunya tidak karuan. Namun, aku tidak merasa jijik sedikitpun, malah kasihan.
Bayi yang biasanya harum aroma minyak telon dan susu, malah jadi seperti ini.
"Zaki mau, Om. Tapi kita titip pesan dulu ya ama Bapak polisi di sana."
Kami semua berjalan ke arah pos polisi di ujung taman. Mas Rama dan Bima menjelaskan apa yang terjadi. Kami diminta membuat laporan resmi. Kata polisi yang di sana, mereka terlihat sudah beberapa hari muncul di taman itu. Saat akan didekati, Zaki akan langsung menggendong adiknya dan lari.
Setelah dari pos polisi, kami kembali ke tempat mobil diparkir, dan langsung menuju hotel. Dalam perjalanan ke hotel, ku minta Bima mampir ke mini market untuk membeli beberapa perlengkapan bayi, termasuk susu dan salep untuk mengatasi ruam.
Ku mandikan Zaki dan Kia, Bian tidak mau ketinggalan juga. Sesuai dugaanku, kulit Kia banyak sekali ruamnya. Dia sempat nangis saat kubersihkan daerah bokongnya.
Tapi mau bagaimana lagi. Zaki dan Bian ikut menenangkan adiknya. Kakak-kakak yang bertanggung jawab.
Sementara kami mandi, Mas Rama memesankan makanan untuk Zaki. Zaki ku pinjamkan kaos Bima yang ku ikat, dan celana Bian yang terlihat agak ngepres. Untuk Kia, ku pinjamkan baju Bian. Setelah bersih, terlihat mereka ini anak-anak yang rupawan. Tampan dan cantik.
Saat Zaki makan, ku siapkan susu untuk Kia. Mereka langsung menghabiskannya dalam waktu singkat. Sudah pasti kelaparan anak-anak ini. Aku tak habis pikir bagaimana mungkin ibu mereka bisa pergi begitu saja selama berhari-hari.
"Terima kasih ya, Om dan Tante. Zaki dan Dek Kia kenyang dan sudah wangi."
"Sama-sama, Sayang. Sekarang Kak Zaki dan Dek Kia, istirahat dulu ama Dek Bian ya. Nanti sore kita jalan-jalan. Mau?" bujuk Mas Rama. Kami yakin anak-anak ini tidak pernah tidur dengan nyenyak berhari-hari ini.
"Mau ...!" seru Zaki dan Bian bersamaan. Kia pun ikut berseru dengan kata-katanya sendiri.
Anak-anak tidur di kamar Bima. Adikku itu pun ikut diseret mereka. Ada pintu penghubung antara kamar kami dengan kamar Bima.
"Mas, aku kasihan sama mereka. Apalagi, Kia masih bayi begitu. Masa Zaki yang masih sekecil itu harus ngurus bayi sih, Mas. Apalagi, tadi waktu ku mandiin Kia, ya ampun Mas Mas. Kulit bokongnya gak karuan bentuknya."
"Iya, Yank. Mas juga jadi kepikiran. Apalagi Zaki tidak ingat rumahnya di mana."
"Ya gak mungkin ingat, Mas. Anak sekecil itu. Udah gitu, dari rumahnya naik bus. Berarti kan, bukan di sekitar sini." Aku menghela napas.
"Mereka boleh kita adopsi aja, Mas? Aku janji tidak akan membedakan mereka dengan anak-anak kandung kita nantinya ...," lanjut ku.
"Mas juga pinginnya gitu, Yank. Nanti kalau Zaki akan kita daftarkan sekolah, baru kita pikirkan dokumennya. Sekalian Mas akan kabari bapak dan ibu kalau mereka punya 2 cucu tambahan. Sekarang yang penting mereka kita rawat dulu aja."
"Iya, Mas. Haduh, aku seneng deh, Mas. Nanti rumah makin rame. Mana Kia menggemaskan banget."
"Mas harus makin giat juga mencari nafkah, Yank."
"Iya, Mas. Semangat ya, Suamiku Sayang!"
...****************...
Sore itu Bima mengantarkan kami ke pusat perbelanjaan. Kami yang baru pertama kali ke tempat seperti ini merasa memasuki dunia yang berbeda. Mas Rama menggendong Kia, aku menggandeng Zaki, sementara Bima menggandeng Bian.
Kami segera mencari toko baju anak. Kubeli beberapa baju rumahan, baju bepergian, dan baju tidur untuk Zaki dan Kia.
Bian kubelikan baju rumahan saja. Tak lupa kami mencari sandal dan sepatu.
Zaki mau sepatunya langsung dipakai karena menyala kalau dia melangkah. Kia kubelikan sepatu yang bersuara. Aku membeli beberapa pernak pernik untuk anak cewek, seperti bando dan jepitan rambut.
Aku begitu semangat mengingat sebelumnya bayiku cowok, yang tidak banyak pilihan aksesoris yang bisa dibeli.
Selesai berbelanja baju dan sepatu, Bima mengajak kami ke area bermain anak-anak di lantai atas. Bima menemani Zaki dan Bian mencoba semua permainan yang mereka tunjuk. Kia bermain di permainan balita bersama Mas Rama. Setelah puas, Zaki dan Bian menemani Kia naik kereta mengelilingi pusat perbelanjaan itu.
...****************...
Bu Karto dan Bu Asih terkejut melihat oleh-oleh yang kami bawa saat kami sampai di rumah. Ku jelaskan dengan singkat siapa dan bagaimana kami bertemu Zaki dan Kia. Bu Asih dan Bu Karto mengerti. Terutama saat ku pesan bahwa kalau bisa status mereka tidak perlu diungkit-ungkit.
Aku dan Mas Rama sudah menganggap Zaki dan Kia seperti anak kami sendiri. Sekarang Bian punya kakak dan adik sekaligus.
Ada juga oleh-oleh yang sebenarnya untuk dibagi kepada karyawan. Kupercayakan ke Bu Karto dan dan Bu Asih untuk membaginya.
Sabtu nanti kami akan mengajak anak-anak ke rumah bapak dan ibu. Semoga saja anak-anak ini bisa diterima di keluarga Mas Rama. Suamiku juga sudah mengabari bapak mengenai Zaki dan Kia. Bapak tidak banyak berkomentar, juga tidak terdengar keberatan. Tapi, tidak tahu bagaimana perlakuannya saat bertemu langsung.
Akupun telah memikirkan usulan Bima mengenai modifikasinya menjadi resto dan tempat pertemuan yang otomatis menambah jam operasionalnya. Aku sudah merundingkan dengan Mas Rama, dan suamiku setuju saja. Dia mempercayakan sepenuhnya kepadaku.
Ku hubungi kontraktor yang kemarin membantuku membangun cafe. Ku ajak Bima juga, untuk membicarakan konsep desainnya. Menurut kontraktor, pembangunan tersebut membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan. Waktu yang cukup singkat buatku untuk mempersiapkan menu, dan lainnya.
*
*
Bersambung....
akhirnya ya rama 😭