Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Dokter Jail
Ello menatapnya dengan senyuman lembut, sedikit menenangkan. "Aku tidak tahu siapa kamu atau apa yang terjadi di masa lalu kamu. Tapi aku percaya setiap orang berhak mendapatkan bantuan saat mereka membutuhkannya. Ini bukan soal pantas atau tidak, yang kami tahu, kamu membutuhkan dukungan, dan selama kami bisa membantu, kami akan melakukannya."
Wanita itu mengalihkan pandangannya, tak sanggup menahan perasaan haru yang perlahan muncul di hatinya. Dalam ketidakpastian yang mencekam, kehadiran Ello dan keluarganya memberinya secercah harapan, seakan ada keluarga penuh kehangatan yang bersedia membantunya melalui kekosongan hidup yang ia rasakan.
Wanita itu terdiam sejenak, kembali teringat akan Ziel, bocah kecil yang memanggilnya "Tante Diana" dengan sorot mata penuh kerinduan. Pertanyaan muncul di benaknya, memenuhi setiap ruang pikirannya dengan kebingungan yang semakin dalam.
'Apakah mereka semua baik padaku karena Ziel?' batinnya. Perlahan menyusun kepingan teka-teki yang terasa jauh dari lengkap. 'Apa mungkin… aku mirip seseorang? Seseorang yang mereka kenal dan sayangi? Tapi siapa? Siapa itu Diana?'
Rasa penasaran itu semakin menguat, bercampur dengan rasa tak nyaman dan ketidakpastian. Keheningan menyelimuti pikirannya saat ia menatap Ello lagi, seakan mencari jawaban di balik tatapan lembut pria itu. Tapi, meski rasa ingin tahunya menggebu, ia ragu untuk bertanya.
Dokter radiologi yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan Ello dan wanita itu tiba-tiba tersenyum penuh arti sambil berkata, "Nona seharusnya bersyukur, tak perlu merasa tak enak hati karena bantuan dokter Ello. Bukan biaya yang perlu dipikirkan, tapi mungkin ... bagaimana caranya agar kelak bisa mendapatkan uang belanja bulanan dari dokter Ello."
Ello tersentak dan langsung mengernyit, memandang rekan sejawatnya dengan tatapan tak percaya. “Eh, tunggu … Maksudnya apa, Dok?” tanyanya, canggung.
Wanita itu pun ikut bingung, matanya sedikit melebar karena penasaran. "Maksudnya ... uang belanja bulanan, Dok?"
Sang dokter radiologi tertawa kecil, menikmati situasi itu. “Maksud saya, Dokter Ello ini, kebetulan masih jomblo. Siapa tahu, suatu saat nona bisa menjadi Nyonya Ello.”
Ello terbatuk kecil, wajahnya memerah. “Astaga, Dok! Ini rumah sakit, bukan biro jodoh.”
Sementara itu, wanita itu pun ikut merona, tak tahu harus merespons bagaimana. Hanya saja, tanpa sadar, senyum kecil tersungging di bibirnya saat ia menundukkan pandangannya.
Melihat reaksi Ello yang tersipu dan wanita itu yang tersenyum malu, dokter radiologi itu tersenyum penuh kemenangan, seolah-olah usahanya berhasil mengusik mereka berdua. Ia melipat tangan dan menatap keduanya dengan mata berbinar, lalu berkata sambil menahan tawa, “Nah, lihat saja ekspresi kalian berdua! Jangan-jangan, benar ada kecocokan di sini?”
Ia kemudian menepuk bahu Ello pelan, masih dengan senyuman jail. “Tenang, Dok. Saya cuma bercanda … tapi siapa tahu, bisa jadi doa, 'kan?”
Sambil mengangkat alis dengan sikap iseng, dokter itu melirik wanita di samping Ello dan berbisik sedikit keras, “Kalau perlu bantuan buat ngejar dokter Ello ini, jangan sungkan cari saya, ya.”
Ello langsung merasa wajahnya memanas. Ia tersenyum kaku sambil menggelengkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Ah, Dok, jangan bercanda seperti itu di depan pasien,” ujarnya, berusaha terdengar santai meski jelas ada sedikit gugup dalam suaranya. Ia menggaruk tengkuknya, mencoba mengalihkan rasa canggung yang makin terasa.
Wanita itu, di sisi lain, tersenyum simpul sambil menundukkan kepala. Ia sedikit tersipu, tak menyangka dokter radiologi itu akan bercanda seperti itu. "Terima kasih atas doanya, Dokter," katanya lirih, tak bisa menahan senyum malu yang terukir di wajahnya.
Situasi yang awalnya serius berubah menjadi hangat, dengan rasa canggung yang terselip di antara tawa kecil mereka.
***
Di ruang kerja rumahnya, Zion duduk sambil menatap jendela yang memperlihatkan langit malam yang gelap, pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang wanita yang mirip Diana itu. Suara ketukan di pintu membuatnya kembali fokus.
“Masuk,” sahutnya.
Pak Hadi masuk dengan sikap tenang dan penuh hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan Zion?”
Zion menatap Pak Hadi sejenak, menimbang kata-kata yang ingin ia sampaikan. "Pak Hadi, saya butuh bantuan Bapak. Ada wanita … di rumah sakit … dia sangat mirip dengan Diana. Terlalu mirip."
Pak Hadi mengangkat alisnya, sedikit terkejut. "Benarkah, Tuan?"
Zion mengangguk, lalu menarik napas dalam. "Dia amnesia. Tak tahu siapa dirinya atau dari mana asalnya. Aku ingin Bapak mencari tahu tentang dia, mulai dari siapa keluarganya hingga mengapa ia terdampar di pantai sore itu."
Pak Hadi tampak berpikir sejenak. “Baik, Tuan Zion. Saya akan memulai penyelidikan secepatnya dan mencari segala informasi yang mungkin terkait identitasnya.”
“Bagus. Mulailah dari dokumen pasien di rumah sakit, rekam jejak atau hal lain yang bisa kita telusuri. Jika dia memiliki keluarga, kita harus menemukannya," tegas Zion.
Pak Hadi mengangguk, matanya penuh tekad. “Saya mengerti, Tuan Zion. Saya akan segera mengurusnya dan memberikan kabar jika ada perkembangan.”
“Tapi, Pak, wanita ini terlalu mirip dengan Diana, seperti pinang dibelah dua. Bahkan usianya mungkin sama dengan Diana,” ucap Zion, suaranya rendah dan penuh keraguan. “Padahal, Ello bilang Diana tidak punya saudara kembar …”
Pak Hadi mengangguk dengan ekspresi serius, mendengarkan setiap kata yang diucapkan Zion. Ia menatap lurus ke depan, mencerna situasi yang semakin rumit ini.
"Betul, Tuan Muda. Kalau kemiripannya sampai sebegitu mendetail, ini memang menjadi tanda tanya besar. Apalagi jika usia mereka juga sama," jawab Pak Hadi dengan nada yang tenang namun penuh kewaspadaan. "Namun, meski tak memiliki saudara kembar, mungkin ada hal lain dari masa lalu yang belum diketahui. Atau bisa saja ada kaitan keluarga jauh yang tak tercatat.”
Zion terdiam sejenak, merasa semakin terbelit dalam ketidakpastian. “Aku hanya ingin memastikan, Pak Hadi... kalau dia memang memiliki hubungan darah dengan keluarga Cahyono, atau bahkan dengan keluarga Diana, aku harus tahu.”
Pak Hadi menatap Zion penuh pengertian. "Saya akan menggali lebih dalam, Tuan. Kita akan cari tahu kebenarannya, bagaimana pun caranya," ujarnya, memastikan bahwa penyelidikan itu akan dilakukan dengan teliti.
Zion menatapnya dalam-dalam, seakan mengandalkan seluruh harapannya pada pria yang selama ini telah menjadi tangan kanannya. “Terima kasih, Pak Hadi. Aku percayakan ini pada Bapak.”
Pak Hadi mengangguk pasti. "Baik, Tuan." Pak Hadi membungkuk hormat, lalu berbalik keluar dari ruang kerja, meninggalkan Zion yang kembali tenggelam dalam pikirannya tentang sosok yang misterius itu.
**
Setelah seharian penuh aktivitas di rumah sakit, Ello pulang dengan wajah lelah. Namun, saat melangkah masuk, suara ceria dan langkah kaki yang bersemangat langsung menyambutnya.
“Om Ello! Om Ello!” seru Ziel, berlari menghampiri dengan senyum lebar di wajahnya.
Ello tak bisa menahan senyum melihat keponakannya yang selalu bersemangat itu. “Apa kabar, Ziel?” tanya Ello sambil membungkuk untuk merangkul bocah itu.
Ziel melompat-lompat. “Di mana Tante Diana? Aku mau ketemu Tante!”
“Tante Diana masih dirawat di rumah sakit, Nak,” jawab Ello lembut. “Dia butuh waktu untuk pulih.”
“Semoga Tante cepat sembuh!” seru Ziel, wajahnya memancarkan harapan.
Melihat Ziel melompat-lompat penuh semangat dan harapan, Ello merasa campuran perasaan lega sekaligus cemas. Di satu sisi, ia lega karena Ziel tetap optimis dan tidak kehilangan semangat. Namun, di sisi lain, hati Ello terasa sedikit berat. Ia menyadari bahwa hubungan Ziel dengan wanita itu bisa menjadi semakin kuat, sementara identitas dan masa lalu wanita itu masih penuh misteri. Kekhawatiran Ello muncul, membayangkan apa yang mungkin terjadi jika suatu hari mereka harus berpisah dengan wanita yang begitu mirip Diana.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Malah Diandra yang melindungimu Ello. Hah,kamu mengecewakan aku Ello. 😁😁😁
Dengan adanya tragedi seperti ini, bisa ada jalan untuk penyelidikan tentang Diandra, dan ternyata yang menghadang Ello & Diandra adalah orang suruhan Brata 😱😱😱😱
Setelah ini Pak Hadi & Zion yang bekerja & tetap waspada! 😅
Makasih Author udah UP 🥰
Diandra menguasai Ilmu Bela Diri...Ello tertegun saat Diandra bicara seperti itu..Ello hrs berlindung di ketiak Perempuan🤣🤣🤣hrsnya Ello yg berkata demikian
Waaaaahhhhh ngeri-ngeri sedap 🤭😅
akan tetapi kembaran diana hanya dimanfaatkan oleh brata dan kembaran diana jg tahu kebenarannya berusaha kabuuur dr brata......
ello sangat bimbang dan galau perasaannya semenjak kehadiran diandra sll mengganggunya ello sll melihat bayang2 diana ada diri diana.....
Smg diana msh hidup akan terungkap kebenarannya
lanjut thor💪💪💪💪💪