Annisa memimpikan pernikahan yang bahagia bersama lelaki yang dicintainya dan mencintainya. Tetapi siapa sangka dirinya harus menikah atas permintaan sang Kakak. Menggantikan peran sang Kakak menjadi istri Damian dan putri mereka. Clara yang berumur 7 tahun.
Bagaimana nasib Annisa setelah pernikahannya dengan Damian?
Mampukah Annisa bertahan menjadi istri sekaligus ibu yang baik untuk Clara?
Temukan kisahnya hanya di sini!^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENJEMPUT CLARA
Damian dan Annisa tiba di rumah Imelda untuk menjemput Clara. Ketika mereka mengetuk pintu, Imelda membuka dan menyambut mereka dengan senyum tipis, menatap putranya dan Annisa bergantian. Clara yang mendengar suara mereka dari dalam rumah langsung berlari keluar.
“Daddy!” seru Clara sambil melompat ke pelukan Damian.
Damian tertawa sambil memeluknya erat. “Wah, Clara pasti kangen Daddy, ya?”
Clara mengangguk semangat. "Iya! Tante Oma bilang Daddy dan Tante Annisa baru pulang dari jalan-jalan jauh."
Imelda tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Annisa. “Bagaimana perjalanan kalian, Annisa?” tanyanya hangat.
“Alhamdulillah lancar, Bu,” jawab Annisa sopan.
Imelda memandang keduanya sejenak. “Kalian tidak ingin menginap saja malam ini? Kasihan kalau harus pulang malam-malam begini, apalagi Clara pasti senang kalau kalian tinggal lebih lama.”
Damian tersenyum lembut, lalu menjawab dengan nada halus, “Terima kasih, Bu, tawarannya. Tapi saya harus kembali ke rumah, masih ada beberapa laporan yang harus dikerjakan setelah absen.”
Imelda mengangguk, meski wajahnya tampak sedikit kecewa. “Baiklah, kalau begitu. Tapi lain kali, coba luangkan waktu untuk menginap di sini, ya?” ujarnya, tatapannya lembut tertuju pada Annisa.
Annisa tersenyum dan mengangguk. "Iya, Bu, Insya Allah kami akan berkunjung lagi."
Imelda mendekati Clara yang masih memeluk Damian. “Cucu Oma yang cantik,” katanya meminta Clara untuk membalas pelukannya.
Annisa mengusap lembut puncak kelapa Clara, “Nah, Clara, kita mau pulang. Jangan lupa ucapkan terima kasih pada Oma karena sudah menemani Clara, ya?”
Clara mencium pipi Imelda dengan manis, lalu beralih kembali ke Damian dan Annisa. “Bye, Oma! Clara main lagi nanti!”
Saat mereka berpamitan dan melangkah keluar, Imelda menatap Annisa dengan pandangan yang seolah lebih lembut dari sebelumnya, memberi keduanya ucapan selamat jalan dengan senyum tulus yang membuat hati Annisa merasa semakin diterima.
Di dalam mobil, suasana terasa hangat. Damian fokus mengemudi, sementara Annisa duduk di sampingnya, sesekali menoleh ke kursi belakang di mana Clara duduk, tampak bersemangat.
“Daddy, Tante Annisa, tahu nggak? Sebentar lagi Clara akan ikut wisata sekolah!” seru Clara, matanya berbinar penuh antusias.
Damian melirik Clara melalui kaca spion sambil tersenyum. “Oh, ya? Wisata ke mana, Sayang?”
“Katanya ke kebun binatang dan taman bermain! Terus, katanya kita boleh bawa orangtua,” jawab Clara dengan nada ceria. “Clara pengen banget Daddy sama Tante Annisa ikut.”
Annisa menoleh ke belakang dan tersenyum pada Clara. “Wah, itu pasti seru sekali! Kamu sudah pernah ke kebun binatang sebelumnya, Clara?”
Clara menggeleng. “Belum, Tante! Makanya Clara pengen banget liat hewan-hewan yang di TV. Tapi… temen-temen Clara bilang, kalau orangtuanya ikut, mereka bisa lebih senang.”
Damian tersenyum kecil, menatap Annisa sejenak sebelum menjawab, “Kalau begitu, kita usahakan ya, Clara. Kalau Daddy bisa cuti, kita ikut, oke?”
Clara berseru riang. “Yeay! Clara senang banget! Makasih, Daddy, Tante Annisa!”
Annisa tertawa kecil melihat Clara yang begitu bahagia. “Kita harus siapkan segala sesuatunya, ya, biar wisata kali ini benar-benar menyenangkan untuk Clara.”
Clara tersenyum puas, lalu dengan mata penuh harapan menatap ke arah depan. “Nanti Clara mau lihat gajah, jerapah, dan juga… apa lagi ya? Pokoknya semua hewan yang besar-besar!”
Damian tersenyum mendengar antusiasme Clara. Dia mengangguk sambil tetap fokus ke jalan. “Wah, sepertinya Clara sudah punya rencana besar, ya. Kamu nggak takut sama hewan-hewan besar seperti gajah atau singa?”
Clara menggeleng dengan semangat. “Enggak, Daddy! Clara kuat, kok. Tante Annisa juga kan bakal ikut jaga Clara.”
Annisa tersenyum dan menoleh ke arah Damian. “Kalau kita jadi ikut, kita harus siapkan banyak hal, nih. Bekal untuk Clara, baju ganti, dan mungkin juga mainan kecil supaya Clara nggak bosan di perjalanan.”
Damian mengangguk, “Maaf merepotkan mu ya. Aku minta tolong untuk itu.”
“Tentu Mas, itu sudah menjadi kewajibanku. Aku tidak merasa direpotkan sama sekali,” jawab Annisa.
Clara menyela dengan penuh semangat. “Oh, oh! Clara juga mau bawa boneka beruang yang besar itu, Tante. Biar bisa nemenin Clara di jalan!”
Damian tertawa kecil. “Itu bisa muat di tas kamu, Sayang?”
Clara memiringkan kepalanya sambil berpikir. “Hmm, mungkin nggak, ya?” Dia melirik Annisa. “Kalau nggak muat, Clara taruh di tas Daddy aja, ya?”
Annisa terkekeh, mencoba menahan tawanya. “Boneka beruang sebesar itu? Nanti Daddy malah kerepotan.”
Damian menggeleng sambil tersenyum, “Daddy bawa tas kerja, Sayang. Nanti malah bonekanya ketinggalan di kantor.”
Mereka tertawa bersama. Clara memandang keluar jendela dengan wajah ceria, lalu sejenak berpaling ke arah Annisa. “Tante Annisa, besok Tante bakal bantu Clara pilih baju yang bagus, ya?”
“Tentu saja, Clara. Kita pilih baju yang paling cantik buat kamu, biar kamu bisa tampil beda dan makin semangat di wisata nanti,” jawab Annisa sambil tersenyum lembut.
Clara mengangguk penuh keyakinan. “Temen-temen Clara pasti bakal kagum. Nanti Clara juga mau foto sama Daddy sama Tante Annisa. Bisa, kan?”
Damian mengangguk dan tersenyum, merasa senang melihat Clara begitu bersemangat. “Daddy akan pastikan kita bisa ambil foto-foto terbaik untuk kenangan Clara.”
Melihat kehangatan di antara Damian dan Clara, Annisa merasa senang. Dia menatap Damian dan berkata lembut, “Sepertinya Clara benar-benar menantikan momen ini. Kita harus usahakan sebaik mungkin supaya Clara bahagia.”
Damian membalas pandangan Annisa dan tersenyum. “Ya, ini memang waktu yang penting buat Clara. Dan, aku rasa… ini juga bisa jadi momen yang baik buat kita semua.” Damian menambahkan sambil memberikan anggukan kecil.
Mendengar itu, Annisa merasa hatinya hangat. Ia melihat ke arah Clara yang kembali berceloteh tentang hewan-hewan yang ingin ia lihat, dan dalam hati, Annisa bertekad akan membuat hari itu benar-benar istimewa untuk Clara.
Saat mobil mereka berhenti di area parkir basemen apartemen, Damian mematikan mesin dan menoleh ke kursi belakang. Clara sudah tertidur pulas, tubuh kecilnya terbungkus nyaman dalam jaket.
“Nis, tolong bukain pintu belakang, ya. Aku akan gendong Clara,” ujar Damian, menoleh pada Annisa.
Annisa segera keluar dari mobil dan membuka pintu belakang dengan hati-hati, menjaga agar tidak ada suara keras yang bisa membangunkan Clara. Damian merunduk, mengangkat tubuh Clara dengan lembut, memastikan kepala gadis kecil itu tetap bersandar nyaman di pundaknya.
Mereka berjalan menuju lift, Annisa menahan pintu agar Damian bisa masuk dengan leluasa. Di dalam lift, Annisa sesekali menatap Clara yang masih terlelap di pelukan Damian, merasa ada kebahagiaan sederhana saat melihat mereka begitu dekat.
“Mas, sepertinya Clara benar-benar kelelahan,” bisik Annisa, tersenyum hangat.
“Ya, sepertinya dia menghabiskan semua energinya buat cerita di mobil tadi,” Damian membalas sambil mengulas senyum kecil. “Senang juga dengar dia begitu antusias tentang acara sekolahnya.”
Saat lift mencapai lantai mereka, Annisa keluar lebih dulu untuk membuka pintu apartemen. Damian menyusul masuk, menidurkan Clara di kamarnya dengan hati-hati. Setelah memastikan Clara tertidur nyaman, Damian keluar dari kamar, dan mereka berdua duduk di ruang tengah.
“Terima kasih sudah antusias dengan cerita Clara hari ini,” ujar Damian tulus, menatap Annisa.
Annisa tersenyum lembut, menggeleng pelan. “Aku senang bisa lihat Clara bahagia. Ini juga kesempatan… untuk kita bisa lebih dekat.”
Damian tampak sejenak terdiam, sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Iya… dan aku rasa aku mulai sadar betapa sering aku larut dalam masalah sendiri, sampai lupa kalau ada seseorang yang selalu sabar dan peduli.”
Tatapan Annisa melembut. Ia tersentuh dengan kata-kata Damian, tapi hanya menanggapinya dengan senyum tulus. “Aku akan selalu ada di sini buat kamu dan Clara, Mas. Apa pun yang terjadi.”
Damian balas tersenyum, kali ini dengan kehangatan yang terasa berbeda dari biasanya. “Terima kasih, Annisa.”