Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Suasana di seluruh Valyria semakin tegang seiring dengan persiapan akhir yang dilakukan di benteng. Sorak-sorai para prajurit Valyria bercampur dengan ketegangan yang hampir tak tertahankan. Setiap langkah kaki terdengar seperti gema yang menghantui kota, mengingatkan semua orang bahwa musuh sudah di depan mata. Liora berdiri di balkon menara, memandangi pasukan yang berkumpul di bawah, mempersiapkan diri untuk serangan besar yang tidak terelakkan.
Varren dan Seira berdiri di sisinya, wajah mereka mencerminkan ketegangan yang sama. Di luar pandangan mereka, pasukan Kalros dan Kekaisaran Timur sudah mulai bergerak, dan kabar terakhir dari mata-mata menyatakan bahwa serangan penuh akan terjadi dalam hitungan jam.
"Aku tahu waktunya semakin sedikit," gumam Liora, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun. "Setiap keputusan yang aku buat dari sini akan menentukan apakah Valyria bertahan atau jatuh."
Varren menatapnya, matanya serius namun penuh kepercayaan. "Liora, apa pun keputusan yang kau ambil, kami mendukungmu. Tapi kita harus siap untuk menghadapi semua kemungkinan. Pasukan kita bersiap untuk bertarung, tapi kita tahu kekuatan musuh jauh lebih besar. Kita mungkin tidak punya kesempatan kedua."
Seira melangkah mendekat, ekspresinya lebih penuh empati. "Aku mengerti bahwa kau masih ragu dengan kekuatan artefak itu. Tapi ingatlah, Liora—ini bukan tentang menyerah pada kekuatan. Ini tentang menggunakan apa yang kau miliki untuk melindungi yang harus kau lindungi. Jika ada saat yang tepat untuk menggunakan kekuatan ini, mungkin inilah saatnya."
Kata-kata Seira menghantam hati Liora. Dia tahu benar apa yang dimaksud Seira, tapi dia juga mengerti risiko yang menyertai setiap pilihan. Artefak perak yang dia genggam begitu kuat, dan Liora merasakan denyutan energi yang semakin mendesaknya untuk digunakan.
"Apa yang harus aku lakukan?" pikir Liora dalam diam. Selama ini dia menjaga keseimbangan, berusaha menghindari menggunakan kekuatan yang bisa menghancurkan segalanya. Tapi sekarang, ketika semuanya di ambang kehancuran, apakah dia masih bisa bertahan dengan prinsip-prinsip yang selama ini ia pegang?
---
Di medan perang, bendera-bendera perang musuh mulai tampak di kejauhan. Kalros dan sekutu Kekaisaran Timur bergerak dengan kekuatan penuh, deretan prajurit mereka yang tak berujung tampak seperti gelombang besar yang siap menghancurkan Valyria. Ketika suara genderang perang mulai terdengar, jantung setiap prajurit Valyria berdebar kencang.
Liora turun dari menara, langkah kakinya mantap meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan. Di antara pasukan Valyria yang sedang bersiap, ada keheningan yang tidak biasa. Meskipun mereka tahu bahwa musuh jauh lebih kuat, sorak-sorai mereka bukanlah sorakan ketakutan. Mereka bersiap untuk bertarung dengan segala yang mereka miliki—demi Valyria, demi rumah mereka.
Varren dan Seira mengikuti di belakangnya, memberi perintah terakhir kepada komandan-komandan bawahan. Mereka semua tahu bahwa ini adalah momen terakhir sebelum pertempuran besar meletus.
Liora berhenti di tengah lapangan, memandang pasukan Valyria dengan penuh kebanggaan dan tanggung jawab. "Hari ini," serunya dengan suara yang terdengar di seluruh medan, "kita bertarung untuk Valyria. Bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk memastikan masa depan kita. Untuk tanah ini, untuk orang-orang kita, kita tidak akan mundur!"
Sorakan keras menggema, dan Liora merasakan energi semangat itu menjalar di seluruh tubuhnya. Tapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa semangat saja tidak akan cukup untuk mengatasi kekuatan besar yang sebentar lagi akan menyerang.
---
Di ujung medan perang, pasukan Kalros mulai bergerak maju, bendera-bendera mereka berkibar di angin, diiringi dengan derap kaki ribuan prajurit. Di depan, Kalros sendiri berdiri dengan gagah di atas kudanya, mengawasi pasukan Valyria dengan tatapan penuh kebencian dan ambisi. Bagi Kalros, ini bukan sekadar pertempuran; ini adalah penggenapan dari ambisinya untuk menaklukkan seluruh daratan.
Varren mendekati Liora, wajahnya menunjukkan kegentingan situasi. "Mereka sudah dekat. Ini saatnya kita mengambil keputusan terakhir. Apa pun itu, kita harus bergerak sekarang."
Liora merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dalam beberapa menit, musuh akan menyerang dengan kekuatan penuh, dan jika dia tidak membuat keputusan segera, Valyria mungkin akan jatuh sebelum mereka bisa bertarung.
"Aku bisa menghentikan ini," pikir Liora lagi. "Tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku menggunakan kekuatan ini."
Saat dia berdiam diri, Seira menghampirinya dengan langkah cepat. "Liora, kita semua siap untuk bertarung. Tapi kau harus percaya pada dirimu sendiri. Jika kau merasa ini adalah waktu yang tepat untuk menggunakan artefak, lakukan. Jika tidak, kami akan bertarung dengan cara kita."
Mata Liora bertemu dengan tatapan Seira, dan dia melihat keteguhan serta keyakinan di dalamnya. Seira dan Varren, dua orang yang paling ia percayai, tidak meragukan keputusan apa pun yang akan dia buat. Tetapi Liora juga tahu, ini bukan hanya soal kepercayaan. Ini soal masa depan Valyria dan prinsip-prinsip yang selama ini ia pegang teguh.
Akhirnya, Liora menarik napas panjang, lalu berkata, "Kita akan bertarung dengan segala yang kita punya. Tapi aku belum siap menggunakan artefak ini. Belum sekarang."
Seira menatap Liora dengan penuh rasa hormat. "Kami siap, Liora. Apa pun yang terjadi, kami akan melindungi Valyria."
Varren mengangguk setuju. "Kita sudah bertahan sejauh ini tanpa kekuatan itu. Kita bisa melakukan ini."
---
Pertempuran pun dimulai. Pasukan Valyria dan musuh bertemu di tengah medan dengan denting pedang dan gemuruh perisai yang menggema di seluruh dataran. Sorakan pertempuran dan teriakan prajurit terdengar di udara, seiring kedua belah pihak saling bertempur mati-matian.
Liora berlari ke garis depan, pedangnya terhunus, memimpin langsung dalam pertempuran. Dia bertarung dengan penuh semangat, setiap ayunan pedangnya adalah simbol dari tekad untuk melindungi Valyria. Meskipun pasukan musuh lebih besar, Liora melihat bahwa prajurit-prajuritnya bertarung dengan keberanian yang luar biasa.
Namun, di tengah pertempuran, Liora merasakan sesuatu yang aneh. Kegelapan yang halus mulai menyebar di medan perang. Artefak di pinggangnya bergetar hebat, dan dia tahu bahwa kekuatan itu mencoba keluar, bahkan tanpa dia memintanya.
"Ini... tidak mungkin," pikir Liora sambil berusaha mengendalikan dirinya.
Tapi kegelapan itu semakin kuat. Di setiap ayunan pedang, setiap dentingan perisai, dia bisa merasakan kekuatan artefak berusaha mempengaruhinya. Seolah-olah, medan perang sendiri telah menjadi katalis bagi kekuatan besar yang terpendam di dalamnya.
---
Di tengah kekacauan pertempuran, Liora berusaha keras mempertahankan keseimbangannya. Tapi semakin lama, semakin sulit baginya untuk menahan kekuatan itu. Di kejauhan, dia melihat Kalros, masih berdiri di puncak bukit, mengawasi pertempuran dengan mata tajam. Kemenangan tampak di depan mata bagi musuh mereka, dan Liora tahu waktunya hampir habis.
"Jika aku tidak melakukan sesuatu sekarang, Valyria akan jatuh," pikirnya. "Tapi jika aku menggunakan kekuatan ini, apa yang akan terjadi pada semua yang kita bangun?"
Di dalam dadanya, kekuatan besar mulai menguasai dirinya. Ini adalah saatnya mengambil keputusan terakhir—saat yang akan menentukan nasib Valyria, dan masa depannya sebagai pemimpin.
---
cerita othor keren nih...